Readtimes.id – Posisi Indonesia yang berada di ring of fire menjadikan negara ini supermarket bencana terutama gempa bumi dan erupsi gunung berapi yang memicu bencana turunan tsunami dan likuifaksi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 148,4 juta warga tinggal di daerah rawan gempa bumi, lima juta warga yang tinggal daerah tsunami. Sebanyak 1,2 juta penduduk yang tinggal di rawan erupsi gunung api, 63,7 juta jiwa rawan banjir, dan 40,9 juta jiwa tinggal di rawan longsor.
BNPB mencatat sebanyak 136 bencana alam terjadi di Indonesia sepanjang 1-16 Januari 2021. Bencana alam terbanyak adalah banjir sebanyak 95 kejadian, tanah longsor 25 kejadian, puting beliung 12 kejadian, gempa bumi 2 kejadian dan gelombang pasang 2 kejadian.
Dari sekian banyak bencana alam itu, sudah merenggut 80 korban jiwa dan 858 orang luka-luka. Akibatnya, sebanyak 405.584 orang terdampak dan mengungsi.
Kejadian bencana alam tersebut belum memasukkan data awan panas gunung Semeru yang belakangan terjadi. Sementara bencana alam besar yang baru-baru saja terjadi yakni gempa di Majene-Mamuju di Sulawesi Barat, dan banjir di Kalimantan Selatan.
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) menyampaikan, sepanjang 2000 sampai 2016, kerugian ekonomi langsung akibat bencana alam setiap tahunnya mencapai Rp 22,8 triliun.
Banyak infrastruktur rusak berat salah satunya disebabkan buruknya penerapan standar kegempaan. Ditambah lagi, kerusakan tersebut telah mengakibatkan akses terputus sehingga menyulitkan proses rehabilitasi dan rekonstriksi pascabencana.
Bencana alam pertama yang terjadi di awal 2021 ialah longsor di Sumedang. Kemudian berlanjut pada terjadinya sejumlah bencana alam di beberapa daerah. Mulai dari banjir, gempa bumi, hingga gunung meletus. Berikut penjelasannya;
Longsor di Sumedang, Jawa Barat
Longsor yang terjadi karena hujan tinggi melanda sumedang pada Sabtu, 9 Januari 2021.
Sebelumnya, bencana longsor pertama dilaporkan menimbun permukiman rumah penduduk dan orang di dalamnya, kemudian terjadi longsor kedua menimpa petugas yang sedang melakukan pendataan dan menanggulangi daerah yang terdampak longsor.
Salah satu penyebab longsor yang terjadi akibat adanya pelapukan sejumlah jenis bebatuan, pelapukan itu menyebabkan lolosnya air, sehingga lapisan pelapukan bebatuan bereaksi menjadi bidang yang tergelincir atau longsor. Hujan yang turun dengan intenstas yang tinggi menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah.
Kejadian ini berdampak pada korban jiwa dan materil. Hingga 15 Januari, korban tertimbun longsor diperkirakan 40 orang, 24 orang di antaranya sudah ditemukan dan 16 orang masih dalam pencarian. Terdapat luka berat tiga orang, luka ringan 22 orang, dan diperkirakan warga yang terdampak sejumlah 1.003 jiwa atau 267 KK. Terdapat 20 unit rumah yang tertimbun, lima unit rumah rusak berat, dan 51 unit rumah rusak ringan.
Banjir Bandang di Kalimantan Selatan
Banjir Bandang di Kalimantan Selatan terjadi pada Kamis, 14 Januari 2021. Greenpeace Indonesia menduga banjir bandang melanda Kalimantan Selatan lantaran Daerah Aliran Sungai (DAS) telah kehilangan sekitar 304.225 hektar tutupan hutan sepanjang 2001-2019. Sebagian besar sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.
Selain karena daya tampung air yang berkurang, deforestasi juga mendorong terjadinya krisis iklim yang bisa berpengaruh besar pada curah hujan ekstrem di musim penghujan. Dengan curah hujan tinggi dan kurangnya tampungan air, potensi banjir jadi semakin besar.
Tak hanya di Kalimantan, dampaknya juga terasa dalam skala nasional lantaran penurunan luasan tutupan hutan konsisten terjadi di berbagai daerah.
Sebelumnya, banjir terjadi di sejumlah daerah di Kalimantan Selatan. Ada 10 kabupaten/kota yang terdampak pada Minggu 17 Januari 2021 Jumlah pengungsi mencapai 112.709 jiwa lantaran 27.111 rumah terendam banjir.
Data sementara yang dihimpun BNPB, korban meninggal dunia sebanyak 15 orang. Sebanyak 7 orang di antaranya dari Kabupaten Tanah, 3 orang dari Kabupaten Hulu Sungai, 1 orang dari Kota Banjar Baru, 1 orang dari Kabupaten Tapin dan, 3 orang dari Kabupaten Banjar.
Gempa Bumi Majene-Mamuju Sulawesi Barat
Gempa Bumi dengan kekuatan 6,2 skala richter melanda Majene Mamuju, Jumat-Sabtu, 15-16 Januari 2021. Gempa bumi tektonik yang mengguncang wilayah Majene-Mamuju Sulawesi Barat in, merupakan jenis gempa kerak dangkal atau shallow crustal earthquake yang diakibatkan adanya aktivitas sesar aktif.
Kerugian akibat rangkaian gempa Mamuju dan Majene di Sulawesi Barat mencapai Rp 49 miliar–Rp 90 miliar, sedangkan total eksposur industri asuransi umum di wilayah terdampak mencapai Rp 925,7 miliar.
Proyeksi kerugian itu diperoleh berdasarkan hasil awal simulasi Maipark Catastrophe Modelling (MCM) terhadap kejadian gempa di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, Jumat, 15 Januari 2020. Permodelan dilakukan di wilayah-wilayah yang mengalami intensitas guncangan kuat, khususnya Majene sebagai episenter gempa dengan nilai Modified Mercalli Intensity (skala MMI) VII atau maksimum.
Gunung Semeru Meletus di Jawa Timur
Gunung Semeru yang terletak di wilayah Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Jawa Timur erupsi pada Sabtu 16 Januari 2021. Saat kejadian, Gunung Semeru mengeluarkan awan panas guguran (APG) sejauh 4,5 kilometer. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana dan Geologi ( PVMBG), guguran awan panas (APG) sudah terjadi sejak 1 Januari 2021.
Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, serta potensi ancaman bahaya nya, maka tingkat aktivitas Gunung Semeru masih ditetapkan pada Level II (Waspada).
Dalam status Level II (Waspada), diimbau agar masyarakat, pengunjung, wisatawan tidak beraktivitas dalam radius 1 kilometer dari kawah atau puncak Gunung Semeru dan jarak 4 kilometer arah bukaan kawah di sektor selatan-tenggara. PVMBG juga mengimbau untuk mewaspadai awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru.
Banjir dan Tanah Longsor di Manado, Sulawesi Utara
Banjir dan tanah longsor terjadi akibat hujan dengan intensitas tinggi, Sabtu 16 Januari 2021.
Banjir dan tanah longsor menerjang usai Manado dihantui cuaca ekstrem. Tanah Longsor terjadi di sejumlah titik di Manado yaitu Kelurahan Paal IV Perkamil, Malalayang, Ranotana Weru, dan Kelurahan Kombos Timur.
Peristiwa ini menyebabkan lima orang meninggal dunia, satu orang hilang masih dalam pencarian serta 500 jiwa mengungsi yang masih dalam proses pendataan.
Rumah warga yang mengalami kerusakan berat sebanyak 3.702, sedang 1.971, rusak ringan 4.073, sedangkan rumah ibadah, gedung gereja mencapai 31 bangunan, di mana masjid berjumlah 28, dan empat bangunan Klenteng.
Banjir bandang dan tanah longsor di Manado, Sulawesi Utara mengakibatkan kerugian materi yang tidak sedikit. Dalam taksiran sementara, akibat bencana alam itu kerugian mencapai Rp 1,8 triliun.
1 Komentar