Readtimes.id– Ekonomi Indonesia diprediksi belum bisa tumbuh di angka 8 persen dalam jangka waktu dua atau tiga tahun ke depan. Hal ini karena fundamental atau dasar ekonomi Indonesia belum cukup kuat.
Pakar Ekonomi Universitas Hasanuddin, Agussalim, mengatakan hal ini berangkat dari analisa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 yang masih berada di angka 4,95 persen pada triwulan III dan naik menyentuh angka 5 persen karena ada Pilkada serentak, dan berpotensi akan tetap berada di angka itu karena beberapa alasan.
Pertama, adalah terjadinya deindustrialisasi atau penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap pendapatan nasional dan penurunan jumlah pekerja manufaktur yang tengah melanda Indonesia.
“Kita tentu tidak pernah membayangkan bagaimana perusahaan tekstil RI sebesar Sritex yang sangat ekspansif itu atau pun merek dagang seperti Bata bisa tutup, ” ujar Agussalim memberi contoh dalam dialog akhir tahun Readtimes dengan tajuk Ekonomi Indonesia Pasca Tahun Politik pada, Rabu (11/12/2024)
Dia mengungkapkan jika ini berlangsung terus menerus tentu akan berkontribusi pada rendahnya penyerapan angka tenaga kerja dan rendahnya pendapatan nasional dalam sektor manufaktur.
” Ketiga adalah kelas menengah kita menurun, ” ujar dosen Ekonomi Universitas Hasanuddin ini.
Hal ini bisa diakibatkan karena terjadi inflasi sehingga garis kemiskinan naik yang menyebabkan para kelas menengah ini jatuh ke bawah.
Selanjutnya adalah kemampuan fiskal yang rendah yang sulit untuk digunakan dalam menggerakkan perekonomian di Indonesia
” Kita punya APBN 3 ribu triliun. Itu dipotong untuk membayar hutang luar negeri, bunga ditambah cicilan itu 800 triliun lebih, kemudian perlindungan sosial dan subsidi hampir 500,hingga menyisakan 700 triliun untuk menggerakkan perekonomian Indonesia dengan wilayah dan jumlah penduduk yang besar, apakah itu cukup ? , “kata Agussalim.
Menurut Agussalim ruang fiskal yang sempit ini membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi rendah.
Selanjutnya adalah investasi dalam negeri menurun. Menurutnya karena inflasi tinggi berdampak pada naiknya suku bunga sehingga orang Indonesia tidak lagi melakukan investasi dalam negeri.
” Begitu pula menurunnya jumlah kelas menengah seperti yang saya singgung di awal juga memicu rendahnya angka investasi dalam negeri, ” ujar Agussalim.
Dia mengungkapkan bahwa janji politik presiden Prabowo untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga di angka 8 persen memang realistis, namun itu semua dapat tercapai jika sejumlah persoalan di atas telah diselesaikan.
Editor: Ramdha Mawadda
Tambahkan Komentar