Readtimes.id- Kita tidak tahu kapan pandemi akan berakhir. Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), potensi krisis pangan di masa pandemi akan mengancam dunia, termasuk Indonesia.
Pemerintah mengalokasikan dana sebesar 104,2 triliun untuk anggaran ketahanan pangan di tahun 2021. Anggaran ini untuk mendorong produktivitas komoditas pangan yaitu membangun sarana dan prasarana serta penggunaan teknologi. Revitalisasi sistem pangan nasional dengan memperkuat korporasi antara petani, nelayan serta jalur distribusinya.
Selain sandang dan papan, pangan menjadi perhatian khusus, sebab merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Inovasi pangan juga tengah digalakkan untuk mencapai diverifikasi pangan, dengan begitu ketahanan pangan Indonesia tidak bergantung pada satu komoditas saja.
Pengaruh pandemi Covid-19 terhadap ketahanan pangan dan status gizi sangatlah signifikan. Sebanyak 820 penduduk dunia diperkirakan tidur dalam kondisi kelaparan setiap malam sebelum pandemi. Sekarang, estimasi tersebut bertambah dengan 130 juta penduduk mungkin mengalami krisis pangan karena pandemi, dan diprediksi 135 juta penduduk juga berada di ambang kelaparan.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan negara-negara berkembang menghadapi masalah yang jauh lebih serius. Petani tidak dapat menjual hasil panen dan bahan pangan, sehingga membusuk dengan sia-sia karena saluran pemasaran yang terganggu.
Kondisi ini mengancam 500 juta rakyat diseluruh dunia dan miliaran penduduk dunia yang mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan. Bahan pangan yang berharga akan terbuang sia-sia.
Rilis terbaru Global Hunger Index 2020 menunjukkan adanya perbaikan nilai indeks yang dimiliki Indonesia menjadi 19,1 dari kategori “serius” menjadi kategori “moderat”. Posisi Indonesia berada di peringkat 70 dari 107 negara di bawah skor indeks Vietnam dan Filipina.
Namun, ketahanan pangan secara nasional sedang menghadapi tantangan resesi ekonomi dengan berkurangnya pendapatan masyarakat karena adanya penurunan aktivitas usaha produktif, dan meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.
Survei, antara lain oleh Nielsen dan McKinsey (2020) mengemukakan, tatkala pendapatan menurun dan akses makin terbatas, konsumen mengalihkan kebiasaan makan di luar menjadi memasak di rumah. Sebanyak 49% konsumen kini lebih sering memasak di rumah. Pengeluaran makan di luar rumah kini beralih untuk berbelanja bahan makanan untuk dimasak sendiri.
Pilihan belanja beragam: pesan lewat online atau ke supermarket. Pola belanja pangan kian selektif. Mereka berbelanja bukan lagi karena dorongan keinginan atau berat tubuh ideal, tapi lantaran kebutuhan kesehatan.
Belanja pangan sumber protein, lemak, buah, sayuran dan produkproduk segar naik drastis. Belanja telur naik 26%, daging 19%, daging unggas 25%, serta buah dan sayur 8%. Belanja rempah seperti jahe, kunyit dan lainnya serta minuman herbal yang diyakini menaikkan imunitas tubuh juga naik drastis.
Masa pandemi, banyak pengusaha tidak bisa menjalankan bisnisnya. Berkurangnya aktivitas masyarakat seperti hajatan, perkumpulan, dan kegiatan lain yang biasanya membutuhkan konsumsi besar saat ini tidak ada lagi. Sehingga permintaan terhadap bahan pangan menurun. Bahkan banyak usaha kuliner yang tutup sehingga terjadi over supply ketika panen raya.
Hal ini para petani perlu menyesuaikan keadaan di tengah pandemi terutama kondisi pasar. Beberapa komoditas yang mungkin berkurang permintaannya perlu digantikan dengan komoditas yang prospek pasarnya lebih baik.
Seperti misalnya petani hidroponik aneka selada yang awalnya segmen pasarnya hotel, restoran dan mall yang saat ini berkurang prospeknya, dapat beralih menjadi petani kangkung atau sawi yang pasarnya masih bagus karena segmen pasarnya adalah semua kalangan.
Platform-platform pemasaran komoditas pertanian online dapat dimanfaatkan untuk membantu petani dalam memasarkan hasil panennya. Kemudahan akses petani terhadap faktor produksi sperti pupuk, benih dan saluran irigasi harus tetap terjamin.
Manajemen cadangan pangan darurat di tengah darurat Covid-19 saat ini, sesungguhnya bahan makanan harus tersedia dengan jumlah dan mutu yang baik serta harga terjangkau.
Dalam rangka mewujudkan sistem ketahanan pangan, koperasi agribisnis perlu melakukan revitalisasi peran dan fungsinya.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh koperasi agribisnis agar ketahanan pangan dapat tercapai antara lain: Melakukan revitalisasi dan konsolidasi internal. Saat ini kepercayaan masyarakat terhadap Koperasi menurun, seiring kebijakan pemerintah terhadap koperasi yang tidak konsisten dan karena kelemahan manajemen koperasi itu sendiri.
Beberapa institusi yang kredibel juga sudah memberikan sejumlah saran. Institut Pertanian Bogor (IPB) misalnya, dalam siaran pers pada 10 Juni 2020 memberikan beberapa alternatif, seperti pertanian modern, regenerasi petani dengan melibatkan kalangan milenial dan sebagainya. Kalangan lain mengajukan alternatif lain, seperti memasyarakatkan urban farming.
Tambahkan Komentar