Readtimes.id- Stunting adalah gangguan pertumbuhan fisik dan pertumbuhan otak pada anak akibat kurangnya asupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan. Minimnya asupan gizi seimbang pada periode ini dapat mengancam kualitas hidup anak setelah dewasa. Stunting sering disalah artikan dengan perawakan pendek, bahkan ada yang menyamakan dengan kerdil.
Kekurangan asupan gizi mengakibatkan anak mudah sakit, postur tubuh tidak maksimal, dan kemampuan kognitif berkurang. Stunting belum tentu bertubuh pendek, stunting dan pendek berbeda. Stunting apabila tinggi badan dibawah dua standar deviasi pada kurva tinggi menurut usia WHO. Stunting dikaitkan dengan malnutrisi atau penyakit kronik.
Seorang anak dikatakan stunting jika panjang badannya kurang dari 100 cm dengan bobot tubuh kurang dari 12kg hingga 13 kg pada umur 2 tahun. Diatas 2 tahun faktor genetik mulai berperan. Stunting menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga anak akan menjadi rentan terkena penyakit. Perkembangan otak dan fisik menjadi terhambat
Sebaiknya rutin periksakan anak ke Puskesmas terdekat atau melakukan kontrol ke dokter spesalis anak. Orangtua sebaiknya rutin mengontrol bayinya setiap bulan untuk di vaksinasi, melihat perkembangan berat badan dan tinggi badan. Apabila berat badannya cenderung datar dan tinggi badannya tidak akan bertambah secara signifikan itu akan terjadi stunting. Karena adanya kondisi pemberian nutrisi yang tidak bagus sejak awal.
Data kementrian Kesehatan pada 2018 menyebutkan, 3 dari 10 anak Indonesia bertubuh pendek. Berdasarkan standar WHO, total persentase anak stunting di suatu negara maksimal 20 persen. Riset Kesehatan Dasar 2013, angka balita stunting di Indonedia mencapai 37,2 persen.
Menurun pada tahun 2019, hasil survei Gizi Balita Inonesia (SSGBI) yang dilakukan Kementrian Kesehatan menunjukkan 27,67% balita mengalami stunting.
Apabila anak tersebut sudah diagnosis stunting akan berdampak pada seluruh organ tubuhnya terutama untuk pertumbuhan otaknya. Penyebab stunting karena faktor pendidikan, ekonomi, sosial, dan fasilitas kesehatan.
Langkah pecegahan stunting sangat perlu dilakukan. Selengkapnya berikut dirangkum sejumlah sumber dilaman Kementrian Kesehatan.
Hal pertama yang diperhatikan adalah memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, merupakan tindakan relatif ampuh mencegah stunting.
Lembaga kesehatan Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat dan bergizi serta suplemen atas anjuran dokter. Rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan.
Kedua, Beri ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan. Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro.
Oleh karena itu, ibu disarankan untuk tetap memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada sang buah hati. Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.
Ketiga, dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat. Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting.
WHO pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu dengan dokter.
Keempat, terus memantau tumbuh kembang anak. Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya.
Kelima, selalu jaga kebersihan lingkungan. Anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan peluang stunting.
Studi yang dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Tambahkan Komentar