Readtimes.id- Bulan lalu pemerintah lewat Kementerian Keuangan menyampaikan akan kembali menjalankan program pengampunan atau amnesti pajak jilid dua. Program bagi para wajib pajak yang tidak patuh, di luar dan di dalam negeri, yaitu pengungkapan aset sukarela dengan tarif Pajak Penghasilan Final bagi kalangan berpenghasilan tinggi .
Kini, pemerintah juga berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sektor barang kebutuhan pokok rakyat (sembako). Aturan ini tertuang lewat revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), termasuk rencana penerapan pajak terhadap jasa pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sembako yang menuai polemik di tenggah-tengah publik.
Menaggapi perdebatan tersebut, Gufran Ahmad selaku ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Palu menyampaikan kepada readtimes.id bahwa pemerintah saat ini sudah panik.
“Segala sumber pendapatan negara sampai urusan sembako dikenakan PPN, padahal kebutuhan bahan pokok pasti melibatkan kepentingan masyarakat miskin yang jumlahnya bisa mencapai 28 juta orang dan mereka harus kena pajak,” ujarnya.
Gufran juga menekankan, jika ingin meningkatkan pendapatan negara, maka pemerintah lebih baik berfokus pada penunggak-penunggak pajak besar dan melakukan penghematan di beberapa sektor yang tidak efisien. Misal, proyek infrastruktur yang tidak terlalu urgen, pemotongan gaji para direksi BUMN dan memaksimalkan sumber pendapatan lain yang tidak membebani langsung masyarakat bawah.
Bukan sebaliknya, malah memberikan pengampunan bagi para penunggak pajak dan justru membebani masyarakat dengan PPN sembako, termasuk PPN bagi pendidikan yang berurusan dengan kepentingan orang banyak.
Pemerintah sendiri lewat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Kamis (10/6) menegaskan, sampai kini draf Revisi UU KUP masih dalam tahap revisi namun sudah bocor ke publik. Sri Mulyani memastikan pemerintah masih akan fokus memulihkan perekonomian akibat pandemi Covid19.
“Situasinya menjadi agak kikuk karena ternyata kemudian dokumennya keluar, karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga. Yang keluar sepotong-sepotong,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari kantor berita Antara (10/6).
Menteri keuangan justru menyoroti kebocoran draf undang-undang tersebut yang akhirnya menimbulkan kegaduhan publik. “Dari sisi etika politik, kami belum bisa menjelaskan sebelum ini dibahas. Karena ini adalah dokumen publik yang kami sampaikan kepada DPR melalui Surat Presiden”, jelas Sri Mulyani.
Penolakan PPN Sembako dan Pendidikan Meluas
Gelombang penolakan PPN sembako kini semakin meluas, termasuk datang dari sejumlah fraksi di DPR. Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI Ahmad Muzani meminta pemerintah sebaiknya berpikir ulang apabila ingin mengenakan pajak sembako. Menurutnya, rencana penerapan pajak terhadap jasa pelayanan kesehatan, pendidikan, dan beberapa sembako karena justru semakin membuat rakyat susah.
“Kami sangat mengerti situasi keuangan negara yang sedang berat, apalagi dalam situasi seperti pandemi sekarang ini yang menyebabkan target pajak tidak tercapai, sehingga penerimaan negara defisit,” kata Muzani dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (Antara; 13/6).
Bagi Muzani, apabila jalan keluar atas situasi keuangan negara dengan menetapkan pajak barang-barang kebutuhan pokok rakyat dan kegiatan-kegiatan riil masyarakat, seperti beras, gula, garam, ikan, daging, sayur mayur dan juga pelayanan kesehatan dan pendidikan, itu justru semakin membebani rakyat.
Muzani menyarankan pemerintah menerapkan objek pajak baru terhadap kegiatan atau barang yang bukan menjadi prioritas kebutuhan rakyat. Misalnya menerapkan objek pajak terhadap aktivitas pertambangan, perkebunan, dan korporasi lainnya yang harusnya menjadi sumber pendapatan negara.
Kegaduhan akan isu pengenaan pajak sembako juga ditanggapi sejumlah kepala daerah, termasuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ia menyampaikan sebaiknya pemerintah dan Kemenkeu ataupun DPR bisa segera melakukan klarifikasi atas berita yang beredar.
Menurut Ganjar, klarifikasi itu penting agar tidak muncul gambaran atau anggapan masyarakat bahwa semuanya akan dikenai pajak serta segera diterapkan. Apalagi, lanjut dia, informasi yang beredar di masyarakat saat ini menyebutkan seolah-olah RUU PPN sembako ini sudah dibahas dan akan selesai.
3 Komentar