Readtimes.id– Achraf Hakimi berjalan perlahan menuju kotak penalti. Tanpa ragu, ia melangkah dengan tenang untuk menjadi algojo keempat Maroko. Di sisi seberang, Unai Simon berdiri dengan badan tinggi menjulang seakan memenuhi gawang yang menjadi target Achraf Hakimi. Alih-alih ciut, Hakimi mengambil ancang-ancang dan melepas tendangan mendatar ke tengah gawang, Maroko menang.
Para pemain Maroko seketika berlari menuju Hakimi yang berselebrasi dengan gaya penguin khasnya. Para pendukung “Singa Atlas” bersorak keras menyambut kemenangan ini.
Maroko jadi negara Afrika keempat yang lolos 8 besar piala dunia setelah Kamerun, Senegal, dan Ghana. Kini, Hakim Ziyech dan kolega bukan sekadar mewakili negeri Al Maghribi, tetapi segenap benua Afrika.
Setelah pertandingan, Yassine Bounou, kiper Maroko diberikan gelar sebagai pemain terbaik pada laga tersebut. Ia memang berhasil menggagalkan sejumlah peluang Spanyol di depan gawangnya, tetapi, dua penyelematannya pada masa adu penalti lah yang membuatnya pantas atas gelar tersebut.
Meski tidak punya nama setenar kompatriotnya, Achraf Hakimi dan Hakim Ziyech, pemain yang sering disapa Bono ini bukanlah pemain yang bisa dipandang sebelah mata. Statusnya sebagai kiper tim La Liga, Sevilla, menjadi bukti kehebatan kiper dengan postur 195 cm ini.
Apalagi, ia juga punya kemampuan menahan penalti yang terbilang bagus dengan 26 persen penyelamatan ketika berhadapan dengan penalti, berbanding 21,4 persen penyelamatan yang dilakukan Unai Simon, kiper Spanyol.
Di sisi tim kalah, sang kiper, Unai Simon bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Ia bahkan masih bisa menyelamatkan bola dari eksekusi Badr Banoun. Sayangnya, di tiga tendangan Maroko lainnya, ia berhasil diperdaya oleh para eksekutor tim “Singa Atlas”. Di sisi lain, tiga eksekutor dari tim “La Furia Roja” terlihat tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk menjadi algojo.
Kurang siapnya Pablo Sarabia, Carlos Soler, dan Sergio Busquets dapat terlihat dari kegagalan mereka dalam mengambil penalti. Alih-alih melakukan gerak tipu seperti eksekutor tim lawan, ketiganya malah terlalu fokus untuk membidik titik yang sulit dijangkau. Alhasil, tendangan yang dihasilkan mereka menjadi lemah dan mudah untuk diselamatkan kiper. Meski sejatinya, bola tendangan Sarabia dimentahkan tiang gawang, alih-alih dapat dijangkau oleh Bono.
Kurang siapnya eksekutor Spanyol seakan mengulang kembali kesalahan yang digunakan oleh para penendang penalti dari Jepang saat adu penalti melawan Kroasia pada laga sebelumnya.
Ketiga penendang yang gagal, Takumi Minamino, Kaoru Mitoma, dan Maya Yoshida terlalu fokus dalam membidik kemana bola akan diarahkan. Meski hal tersebut dilakukan untuk menghindari jangkauan kiper, nyatanya bidikan akurat bukanlah jaminan sebuah tendangan penalti akan berhasil.
Setidaknya, ada tiga aspek yang harus disiapkan oleh seorang algojo tendangan penalti, yaitu mental, akurasi, dan teknik menendang. Kehadiran tiga elemen tersebut menjadikan pemain seperti Bruno Fernandes, Cristiano Ronaldo, dan Jorginho jadi eksekutor tendangan yang tajam.
Pada dua adu penalti yang terjadi di piala dunia sejauh ini, perkara mental penendang Timnas Jepang dan Spanyol memegang peranan krusial. Takumi Minamino yang jadi eksekutor pertama Jepang memang bukanlah sosok yang terbiasa di posisi tersebut. Kegagalannya pada akhirnya memberi tekanan kepada Mitoma dan Yoshida yang maju setelahnya.
Kasus berbeda terjadi di kubu Spanyol, walau berstatus sebagai pemain yang lebih baik secara individu, Pablo Sarabia, Carlos Soler, dan Sergio Busquets terpaksa berhadapan dengan teror yang diberikan Bono lewat gerakan tubuhnya yang jelas dapat mengganggu konsentrasi mereka.
Setelah mental yang kuat terpenuhi, maka dua elemen lain seperti akurasi dan teknik adalah dua hal yang dapat diasah ketika latihan. Sayangnya, Jepang dan Spanyol seakan tidak mempersiapkan diri untuk itu. Pasalnya, dari penempatan bola yang dilakukan para eksekutor gagal Jepang, mereka malah menempatkan bola ke sisi gawang bagian bawah, titik yang pasti bakal dituju kiper karena arah jatuh kiper yang mengarah ke bawah. Dikombinasikan dengan lemahnya tendangan yang dilakukan, eksekusi yang dilakukan pun akan jadi mudah diselamatkan oleh kiper ketika bergerak ke arah yang sama.
Pada akhirnya, babak tendangan penalti bukanlah semata-mata tentang keberuntungan. Perlu dilakukan persiapan matang untuk menghadapinya, seperti yang dilakukan Timnas Rusia saat melawan Spanyol di babak 16 besar Piala Dunia 2018. Apalagi, di era sepak bola yang sudah sangat taktis seperti sekarang, adu penalti tentunya bisa jadi salah satu opsi untuk meraih kemenangan pada babak gugur.
Editor: Ramdha Mawaddha
38 Komentar