RT - readtimes.id

Bintang Padam di Vietnam

Readtimes.id- SEA Games 2021 memang telah usai, tetapi masih banyak cerita yang bersisa dari ajang dua tahunan di wilayah Asia Tenggara tersebut. Salah satunya soal atlet yang semula dijadwalkan berangkat, mesti menerima fakta mereka batal berlaga karena sejumlah pertimbangan.

Tahun ini, Indonesia hanya mengirim 499 total atlet ke Hanoi, sekitar setengah dari pelaksanaan di Filipina dengan 837 atlet. Salah satu pertimbangan yang mendasari pembatasan atlet adalah potensi mendulang medali. Hal tersebut segera terlihat dari bagaimana persentase medali yang diperoleh jika dibandingkan dengan jumlah atlet yang dikirim.

Setidaknya, Indonesia pada SEA Games 2021 kali ini sukses mengumpulkan 241 total medali dengan rincian 69 emas, 91 perak, dan 81 perunggu. Jumlah tersebut memang berkurang dari penyelenggaraan sebelumnya. Namun, secara rasio jumlah atlet dengan medali, keikutsertaan kali ini merupakan yang paling efektif, setidaknya dalam 10 tahun terakhir, termasuk saat Indonesia menjadi juara umum pada 2011 lalu. Total, 48,29% dari keseluruhan atlet yang dikirim, berhasil membawa pulang medali.

Meski punya rasio medali yang terbilang efektif, nyatanya ada beberapa cabang yang diprediksi bakal peroleh medali, namun urung mendapatkannya. Ekspektasi tersebut tidak lain disebabkan oleh nama besar yang dimiliki atlet yang berpartisipasi pada nomor tersebut.

Baca juga: Dari Sulsel untuk Sepak Takraw

Meski demikian, tidak semua atlet unggulan tersebut berhasil memberikan performa terbaik dan tidak berujung pada medali. Kegagalan mereka bisa saja disebabkan banyak hal, baik karena cedera, performa yang sedang menurun, atau hal-hal lain.

Salah satu yang cukup mengecewakan adalah lifter putri Windy Cantika Aisah. Sang peraih medali perunggu Olimpiade Tokyo tersebut gagal mempertahankan status medali emas yang didapatkan pada gelaran sebelumnya meski sebelumnya ia jadi yang terbaik di Kejuaraan Dunia Junior di Yunani. Cedera tulang kering dan pinggul membuat performa lifter kelahiran 2002 tersebut tidak maksimal.

Setali tiga uang dengan Windy, Lalu Muhammad Zohri juga gagal mengoleksi medali dengan alasan serupa. Cedera hamstring yang didapatnya pada Maret lalu membuat performanya tidak maksimal dan hanya mampu finis di urutan keempat pada nomor 100 meter putra.

Sebagai atlet unggulan dan punya nama besar, Windy dan Lalu tentu punya tekanan sendiri untuk bisa tampil maksimal pada gelaran SEA Games. Ditambah status mereka sebagai olimpian, ekspektasi untuk mereka tentunya juga berbanding lurus dengan kemampuan yang mereka miliki. Rasa kecewa tidak hanya menjadi miliki para suporter, namun juga dua atlet tersebut. Pasalnya, usaha yang telah mereka keluarkan dan waktu yang telah dicurahkan, urung berbuah medali.

Baca juga: Mengangkat Beban, Mengangkat Nama Negara

Perasaan kecewa tentunya juga dirasakan iI Gede Siman Sudartawa. Statusnya sebagai pemilik 6 medali emas di 4 keikutsertaannya tentu saja membuatnya dibebani target emas. Alih-alih berada di podium tertinggi pada nomor renang gaya punggung, perenang 27 tahun hanya sanggup berikan medali perunggu di nomor 50 meter.

Jika Siman masih bisa sumbang medali, Edgar Xavier Marvelo malah gagal menyumbang satu pun medali untuk tim wushu Indonesia. Berstatus sebagai juara dunia 2019, atlet 23 tahun itu tidak mampu tunjukkan performa terbaiknya. Pun demikian dengan Puspa Arum Sari juga gagal persembahkan medali pencak silat.

Bukan hanya Puspa, pencak silat juga jadi salah satu cabang olahraga yang punya beban tinggi dengan target empat bebas. Sayangnya, 21 atlet yang tergabung dalam tim pencak silat Indonesia hanya sanggup menyumbang 2 emas, 3 perak, dan 2 perunggu.

Hasil yang sama mengecewakannya juga ditunjukkan tim bulutangkis putra Indonesia. Berstatus sebagai nomor yang seringkali didominasi Indonesia, bulutangkis beregu putra hanya bisa memberi perunggu. Padahal, Indonesia berstatus sebagai penguasa nomor tersebut selama 6 kali penyelenggaraan.

Baca juga: Kesempatan di Balik Kekalahan

Performa yang paling disorot tentu saja adalah tunggal putra Indonesia yang sedang mengalami permasalahan, berbeda dengan ganda putra yang selalu jadi tumpuan dan garansi prestasi.

Layaknya kehidupan yang selalu punya dua sisi, para atlet juga selalu berjalan di atas dua kemungkinan, dapat berprestasi atau tidak. Menjadi atlet tentu saja bukanlah perkara yang mudah, ada banyak hal yang harus dikorbankan. Karenanya, ketimbang para suporter, para atlet tentu saja merasakan kekecewaan yang jauh lebih mendalam.

Kegagalan kali ini sudah seharusnya menjadi bahan evaluasi. Bukan hanya para atlet yang harus bekerja keras untuk mengembalikan performanya, tapi juga pihak-pihak yang terlibat juga sepatutnya bisa membantu para atlet agar bisa bangkit dari keterpurukan dan kembali dengan penampilan terbaiknya.

Editor: Ramdha Mawaddha

Jabal Rachmat Hidayatullah

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: