Readtimes.id — Perkembangan teknologi internet yang berhasil menciptakan keterbukaan akses informasi untuk siapapun, telah berhasil merubah segala bentuk interaksi antar individu.
Tak ayal ruang cyber menjelma menjadi ruang publik baru bagi masyarakat untuk secara bebas mengutarakan pendapat, baik berupa dukungan atau kritik .
Hal ini yang kemudian lantas dimanfaat oleh sosok -sosok informal untuk menciptakan sebuah narasi khusus yang sifatnya mampu menggiring wacana publik.
Bersembunyi di balik akun yang tak memiliki kejelasan identitas dengan jumlah yang tak bisa dibilang sedikit mereka hadir secara tak kasat mata. Itulah mereka para pendengung atau lebih dikenal dengan istilah buzzer.
Tercatat sebagai negara pengguna media sosial aktif dengan angka 160 juta bila merujuk pada perekembangan data terbaru dari Hootsuite, Indonesia menjadi salah satu negara yang tak luput dari praktik buzzer ini.
Hal ini dapat dilihat melalui data penelitian Universitas Oxford dengan judul The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation yang disebutkan oleh Katadata.co.id
Dari hasil penelitan Oxford, 87% negara menggunakan akun manusia, 80% akun bot, 11% akun cyborg, dan 7% menggunakan akun yang diretas. Di Indonesia sendiri, pasukan cyber secara umum menggunakan akun bot dan yang dikelola manusia.
Dengan kemampuan mempelajari algoritma media sosial serta pola interaksi para penggunanya, mereka mampu membuat sebuah narasi yang trending bahkan memengaruhi arah kebijakan publik
Revisi UU KPK pada tahun 2019 lalu misalnya tak dapat dilepaskan dari kerja para buzzer di media sosial yang memanfaatkan isu taliban dalam tubuh KPK sebagai narasi tandingan untuk melawan kelompok masyarakat yang kontra akan revisi UU Badan anti rasuah itu.
Hal ini yang kemudian berhasil membuat sebagian publik ragu terhadap KPK dan menyetujui agar revisi segera disahkan.
Selanjutnya adalah pengesahan RUU Cipta Kerja yang juga tak luput dari dukungan para buzzer di sosial media. Dengan membuat tagar #MudahDapatKerja yang menjadi trending di Topic di Twitter menjelang dan pasca disahkannnya RUU Ciptaker, para masyarakat lagi-lagi dibuat yakin bahwa undang-undang tersebut akan mensejahterakan mereka dan mudah mendapatkan lapangan pekerjaan.
Lebih jauh dari itu ada pula tagar #TaatProkesSaatPilkada merupakan narasi dominan yang ada di Twitter menjelang pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 yang di lapangan terkesan terlalu dipaksakan dan berdampak pada penyelenggara juga peserta pemilu. Dimana 11 Kepala Daerah terpilih meninggal dunia dan beberapa tenaga penyelanggara juga dinyakatakan positif Covid-19.
Harus diakui kehadirannya tak dipungkiri sebagai sesuatu yang niscaya di tengah keterbukaan arus informasi, namun kembali lagi pada hakikat demokrasi yang menghargai perbedaan pandang, maka tak selayaknya jika mereka dijadikan satu-satunya sumber referensi untuk menentukan kebijakan publik bangsa ini.
3 Komentar