Readtimes.id– Ketidakpastian jadwal Pemilu tidak lantas membuat partai politik berhenti bermanuver. Belakangan aksi lempar nama calon Presiden semakin santer dilakukan.
Sebut saja partai Gerindra yang belum lama ini nampak mantap mengusung Ketua Umumnya, Prabowo Subianto untuk kembali maju berlaga di bursa Pilpres 2024. Hal ini seperti yang disampaikan Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani.
“Saya katakan, 2024 Pak Prabowo Insya Allah akan maju dalam laga Pilpres. Majunya beliau karena begitu masifnya permintaan kita semua, besar harapan rakyat, pembangunan harus berlanjut, cita-cita kita berpartai belum terwujud,” terangnya saat menghadiri Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) DPD Gerindra Sulawesi Selatan pada Sabtu (9/10).
Sementara itu ada pula partai Golkar, yang sejak Agustus lalu juga terang-terangan mengenalkan Ketua Umum Airlangga Hartatarto sebagai calon Presiden. Dengan mengusung jargon “Kerja untuk Indonesia”, Golkar memasang sejumlah baliho Airlangga di sejumlah daerah.
Begitu pula dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang nampak terang-terangan mengusung sang Ketua Umum Muhaimin Iskandar. Partai yang berhasil “menokohkan” mantan Presiden Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid ini, kini juga membuka peluang untuk dapat berkoalisi dengan Gerindra.
Sementara itu partai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) belakangan mengaku masih menunggu keputusan dari Megawati untuk mendeklarasikan calonnya,meskipun baliho Puan Maharani juga tersebar di beberapa daerah hingga luar pulau Jawa menandingi baliho Airlangga.
Hal ini menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh partai politik untuk memberi informasi awal sosok alternatif calon Presiden. Seperti yang diungkapkan pakar komunikasi politik Universitas Hasanuddin, Hasrullah kepada readtimes.id.
Kendati demikian, menurutnya penting kemudian untuk partai politik tidak hanya asal lempar nama tanpa memperhitungkan rekam jejak sosok yang pantas diusung menjadi pertimbangan publik.
“Sudah selayaknya partai politik tidak lagi mencemari wacana ruang publik dengan mendeklarasikan sosok-sosok yang sebenarnya tidak layak untuk maju menjadi pemimpin negara ini, apalagi diperhitungkan,” terangnya.
Urgensi Media
Dalam situasi ini, yang tidak kalah penting menurutnya untuk mengimbangi itu semua adalah pemberitaan media. Seharusnya, tambah Hasrullah, media bisa memberikan edukasi publik dengan menghadirkan informasi berimbang dan lengkap tentang sosok yang diusung partai ini, dan tidak berfokus pada sosok yang jelas secara rekam jejak memang tidak memenuhi kriteria.
“Inilah pentingnya proses gatekeeping dalam media, mana yang pantas dimunculkan dan tidak,” tambahnya.
Hal ini penting mengingat dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) bersama sejumlah universitas serta KITLV Leiden menuliskan bahwa para politisi senior hari ini juga menggunakan pasukan siber atau pendengung untuk membela kepentingan mereka menyoal kebijakan yang tengah dibentuk atau menaikkan popularitas mereka.
Menjadi problematik ketika media arus utama justru terjebak dalam pusaran wacana yang dibuat para pendengung.
Baca Juga : Buzzer dan Pertarungan Wacana Kebijakan Publik
tersebut dengan kembali menuliskannya dengan judul-judul yang tidak kalah menarik perhatian publik untuk membacanya.
“Patut diketahui bahwa banyak pihak-pihak yang memanfaatkan era post truth ini untuk kepentingan pribadinya sehingga perlu media mengontrol itu,” terang Hasrullah lebih lanjut.
Hal yang kemudian tidak kalah penting adalah publik yang juga harus kritis dalam memahami sebuah wacana. Literasi digital atau pun media menjadi sesuatu yang mutlak perlu digencarkan agar publik bisa memilah dan memilih pemberitaan atau informasi yang patut untuk dikonsumsi dan dipercaya untuk dijadikan referensi termasuk dalam hal menentukan pemimpin masa depan negara ini.
Editor : Ramdha Mawaddha
2 Komentar