
Readtimes.id — Kasus bunuh diri mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang diduga memiliki masalah psikologi menambah panjang jumlah kasus serupa di Tanah Air.
Isu kesehatan mental di kalangan mahasiswa tak pelak menjadi hal penting untuk mendapatkan perhatian. Hal ini karena biasanya, masalah kesehatan mental menjadi faktor yang kuat seseorang melakukan aksi bunuh diri disamping faktor genetik, kultural dan ekonomi-sosial.
Merujuk pada data Kementrian Kesehatan menyebutkan bahwa Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk Indonesia berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
Selain itu melalui Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri per tahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri pada usia 10-39 tahun, yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif, termasuk mahasiswa.
Oleh karenanya tidak mengherankan jika pada riset Into the Light, komunitas pemerhati pencegahan bunuh diri, ditemukan 34,5 persen dari 284 responden mahasiswa Jakarta punya suicidal thought atau pemikiran bunuh diri. Angka ini dinilai cukup tinggi sebab satu dari tiga responden yang mengikut riset dinyatakan punya kecenderungan pemikiran bunuh diri.
Selain Jakarta, adalah Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar juga menunjukkan bahwa 6,9 persen mahasiswanya mempunyai pemikiran bunuh diri, seperti yang kemudian pernah
dirilis oleh Karl Peltzer, Supa Pengpid, dan Siyan Yi pada 2017 dalam Journal of Psychiatry.
Menyoal masalah kesehatan mental di kalangan mahasiswa, pada dasarnya juga disebabkan oleh berbagai faktor, seperti yang kemudian dijelaskan oleh psikolog klinis Marissa Meditania pada readtimes.id.
“Masalah akademik, keluarga, relasi, keuangan, dan juga beban tanggung jawab yang dialami,” terangnya.
Hal ini menurutnya bahkan bisa berlangsung hingga pascakehidupan kampus. Oleh karenanya ini menjadi penting untuk disadari sejak awal, untuk menghindari hal-hal buruk yang tidak diinginkan seperti keputusan untuk mengakhiri hidup.
Berempati
Adapun salah satu upaya untuk menyikapi seseorang yang memiliki masalah kesehatan mental adalah empati atau memvalidasi emosi yang mereka rasakan.
“Salah satunya dengan empati atau memvalidasi emosi apa yang mereka rasakan. Karena balik lagi ini adalah sesuatu yang personal dan subjektif, jadi harus hati- hati dalam mengambil tindakan,” terang Marissa.
Menurutnya, kendati tidak sampai memberikan solusi, validasi tersebut pada dasarnya mampu memberikan rasa tenang pada mereka yang tengah mempunyai masalah psikologis.
Adapun hal yang bisa dilakukan jika masalah tersebut akhirnya membuat para penderitanya tidak produktif, atau bahkan menyakiti diri sendiri pihaknya menyarankan agar konsultasi dengan profesional.
Tambahkan Komentar