Readtimes.id – Gempa kembali terjadi di Sulawesi. Kali ini gempa yang terjadi di sekitar wilayah Majene Sulawesi Barat termasuk gempa dangkal dengan pusat kedalaman 10 kilometer dari permukaan. Sejak Kamis (14/01) hingga Jumat (15/01), BMKG sudah mencatat 28 kali gempa susulan. Kekuatan seperti yang tadi terjadi dengan magnitude terkuat 5,9 dan 6,2.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) menyebutkan bahwa gempa merusak di Majene disebabkan oleh aktivitas sesar aktif Mamuju-Majene Thrust.
Gempa kedua yang saat ini dianggap sebagai gempa utama ini memiliki episenter yang tidak begitu jauh daripada gempa pertama yaitu pada koordinat 2,98 LS dan 118,94 BT, tepatnya berlokasi di darat pada jarak 6 kilometer arah Timur Laut Majene, Sulawesi Barat dengan kedalaman 10 kilometer.
Lokasi episentrum dan kedalaman hiposentrumnya, baik gempa signifikan ke-1 dan ke-2 yang terjadi merupakan jenis gempa kerak dangkal atau shallow crustal earthquake. Gempa jenis kerak dangkal ini terjadi diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif.
BMKG menganalisis gempa itu dikarenakan sesar naik Mamuju (Mamuju thrust) dan merupakan pengulangan dari dua gempa besar sebelumnya, yakni di tahun 1969 (magnitudo 6,9) dan 1984 (magnitudo 6,7). BMKG akan terus memantau aktivitas gempa yang terjadi dan dilaporkan kepada masyarakat.
Bangunan Hotel Maleo dan Kantor Gubernur Sulawesi Barat yang berada di wilayah Kabupaten Mamuju mengalami kerusakan berat akibat gempa yang pusatnya berada di sekitar enam km arah timur laut Majene.
Wilayah Majene, menurut laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), gempa memicu tanah longsor di tiga titik di sepanjang poros jalan Majene-Mamuju sehingga menyebabkan akses terputus dan mengakibatkan kerusakan 62 rumah rusak, satu puskesmas, dan bangunan Kantor Danramil Malunda.
Ahli hukum lingkungan asal Universitas Hasanuddin Makassar, Dr. Laode Muhammad Syarif, SH., LLM, saat dihubungi redaksi readtimes.id mengatakan Majene Sulawesi Barat memang termasuk dalam ring of fire, yang rentan mengalami gempa, sama dengan Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
“Olehnya itu, sebaiknya pemerintah mengingatkan kepada masyarakat, agar tetap menjaga alam supaya tidak mudah terjadi longsor ketika terjadi gempa bumi. Sebab gempa bumi itu tidak bisa diprediksi kapan terjadi,” ujarnya, Jumat (15/1/2021).
Menurut pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, gempa di Majene guncangannya dirasakan di daerah Majene dan Mamuju pada skala IV-V MMI serta Palu, Mamuju Tengah, Mamuju Utara, dan Mamasa pada skala III MMI.
Pada skala III MMI getaran gempa dirasakan nyata di dalam rumah dan terasa seperti ada truk berlalu.
Pada skala IV MMI getaran gempa pada siang hari dirasakan oleh orang banyak di dalam rumah dan beberapa orang di luar rumah serta menyebabkan gerabah pecah, jendela/pintu berderit, dan dinding berbunyi.
Getaran pada skala V MMI dirasakan oleh hampir semua penduduk, membuat banyak orang terbangun, serta menyebabkan gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar bergoyang.
Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengimbau, masyarakat yang tempat tinggalnya sudah rusak atau rusak sebagian, sebaiknya tidak menempati lagi karena jika terjadi gempa susulan signifikan dapat mengalami kerusakan yang lebih berat bahkan dapat roboh.
Masyarakat perlu waspada dengan kawasan perbukitan dengan tebing curam karena gempa susulan signifikan dapat memicu longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rock fall). Apalagi saat ini musim hujan yang dapat memudahkan terjadinya proses longsoran karena kondisi tanah lereng perbukitan basah dan labil.
Masyarakat juga diminta untuk tidak percaya berita bohong (hoax) mengenai prediksi dan ramalan gempa yang akan terjadi dengan kekuatan lebih besar dan akan terjadi tsunami.
Tambahkan Komentar