Readtimes.id– Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat tidak hanya menjadi momentum memperbaiki undang-undang inisiatif pemerintah tersebut, melainkan juga momentum evaluasi kinerja Dewan Perwakilan Rakyat.
Hal ini tidak lain dengan adanya putusan MK tersebut, DPR secara tidak langsung terbukti tidak melakukan pengawasan atau bahkan turut memastikan bahwa pembentukan undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah tersebut telah melalui prosedur yang benar.
Seperti diketahui ini bukan kali pertama status inkonstitusional bersyarat dikeluarkan oleh MK pada produk perundang-undangan yang disusun pemerintah dan DPR. Sebelumnya ada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 53 yang juga dinyatakan inkonstitusional dengan catatan oleh MK
Direktur Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mengatakan saat ini DPR tak ubahnya hanya sebagai stempel pemerintah saja dalam pembuatan regulasi atau kebijakan, katanya saat dihubungi readtimes.id pada Sabtu (27/11).
Hal ini tidak hanya dapat dilihat pada pengesahan UU Cipta Kerja saja, tapi pada sejumlah undang-undang yang hingga hari ini belum disahkan DPR meskipun publik mendesak. Seperti UU Perlindungan Data Pribadi ( PDP) dan tindak pidana kekerasan seksual (UU TPKS) dengan dalih masih melakukan pendalaman atau bahkan ada perbedaan pandangan antar fraksi.
Belakangan ada kecenderungan DPR akan lebih lambat dalam menyelesaikan sebuah undang-undang jika undang-undang tersebut statusnya adalah inisiatif DPR ketimbang undang-undang dengan status inisiatif pemerintah. Sekalipun kemudian UU tersebut pada proses pembentukannya bermasalah seperti halnya UU Cipta Kerja atau bahkan yang sejatinya ditolak publik sejak awal seperti undang-undang KPK.
Adanya Kompromi politik antara pemerintah dengan partai politik yang saat ini kadernya duduk di Senayan dinilai oleh Ujang Komarudin sebagai salah satu penyebab itu semua.
“Karena sejak awal maju sebagai presiden, Jokowi telah mendapatkan dukungan dari mayoritas anggota partai di parlemen, sehingga ketika menjabat pengaruh pemerintah menjadi kuat,” terangnya.
Dihubungi secara terpisah, pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin, Romi Librayanto mengatakan putusan MK terkait UU Cipta Kerja ini memberikan pelajaran terkait pembentukan undang-undang yang tidak boleh mengesampingkan peraturan pembentukan UU.
Baca Juga : Pelajaran Penting dari “Cipta Kerja”
“Bahwa pemerintah dan DPR dalam menyusun suatu undang-undang, tidak boleh mengenyampingkan undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Niat yang baik harus juga dilakukan dengan cara yang baik,” terangnya secara tertulis pada Sabtu (27/11).
1 Komentar