
Readtimes.id– Kendati tuntutan penghapusan Undang-Undang Cipta Kerja oleh kelompok buruh ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), namun putusan MK yang menyatakan undang-undang tersebut “Inkonstitusional Bersyarat” menguak fakta lain.
Hal ini bahwa Undang-Undang inisiatif pemerintah tersebut cacat formil, di mana tidak sesuai dengan aturan pembentukan perundang-undangan. Mulai dari asas kejelasan rumusannya, tujuan, hingga asas keterbukaan.
Selain itu putusan MK ini juga secara tidak langsung menunjukkan bentuk kegagalan pemerintah dan DPR dalam merumuskan sebuah regulasi yang mewadahi kepentingan publik. Seperti yang diterangkan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin kepada readtimes.id
Menurut Ujang, pemerintah dan DPR dianggap gagal karena undang-undang ini ditolak sejak awal. Dan putusan inkonstutisional bersyarat juga menunjukkan bahwa UU ini lahir bukan untuk kepentingan rakyat, tapi oligarki dan elit-elit tertentu seperti pengusaha.
Baca Juga : Suka-Suka Jokowi
Patut diketahui imbas dari status inkonstitusional bersyarat ini membuat pemerintah dan DPR harus memperbaiki tata cara pembentukan UU Cipta Kerja paling lama dua tahun. Karena jika tidak, undang-undang ini akan dinyatakan inkonstitusional permanen.
”Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan petitum putusan uji formil UU Cipta Kerja, Kamis (25/11).
Tidak sampai disitu saja, dalam kurun waktu dua tahun, MK juga melarang pemerintah membuat peraturan pelaksana baru turunan dari UU Cipta Kerja.
Pelajaran Penting
Dihubungi secara terpisah, pakar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin, Aminuddin Ilmar memandang bahwa pada prinsipnya penyusunan UU Cipta Kerja dengan pendekatan Omnibus Law itu sebenarnya sangat baik. Terlebih tujuan pemerintah adalah ingin membuka akses pasar, khususnya pada penciptaan lapangan kerja baru dan dimana itu hanya bisa dilakukan ketika kebijakan investasi diperbaiki.
Baca Juga : Selamatkan Pekerja dari PHK
Kendati demikian menurutnya pada kasus UU Cipta Kerja Ini, pemerintah nampak sangat tergesa-gesa dalam merumuskan undang-undang tersebut yakni tanpa melalui suatu kajian yang komprehensif dengan memenuhi aspek sinkronisasi dan harmonisasi norma yang ada. Sehingga, ujungnya tidak hanya bermasalah secara prosedur tetapi juga soal substansi.
Oleh karena itu, belajar dari UU Cipta Kerja ini, penting menurutnya ke depan pemerintah menerapkan mekanisme atau prosedur yang telah ditetapkan dalam ketentuan tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Adapun mengomentari terkait putusan MK yang memberikan status inkonstitusional bersyarat, menurutnya itu menandakan undang-undang ini masih bisa dijalankan sepanjang perbaikan tersebut dipenuhi oleh pemerintah dan DPR.
“Itu berarti bahwa sepanjang hal itu dipenuhi maka bisa diberlakukan, ” pungkasnya.
Baca Juga : Upah Minimum Hanya Naik 1,09 Persen, Layakkah untuk Buruh?
[…] Baca Juga : Pelajaran Penting dari “Cipta Kerja” […]