RT - readtimes.id

Jeratan Regulasi Masih Bayangi Kebebasan Pers di Tahun Politik 

Readtimes.id – “Dunia pers tidak sedang baik-baik saja. Saya ulang. Dunia pers tidak sedang baik-baik saja,” kata Jokowi di panggung Hari Pers Nasional 2023.

Sambutan tersebut nampak menguatkan posisi pers Indonesia hari ini yang kondisinya memang sedang tidak baik-baik saja. Hal ini terlihat dari Indeks Kepuasan Pers (IKP) pada 2022 yang hanya naik 1,86 poin dari 2021 menjadi 77,88 persen. Capaian ini membuat pers Indonesia belum dapat dikategorikan bebas. 

Persoalan kekerasan terhadap wartawan, kelayakan upah dan jeratan regulasi masih  membayangi kebebasan pers Tanah Air.

Baca Juga: Kekerasan Masih Hantui Pekerja Pers

Baca Juga : Upah Layak Jadi Prasyarat Independensi Insan Pers

Adapun terkait regulasi belakangan adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjadi sorotan  sejumlah pihak  karena dinilai berpotensi mengancam kebebasan pers. 

“Ini tentu kita prihatin terkait pasal-pasal KUHP  yang pada prakteknya nanti berpotensi mengancam teman-teman di lapangan meskipun di lain itu kita sebenarnya juga sudah punya undang- undang khusus yang mengatur tentang pers,” ujar Muliadi Mau, Dosen Jurnalistik Universitas Hasanuddin saat dihubungi readtimes.id.

Seperti yang diketahui ada beberapa pasal yang menjadi sorotan Dewan Pers  di awal pengesahan UU  KUHP pada Desember lalu, yakni pasal 218,219 dan 220 tentang penyerangan kehormatan atau harkat martabat Presiden dan Wakil Presiden. 

Pasal 240 dan 241 tentang pidana penghinaan terhadap pemerintah. Selain itu pasal 264 tentang tindak pidana bagi setiap orang yang menyiarkan  berita yang tidak pasti, berlebihan-lebihan, atau yang tidak lengkap. 

Pasal 264 ini dinilai mengancam karena bertentangan dengan kerja pers ketika menyiarkan sebuah breaking news yang tidak dapat disampaikan secara utuh karena menunggu perkembangan informasi di lapangan. 

Kendati Dewan Pers telah memberikan masukan sejak Desember lalu terkait pasal-pasal tersebut, hingga perhelatan Hari Pers Nasional 2023 di Sumatera Utara belum nampak adanya rencana revisi pada pasal-pasal tersebut. Padahal undang-undang ini akan berlaku tiga tahun lagi. 

“Hal tersebut seharusnya menjadi perhatian karena ini tahun politik. Jangan sampai kemudian ini akan mengganggu kinerja-kinerja jurnalistik di lapangan,” tambah Muliadi Mau. 

Menurutnya di tahun politik seperti ini pers harusnya lebih kritis dan menyajikan keberimbangan berita agar bisa menjadi referensi bagi masyarakat dalam memilih calon pemimpin ke depan. 

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: