Readtimes.id–Di tengah ketidakpastian nasib 75 orang pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bentuk asesmen untuk pengalihan status menjadi aparatur sipil negara (ASN), ada aksi saling lempar wewenang terkait penjelasan tentang mekanisme penilaian dan hasil tes yang melibatkan badan kepegawaian negara (BKN), kementerian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (Kemenpan-RB) dan KPK sebagai instansi utama yang berkepentingan.
Seperti yang diketahui dalam konfirmasinya terhadap sejumlah media Tjahjo Kumolo, Menpan-RB mengaku tidak memahami proses asesmen tersebut, dan mengatakan bahwa dalam hal ini KPK dan BKN yang memiliki kewenangan. Sementara pada waktu yang sama KPK juga mengaku menunggu kejelasan dari BKN maupun Kemenpan-RB terkait nasib 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes. Begitu pula dengan BKN juga mengatakan bahwa segala sesuatunya sesuai dengan instruksi Presiden dan undang-undang.
Hal ini yang kemudian membuat publik bertanya-tanya tentang siapa yang sesungguhnya memiliki kewenangan penuh dalam mengatur alur dan penentuan indikator penilaian tes yang membuat sejumlah penyidik KPK itu tidak lolos.
Selain itu hasil tes yang berpotensi besar untuk memecat 51 orang pegawai KPK dari 75 orang yang dinyatakan tidak lolos dimana bertentangan dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dan instruksi Presiden sebagai kepala pemerintahan mengatakan bahwasanya proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN nampak juga menunjukkan betapa carut marutnya manajemen tata negara ini.
Aminuddin Ilmar, pakar hukum tata negara, Universitas Hasanuddin dalam keterangannya pada readtimes.id memandang bahwasanya sejumlah polemik yang muncul pasca hasil tes tersebut sejatinya perlu dipandang sebagai sesuatu yang krusial.
Pihaknya memandang penolakan terhadap instruksi Presiden seperti yang dilakukan oleh KPK terkait hasil akhir tes wawasan kebangsaan yang kemudian berpotensi besar untuk membebastugaskan sejumlah pegawai KPK, tak lain adalah sebuah bentuk pembangkangan.
” Kalau dalam konteks ketatanegaraan ini bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk pembangkangan. Meskipun dalam keterangannya ketua KPK Firli Bahuri mengakui bahwa apa yang dilakukannya itu adalah atas instruksi undang-undang, benar bahwa pengalihan status pegawai ke ASN itu amanat undang-undang, namun narasi untuk alih status dan kemudian ada tes objektif yang dalam prosesnya dipandang bermasalah itu juga tanggung jawab KPK untuk diperhatikan. Tidak bisa kemudian memandang semua atas nama undang -undang, ” terangnya
Perihal langkah utama yang harus ditempuh untuk memperbaiki kembali manajemen ketatanegaraan yang ada serta mengakhiri konflik kepentingan yang ada di dalam tubuh KPK yang berpotensi dapat melemahkan lembaga anti rasuah tersebut, Aminuddin Ilmar juga memandang bahwa Presiden sebagai pejabat pembina kepegawaian nasional harus turun tangan dan memastikan langsung penyelesaian permasalahan ini dan bila perlu melakukan asesmen ulang mengingat dampak dari persoalan ini akan sangat besar terhadap penegakan hukum dalam pemberantasan kasus korupsi di Tanah Air.
Selain itu pembiaran masalah yang berlarut-larut juga sejatinya semakin mengkonfirmasi kekhawatiran publik bahwa sejatinya baik pemerintah maupun KPK juga tengah dikendalikan oleh pihak-pihak yang sejak awal berniat untuk menghancurkan KPK secara terstruktur juga masif.
1 Komentar