RT - readtimes.id

KTP Digital, Inovasi atau Halusinasi

Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) diwacanakan menjadi KTP digital dalam waktu dekat. Zudan Arif Fakrulloh selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, menanggapi bahwa KTP digital sedang berada dalam proses uji coba sejak tahun 2021 lalu (Tempo Bisnis, 2023).

Wacana tersebut kembali mencuat di tengah publik. Tidak sedikit masyarakat yang mengaitkannya dengan isu pemilu tahun 2024 yang sebentar lagi akan diselenggarakan. Mengingat inovasi pemerintah acapkali hanya sekadar menjadi janji yang tidak terealisasikan.

KTP-el pada mulanya menjadi harapan baru bagi masyarakat kala itu. Masyarakat dikabarkan akan memiliki identitas yang berbasis elektronik dan tidak akan membuat sulit dalam setiap mengurus berkas administrasi. Nyatanya, KTP-el punya ceritanya sendiri. Sejak pertama kali dirilis tahun 2012, mestinya KTP-el tidak diperuntukkan untuk difotokopi. Tetapi umumnya administrasi selalu saja meminta salinan dari KTP-el sebagai syaratnya.

Zudan juga pernah menjelaskan bahwa KTP-el sudah bisa digunakan hanya dengan di-tab (disentuhkan di mesin pembaca kartu) di 2.581 lembaga yang telah bekerja sama dengan Dukcapil (Kompas, 2021). Walau pernyataan ini bisa menjadi pegangan bagi masyarakat, nyatanya KTP-el tetap dilakukan secara manual. Bahkan di kantor kecamatan sekalipun masih saja meminta syarat administrasi kopian KTP-el.

Ironinya 1001 inovasi yang telah dilakukan pemerintah, namun tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hulu pemerintah sudah memberi kemajuan yang berarti, namun di hilir kadang tidak siap, bahkan tidak dapat mengikuti gerak langkah inovasi tersebut.

Seharusnya, pemerintah lebih dulu menata sistem birokrasinya. Sehingga, dinas daerah yang terkait dapat menjalankan inovasi tersebut dari pemerintah pusat.

KTP-el seharusnya sudah dapat menghitung jumlah pasti penduduk Indonesia secara menyeluruh. Tetapi, masih ada masyarakat yang belum memiliki KTP-el bahkan sebagian di antaranya masih sulit untuk didata.

Sungguh miris, lahir dan besar di negeri sendiri, namun sulit mendapatkan KTP-el yang notabene sebagai bukti kependudukan dan identitasnya sebagai warga negara yang sah di Indonesia.

Masalah lainnya, KTP-el terkadang tidak sinkron dengan perbankan. Bayangkan bagaimana masyarakat ditolak di bank dan diarahkan untuk memperbaiki Nomor Induk Kependudukan (NIK) ke Disdukcapil setempat. Apa perbankan tidak memiliki koneksi dengan Dukcapil? Apa keamanan perbankan masih setengah aman? Tentu ini menjadi kekhawatiran dengan melihat kondisi saat ini. Seharusnya pemerintah memperbaiki sistem administrasi secara masif.

Inovasi pemerintah tentu tidak dapat dilarang sebagai penggerak pelayanan di masyarakat. Tapi setidaknya, perlu diperhatikan untuk memaksimalkan fungsi KTP-el menjadi KTP digital.

Pertama, walau belum merata bagi semua penduduk, KTP digital harus memiliki kemudahan akses bagi seluruh elemen masyarakat, terutama kelompok rentan. Aplikasi KTP digital nantinya harus mudah dalam penggunaannya bagi yang sudah memiliki telepon cerdas (smart phone).

Sedangkan, bagi masyarakat yang belum memiliki smartphone maka alternatifnya tetap memiliki KTP-el secara manual dengan fungsi yang sama.

Kedua, pemerintah harus tetap memperhatikan infrastruktur sarana dan sumber daya manusia yang ada di daerah. Jika hulu sudah siap, namun hilirnya masih bingung menjalankan aplikasi tersebut, ini tentu kemunduran dan keterlambatan. Ibarat gerbong kereta pemerintah pusat sudah berjalan lima kilometer, gerbong pemerintah daerah baru berjalan satu kilometer saja.

Sarana digitalisasi KTP di daerah harus disiapkan dan diberdayakan. Pengadaan dan kecanggihan alat yang tersedia, jangan menjadi mubazir di daerah. Pengadaan itu jangan hanya sekadar melepaskan kewajiban pengeluaran anggaran. Ini yang perlu kita hati-hati dan awasi bersama untuk menjalankan fungsi kebijakan yang berdampak baik bagi masyarakat banyak.

Ketiga, pemerintah harus melakukan sosialisasi dan mobilisasi untuk memasifkan KTP digital ini. Sosialisasi tersebut dapat berupa datang ke sekolah-sekolah, balai-balai warga, terminal, bandara, dan kendaraan KTP digital untuk keliling.

Kegiatan tersebut dapat mendorong agar masyarakat segera bermigrasi ke KTP digital jika nantinya kebijakan ini sudah dijalankan. Kebijakan yang sudah diputuskan di tingkat kementerian agar kiranya dapat terimplementasikan hingga ke daerah-daerah.

Keempat, KTP digital harus menjadi identitas yang aman, nyaman, dan menenangkan pemiliknya. Keamanan digital harus dibentuk, sehingga KTP digital tidak lagi menjadi permainan para oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Jika ada aparat pemerintah atau masyarakat yang menyalahgunakan, kiranya mereka mendapatkan hukuman yang berat.

KTP digital ini tentu diharapkan memudahkan seluruh elemen pemerintah dan nonpemerintah dalam penggunaannya. Bukankah KTP digital memang memiliki visi lebih mudah, aman, dan simpel?

Terakhir, hal penting dibutuhkan penyadaran kepada seluruh masyarakat. KTP digital difungsikan agar tidak ada lagi masyarakat yang memiliki identitas ganda. Ini tentu harus melibatkan polisi cyber yang dapat melakukan penegakan hukum bagi pelanggar-pelanggarnya.

Jika masyarakat belum sadar, maka KTP digital tersebut hanya sekadar wacana dan inovasi semata. Seluruh elemen masyarakat dari pemerintah, pekerja, dan pelajar harus bersatu mewujudkan KTP digital agar dapat terimplementasi dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat.

KTP digital di masa mendatang, diharapkan dapat mengurangi permasalahan klasik seperti habis blanko dan sata tidak sinkron. Keberadaan KTP digital akan menjadi sarana yang baik bagi kehidupan banyak orang di mana saja. Sebab KTP digital adalah inovasi yang patut diupayakan bagi masyarakat masa kini.

M. Kafrawy Saenong
Penulis merupakan peneliti Lembaga Studi Kebijakan Publik dan Pengajar di Universitas Hasanuddin.

66 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: