Readtimes.id—Polemik dana tiga juta nasabah pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) tak kunjung menemui titik terang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun sudah menyatakan, penyelesaian kasus ini memerlukan putusan pengadilan.
Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan permasalahan AJBB bukan semata-mata kelalaian dari pihak OJK.
Piter menjelaskan masalah di AJBB sudah terjadi sejak sebelum krisis moneter tahun 1997/1998. Pada 1997 defisit AJBB sudah mencapai Rp2 triliun, artinya bahkan sebelum 1997 AJBB sudah bermasalah.
“Sementara OJK kita tahu baru berdiri tahun 2013. Sangat tidak masuk akal kalau kemudian permasalahan di AJBB disebut adalah akibat kelalaian OJK mengawasi AJBB,” ungkapnya secara tertulis kepada readtimes.id.
Menurut piter, peran OJK memang hanya sebatas mengarahkan dan memfasilitasi. Sementara keberhasilan penyelesaian permasalahan di AJBB lebih ditentukan oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA) dan manajemen (Komisaris dan Direksi) AJBB itu sendiri.
Pengawas AJBB berganti dari Kementerian Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan terakhir OJK. Memburuknya kondisi AJBB tidak bisa menjadi alasan untuk mengatakan pengawasan (Kementerian Keuangan, Bapepam LK dan OJK tidak efektif).
“Konsisi AJBB yang terus memburuk disebabkan pengurus AJBB yang tidak profesional. Sudah banyak upaya yang dilakukan regulator untuk membantu AJBB, tetapi upaya tersebut tidak berhasil karena pengurus AJBB sendiri yang tidak melaksanakan programnya dengan maksimal,” jelas Piter.
Saat regulator AJBB masih Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) pada tahun 1997/1998, saat itu regulator sudah meminta manajemen AJBB untuk melakukan program penyehatan keuangan dan meminta badan perwakilan anggota untuk tidak melakukan intervensi ke manajemen.
Perlu dipahami bahwa fungsi regulator memang mengatur dan mengawasi, dan kemudian memfasilitasi penyehatan ketika sebuah usaha asuransi mengalami permasalahan. Namun yang bertanggung jawab sepenuhnya atas badan usaha itu adalah pengurusnya sendiri. Dalam hal AJBB adalah BPA, komisaris dan direksi.
Belajar dari fakta bahwa gagalnya program penyehatan AJBB selama ini lebih disebabkan oleh intervensi BPA, saat ini OJK telah mencoba lebih tegas dengan mengeluarkan empat kali perintah tertulis kepada. Isinya meminta BPA untuk lebih independen, tidak mencampuri pengelolaan AJBB, serta segera mengambil tindakan mengakui kerugian yang dialami AJBB.
Menurut Pieter, surat perintah tertulis dari OJK menjadi awal ‘pembangkangan’ BPA terhadap OJK. BPA kemudian tidak memberikan dukungan yang cukup terhadap upaya-upaya penyehatan keuangan AJBB. Akibatnya seluruh program penyelesaian AJBB gagal.
Tambahkan Komentar