Readtimes.id– Jika beberapa partai parlemen belakangan nampak sibuk mewacanakan penundaan pemilu, berbeda halnya dengan sejumlah partai nonparlemen yang justru sibuk mempersiapkan diri untuk Pilpres 2024.
Partai Perindo di bawah kepemimpinan Hary Tanoesoedibjo menginisiasi pertemuan dengan mengundang sejumlah partai nonparlemen diantaranya PSI, Hanura, PKPI, PBB, partai Garuda dan Berkarya yang diwakili masing-masing petinggi partai.
Pertemuan yang digelar Rabu, (23/2) di Jakarta itu bahkan secara resmi mengumumkan pembentukan koalisi untuk menghadapi Pilpres 2024. Selain kemudian membahas rencana melakukan judicial review terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang sebelumnya pernah digugat oleh sejumlah pihak, namun kembali resmi ditolak oleh Mahkamah Konstitusi pada Kamis, (24/2) lalu.
Baca Juga : Presidential Threshold, Persoalan Lima Tahunan yang Tiada Akhir
Menurut informasi, setelah pertemuan tersebut akan ada pertemuan lanjutan untuk membahas nama koalisi tujuh parpol nonparlemen tersebut. Ada dua nama yang beredar yakni Partai Parlemen Masa Depan atau Partai Parlemen Nusantara.
Lebih lanjut keseriusan pembentukan koalisi juga nampak pada kesepakatan untuk segera membentuk sekretariat koalisi bersama dengan tujuan agar koordinasi antar partai berjalan efektif dan efisien.
Lantas seperti apa peluang kekuatan koalisi tujuh partai politik nonparlemen ini?
Pakar politik Universitas Al- Azhar, Ujang Komarudin memandang bahwa koalisi ini akan memiliki peluang ketika akumulasi suara dari partai-partai ini mencapai ambang batas pencalonan presiden yakni dengan perolehan kursi 20 persen di parlemen atau perolehan suara sebanyak 25 persen berdasarkan hasil pemilu sebelumnya.
Patut diketahui, jika diakumulasikan berdasarkan hasil pemilu 2019, total suara yang didapat ketujuh partai ini mencapai 9, 7 persen. Itu artinya koalisi ini masih membutuhkan dua sampai tiga partai yang memiliki perolehan suara besar untuk bergabung jika ingin mengusulkan calon Presiden dari internal koalisi.
Kendati belum mencapai ambang batas kemunculan koalisi dinilai Ujang sebagai jalan untuk menunjukkan posisi tawar dari partai-partai tersebut.
“Tetapi paling tidak melalui koalisi mereka nampak ingin membangun kekuatan, menawarkan perspektif baru dan menunjukkan bargaining position yang dimilikinya, ” terangnya saat dihubungi readtimes.id pada, Selasa (1/3).
Selain itu dia juga memandang selain menjaring partai lain untuk bergabung untuk menambah kekuatan persentase suara, yang kemudian penting diperhitungkan oleh koalisi partai semacam ini adalah kesatuan visi dan misi.
Hal ini penting menurut Ujang karena dengan koalisi besar tidak menutup kemungkinan masing-masing partai akan memiliki calonnya sendiri dimana yang dapat mengakomodasi segala kepentingan partai yang bersangkutan. Ego partai akan menjadi tantangan besar untuk menguji soliditas koalisi ke depan.
Baca Juga : Beda Gaya Koalisi SBY dan Jokowi
” Dulu kan pernah ada suara – suara koalisi dari poros Islam seperti PKB,PAN tapikan ujung-ujungnya sampai sekarang tidak pernah ada lagi kan,” ujarnya.
Dengan demikian sejatinya masih banyak yang perlu dipersiapkan oleh koalisi nonparlemen ini jika ingin memengaruhi peta politik 2024. Namun terlepas dari itu munculnya koalisi ini jauh lebih baik, ketimbang memunculkan wacana yang berpotensi merenggut hak publik untuk memilih calon pemimpin, misalnya dengan jalan menunda pemilu.
Editor : Ramdha Mawadda
Tambahkan Komentar