Readtimes.id– Berlaga di Piala Dunia adalah salah satu impian terbesar para pendukung sepak bola di Indonesia. Jika ditanya tentang siapa yang bisa mewujudkan impian tersebut, maka asosiasi sepak bola tertinggi di Indonesia, PSSI akan menjawabnya, Iwan Bule.
Beberapa waktu lalu, salah satu unggahan di laman resmi PSSI sempat membuat gempar dengan klaim sang ketua umum lah tokoh utama di balik kemenangan Indonesia atas Kuwait di kualifikasi Piala Asia. Klaim tersebut dilengkapi dengan pernyataan bahwa sang ketua umum mengerti seluruh seluk beluk sepak bola di Indonesia, bahkan dunia.
Alih-alih menghapus atau klarifikasi terhadap tulisan kontroversial tersebut, PSSI melalui sosial medianya malah mengunggah video tentang kontrak pelatih tim nasional saat ini, Shin Tae-Yong. Sebuah langkah yang melukai hati banyak pecinta sepak bola Indonesia. Pasalnya, di tengah fokus ke kualifikasi Piala Asia, pihak PSSI seakan abai dengan para pemain dan staf pelatih yang tengah berjuang untuk Indonesia.
Baca juga: Taufik Hidayat dan Realita Asosiasi Olahraga Indonesia
Langkah yang diambil PSSI tersebut pada akhirnya semakin melengkapi sejumlah blunder-blunder yang dilakukan asosiasi sepak bola Indonesia tersebut. Pernah di sebuah kesempatan, sang ketua umum juga melakukan telepon video dengan salah satu pesepak bola Indonesia, Pratama Arhan dan menawarinya untuk bermain di SEA Games yang tengah berlangsung. Hal tersebut pun pada akhirnya memicu sejumlah kritikan dari banyak pihak.
Apa yang diperlihatkan oleh pengurus PSSI tersebut pada akhirnya kembali memvalidasi bahwa asosiasi olahraga di Indonesia masih menjadi ladang basah pihak-pihak yang ingin mencari tenar, terutama di sepak bola yang merupakan olahraga yang paling digemari.
Sejak 2003, PSSI sudah berganti kepemimpinan secara resmi sebanyak 7 kali. Dari jumlah tersebut, 4 ketua umum sudah terjun ke politik praktis, yaitu Nurdin Halid, Djohar Arifin Husin, La Nyalla Mattalitti, dan Edy Rahmayadi.
Baca juga: Meja Berseberangan di Pingpong Indonesia
Hal tersebut tidak hanya terjadi di sepak bola, tapi pada banyak asosiasi olahraga lain di Indonesia. Sebut saja seperti tenis meja yang hingga kini, para pengurusnya masih berselisih dan menciptakan dualisme kepengurusan. Hal tersebut pada akhirnya juga merugikan para atlet yang terkendala mengikuti turnamen.
Kecenderungan asosiasi olahraga yang menjadi alat untuk meningkatkan publisitas seorang tokoh pada akhirnya menciptakan wacana di kalangan para pecinta sepak bola Tanah Air untuk pengusulan nama-nama seperti Atta Halilintar, Raffi Ahmad, hingga Kaesang Pangarep sebagai ketua PSSI.
Sejumlah nama tersebut mencuat dengan melihat bagaimana ketiganya menjadi orang yang tidak hanya punya popularitas dan sokongan dana, tapi juga sudah memperlihatkan kecintaannya pada olahraga di Indonesia. Mulai dari Kaesang yang menjadi pemilik PSIS Semarang, Raffi Ahmad dengan Rans FC, serta Atta Halilintar dengan AHHA PS Pati, bahkan, Atta juga berhasil mendatangkan pemain futsal terbaik dunia, Ricardinho untuk bermain di tim futsal miliknya, Pendekar United.
Baca juga: Kolaborasi demi Prestasi
Sepak bola seakan sudah jadi nadi dalam diri para pecinta sepak bola negara ini. Ada harapan yang besar dari penggemarnya untuk suatu hari nanti bisa melihat merah putih di panggung tertinggi. Janji bonus bukanlah solusi pasti untuk mendongkrak prestasi. Menjamin sistem yang berkelanjutan adalah kewajiban para pemangku kebijakan untuk tidak hanya menjadikan olahraga sebagai hiburan semata, tapi juga bisa memberi hidup kepada banyak pihak.
Ketua umum PSSI, Mochamad Iriawan bukanlah tokoh utama satu-satunya dalam sepak bola Indonesia. Ia hanyalah satu dari kolaborasi bersama untuk memajukan sepak bola Indonesia. Para pemangku kebijakan menciptakan sistem, para atlet yang turun ke lapangan, para pelatih meramu strategi, pengurus klub memastikan para atlet tetap terhidupi, para suporter mendatangi stadion, media memberitakan, dan masih banyak pihak lagi yang sudah seharusnya menjadi tokoh utama dalam memajukan sepak bola di Indonesia.
Editor: Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar