RT - readtimes.id

Mengkaji Rasionalitas Kewajiban Tes Covid CPNS

Readtimes.id–Pembuatan sebuah kebijakan atau aturan harusnya kembali  berpatokan pada hasil riset atau pandangan para pakar  untuk menghindari adanya keputusan-keputusan yang tidak rasional di tengah jalan.

Nampak diuji betul keseriusan para peserta tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun ini.  Bagaimana tidak, selain harus  belajar untuk menghadapi tes seleksi kompetensi dasar dan bersaing dengan ratusan ribu pendaftar, peserta juga harus bersiap menyediakan anggaran lebih untuk membiayai rangkaian tes kesehatan. 

Hal ini tidak lain mengikuti instruksi Badan Kepegawaian  Negara (BKN) melalui surat bernomor 7787/B-KS.04.01/SD/E/2021 tentang pelaksanaan  jadwal SKD CPNS yang mewajibkan peserta menunjukkan berkas keterangan negatif covid  dari hasil swab test RT-PCR atau rapid antigen. 

Ini dinilai memberatkan peserta di tengah pandemi karena biaya swab PCR atau rapid tes antigen yang  tidak sedikit. Seperti yang diketahui pada 16 Agustus 2021 pemerintah menetapkan biaya PCR sebesar Rp495.000  untuk Jawa dan Bali, di luar itu mencapai Rp525.000. Sementara untuk tes antigen bervariasi dari kisaran Rp80.000 hingga Rp200.000. 

Ini makin menyulitkan ketika masa berlaku hasil tes tersebut pun terbatas. Untuk PCR sendiri hanya akan berlaku 2×24 jam, sementara antigen hanya akan berlaku 1×24 jam. 

Bagi mereka yang melaksanakan tes di luar daerah ini juga bukan perkara mudah pasalnya akan ada biaya tambahan di luar biaya perjalanan. Belum lagi karena pemberitahuan persyaratan yang mepet dimana kurang dari dua minggu tentu harus sejak awal segera mencari fasilitas kesehatan yang mengadakan PCR atau antigen untuk menghindari antrian.

Merespon keluhan peserta, melalui konferensi pers yang digelar pada Rabu, (25/8/2021) BKN melalui Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian BKN, Suharmen menjelaskan, bahwa diberlakukannya PCR atau antigen demi melindung semua pihak. 

“Tapi yang kita lakukan ini untuk melindungi semua pihak. Bukan hanya peserta saja, ” ujarnya. 

Untuk biaya PCR atau antigen akan tetap ditanggung peserta, karena kementerian tidak menyediakan anggaran khusus untuk tes tersebut. 

Deddy T.Tikson, pakar kebijakan publik Universitas Hasanuddin, memandang bahwa seharusnya BKN tidak perlu menurunkan aturan terkait PCR dan swab antigen tersebut karena  membebani masyarakat. 

“Jika yang ditakutkan adalah terbentuknya klaster baru di tes CPNS maka yang harus ditekankan adalah protokol kesehatan dasar seperti yang dianjurkan oleh para epidemiolog,” terangnya. 

Menurut Deddy, terkait teknis pelaksanaan SKD seharusnya panitia sudah bisa membuat skema bagaimana mengupayakan agar saat tes peserta tidak berkerumun. Misalnya dengan cara membatasi jumlah peserta dalam setiap ruang ujian, menekankan penggunaan masker dan mencuci tangan. Dengan begitu peserta tidak perlu lagi harus terbebani dengan tes Covid. 

Adapun PCR atau antigen seharusnya diberlakukan ketika peserta telah dinyatakan lolos seleksi untuk lebih meringankan beban finansial masyarakat di tengah pandemi. Mengingat waktu berlaku PCR dan antigen yang dinyatakan terbatas juga menekan pengeluaran biaya yang lebih karena tidak menutup kemungkinan seleksi kemampuan bidang (SKB) berikutnya juga akan mewajibkan peserta melakukan hal serupa. 

Lebih jauh Deddy memandang sejatinya dalam membuat sebuah aturan, para pembuat aturan harusnya kembali berpatokan pada hasil riset dan pandangan para pakar atau ahli. Tujuannya untuk menghindari tindakan-tindakan yang tidak diperlukan yang justru cenderung menjauhkan dari tujuan rasional sebuah aturan diberlakukan. 

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: