RT - readtimes.id

Merdeka di Mata Mereka

Readtimes.id– Merdeka! Benarkah?

Pertanyaan sederhana yang mengawali  dialog publik readtimes.id dalam rangka merayakan Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke- 76 tahun. 

Bersama seluruh pembaca yang hadir dari berbagai kalangan–dosen, pengusaha, aktivis sosial, pegawai instansi pemerintahan, mahasiswa, karyawan swasta, tokoh masyarakat –readtimes.id membuka ruang dialog virtual. Seluruh peserta diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan merdekakah kita hari ini? 

Dipandu Pimpinan Umum readtimes.id Rahmad M Arsyad,  dialog yang berlangsung kurang lebih dua jam itu memberikan ragam perspektif tentang kemerdekaan, juga harapan  sebagai sebuah bangsa ke depan. 

Profesor Deddy T. Tikson, seorang guru besar kebijakan publik Universitas Hasanuddin memandang jika kemerdekaan diartikan bebas dari penjajahan negara oleh negara tentu, Indonesia sudah merdeka. Kendati demikian jika melihat undang-undang 1945 yang mengamanatkan dua hal yang mendasari kemerdekaan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum, Indonesia bisa dikatakan belum merdeka. 

“Bank dunia mengukur kesejahteraan umum itu melalui GNI (Gross National Income), sebuah negara dikatakan sejahtera ketika GNI mencapai 12 ribu itu sudah masuk sejahtera. Hari ini Indonesia masih di angka 4 ribu,” terangnya. 

Begitu pula mencerdaskan kehidupan bangsa yang bergantung pada penguasaan teknologi juga sains, Indonesia belum unggul setidaknya di barisan negara-negara di Asia. 

Dalam kesempatan yang sama, Professor Deddy T.Tikson juga menyandingkan Indonesia dengan Korea Selatan yang di tahun ini juga genap berusia 76 tahun. Korea Selatan bisa dikatakan lebih unggul dengan GDP (Gross Domestic Product) mencapai 12 ribu dari Indonesia. Hal ini bisa  terjadi tidak lain karena adanya kebijakan ekonomi yang berbeda yang diambil oleh kedua negara. 

Sementra itu Rektor Universitas Krisnadwipayana, Ayub Muktiono menyoroti lebih dalam terkait pendidikan Indonesia yang hari ini tengah menggalakkan sistem merdeka belajar. Menurutnya, sebelum sampai di titik itu manusia Indonesia harus menjadi sosok yang merdeka dan tidak diperbudak , minimal oleh teknologi digital yang tengah berkembang. 

“Kita bisa belajar dari makna di balik lambang negara kita burung Garuda yang melambangkan kebebasan serta kemerdekaan diri sebagai individu juga bangsa, ini yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum kita berbicara mengenai merdeka belajar lebih jauh,” terangnya. 

Sementara itu berkaitan dengan teknologi digital, Pimpinan Gojek wilayah Indonesia Timur Muhammad Khomeini memandang bahwa Indonesia termasuk negara yang mulai merdeka secara digital. Hal ini dapat dilihat dari data pengguna internet Indonesia yang menurut Hootsuite mencapai 175 juta. Fakta ini membuat potensi ekonomi digital menjadi sangat berkembang. 

“Bahkan di saat pandemi seperti ini sekalipun ekonomi digital kita tetap tumbuh di antara deretan negara di asia tenggara,” terangnya. 

Namun, hal ini tidak didukung dengan literasi digital masyarakat Indonesia. Terbukti dengan kompetitif digital index yang menempatkan Indonesia di posisi 56 dari 63 negara, menjadikan Indonesia sebagai negara yang rentan dengan narasi-narasi yang negatif. Khomeini menganggap hal tersebut perlu menjadi catatan Indonesia ke depan dalam rangka mengisi kemerdekaan. 

Selain narasi negatif juga hoaks yang sering melanda masyarakat Indonesia, kebebasan berekspresi dan berpendapat juga tidak luput menjadi sorotan peserta dialog publik yakni Zulkarnain Hamson, Wakil Rektor Bidang Humas UIT juga mantan aktivis pers. 

“Ada 57,9 persen larangan acara,  50 persen intimidasi, 21,1 persen pembubaran acara, ada 10,5 persen introgasi, 39, 5 persen pemutaran film dan pelakunya 60, 5 persen itu adalah polisi, selebihnya ada ormas, pemda, bahkan dosen di sekian persennya,” terangnya. 

Lebih jauh Zulkarnain Hamson juga menyoroti terkait kasus mural Presiden Jokowi baru- baru ini yang menurutnya sangat berlebihan ditanggapi oleh istana. Di mana hal ini bertentangan dengan konstitusi negara yang menjamin kebebasan berekspresi publik. 

Sementara dalam konteks politik, menurut  pakar politik Unhas, Sukri, memandang di Indonesia sekarang masih banyak ditemukan ciri-ciri masyarakat yang tidak merdeka karena faktor kebodohan. Di mana tidak hanya menyasar mereka yang berpendidikaran namun juga berpendidkan tinggi. 

“Seperti korupsi misalnya, itu dilakukan oleh mereka yang memiliki pendidikan tinggi, ini jelas merupakan sebuah tindakan yang bodoh dan tersistematis di mana menjelma menjadi sebuah kebodohan yang besar,” terangnya. 

Menurutnya merdeka dalam konteks politiknya harusnya segala tindakan masyarakat harus mengikuti kaidah hukum atau moral. Jika tidak, maka bisa dipastikan sebuah bangsa belum merdeka. 

Senada dengan itu ada halili hasan dari setara institut menyoroti dua hal yakni politik inklusi dan pemanfaatan  modal yang dipandang sebagai sesuatu yang perlu dikelola secara total ke depan  oleh negara jika ingin dikatakan sebagai negara merdeka.

Modal sosial menjadi hal yang penting menurut Halili Hasan untuk diperhatikan karena erat kaitannya dengan hubungan sesama antar warga negara  juga warga negara dengan pemerintah.

Kurangnya kepercayaan antar sesama dimana menjadi sumber konflik membuat Indonesia menjadi negara yang tertinggal dari negara lain karena tidak punya waktu untuk memikirkan masa depan negara juga bangsa. 

Selebihnya ada pula Nur Sangadji akademisi Universitas Tadulako yang memandang bahwa pentingnya mental percaya diri dalam mencapai apa yang disebut sebagai sebuah kemerdekaan

Hal ini perlu diperhatikan apabila melihat masyarakat Indonesia hari ini yang cenderung merasa rendah diri jika berhadapan dengan warga negara asing misalnya, dimana hal ini tidak terlepas dari pengalaman sejarah Indonesia sebagai negara juga bangsa yang pernah dijajah oleh kolonial. Mental tidak percaya diri ini yang kemudian perlu dikikis menurut alumni Sorbonne itu.

Sebagai kesimpulan di penghujung acara, Rahmad M Arsyad mencatat setidaknya ada tiga poin besar yang harus dilakukan oleh Indonesia jika ingin menikmati arti sebuah kemerdekaan yakni seperti yang telah tertuang dalam konstitusi Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, juga bebas menyatakan pendapat.

Lantas bagaimana makna merdeka menurut Anda?

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: