
Readtimes.id– Kemunculan partai politik baru menjelang pemilu bukan lah fenomena baru di Indonesia. Meski persyaratan mendirikan partai politik terbilang tidak mudah, namun nampak tidak menjadi hambatan bagi figur atau kelompok-kelompok tertentu untuk mendirikan partai dan ikut uji nyali di kontestasi pemilihan umum.
Merujuk undang -undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, partai baru bisa berdiri ketika dibentuk oleh 30 orang yang telah berusia 21 tahun. Dan baru bisa didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik dengan akta notaris. Tidak sampai disitu saja, 50 pendiri partai juga harus melibatkan keterwakilan perempuan 30 persen.
Untuk menjadikannya badan hukum, lebih jauh partai baru juga harus memiliki kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75 persen dari jumlah kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50 persen dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan. Selain itu partai juga harus memilik kantor tetap pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum.
Tidak berhenti di situ, untuk kemudian dapat mengikuti pemilu partai juga harus lulus verifikasi Komisi Pemilihan Umum. Sebelum akhirnya akan bertarung mencapai parlementari treshold dan presiden treshold atau ambang batas presiden yang angkanya terus mengalami kenaikan hingga 4 persen.
Pakar politik Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto, memandang kecenderungan ingin membentuk partai politik baru di Indonesia oleh berbagai kelompok tidak lain karena perilaku elit yang cenderung opurtunis yakni sebuah pemahaman yang ingin memanfaatkan sebuah momen atau kesempatan untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin.
” Saya rasa ini karena perilaku opurtunis elit yang ingin mendapatkan keuntungan dari volatilitas pemilih. Ditambah lagi banyak yang hanya berharap mendapatkan dana operasional dan keuntungan finansial dari para cukong politik yang memang banyak berinvestasi pada partai politik yang berharap bisa mendapatkan keuntungan ketika partai-partai tersebut lolos dalam pemilu, ” terangnya secara tertulis pada readtimes.id
Sederet alasan yang lantas tidak heran ketika
kebijakan partai hari ini belum merepresentasikan kepentingan masyarakat melainkan cenderung memenuhi kebutuhan elit partai atau para cukong politik. Itu terjadi ketika misalnya partai berhasil mendudukkan para wakilnya di tampuk kekuasaan.
Baca Juga : Utak- Atik Partai Politik
Seperti yang diketahui dalam pemilihan umum ketika partai tidak tembus parlementary treshold dan mendudukkan wakilnya di Senayan, mereka masih bisa mendudukkan para wakilnya di daerah untuk turut menjadi bagian dari pengambil keputusan. Sebut saja seperti PSI, Perindo, Berkarya adalah sejumlah nama partai yang meskipun tidak lolos parlementary treshold tetap bisa berkuasa di daerah.
Strategi Bertahan
Kemunculan partai baru di Indonesia seperti yang diketahui tidak hanya karena menjelang pemilu melainkan juga karena buntut konflik partai besar yang akhirnya berjung dualisme dan akhirnya beberapa pihak bersepakat mendirikan partai baru.
Sebut saja partai Ummat yang didirikan oleh Amien Rais dan para loyalisnya terbentuk setelah adanya perbedaan pandang dengan Zulkifli Hasan Ketua Partai Amanat Nasional ( PAN ) sekarang. Begitu pula dengan Gelora yang didirika oleh Fahri Hamzah juga dilakukan setelah Wakil Ketua DPR tersebut mengundurkan diri dari PKS.
Keduanya kemudian berusaha mencoba uji nyali bersama beberapa partai lainnya yang juga telah mendeklarasikan diri untuk maju di pemilu 2024.
Kendati demikian seperti yang diketahui perjuangan partai -partai tersebut tentu tidak lah mudah untuk bersaing dengan partai -partai yang telah mapan dengan basis massa yang jelas.
” Setiap partai harus punya modalitas yang kuat, yang terdiri dari modalitas politik, sosial dan ekonomi, ” terang Andi Ali Armunanto.
Modal politik tidak lain berupa jaringan organisasi kepartaian yang kuat, modal sosial berupa jaringan pemilih yangg kuat dan mengakar serta modal ekonomi berupa kemampuan untuk mendanai kegiatan – kegiatan partai untuk bisa survive.
Lebih jauh menurutnya partai politik hari ini tidak hanya bisa dengan mengandalkan ketokohan untuk bersaing dalam arena politik.