Readtimes.id– Di tengah gelombang Covid -19 yang kian menyesakkan, ada para dermawan yang aksinya kian melegakan. Datang dari berbagai penjuru, membantu masyarakat sesuai dengan apa yang mereka mampu.
Muthmainnah Bahri (31) pun menyadari bahwa dampak pandemi Covid-19 turut mempengaruhi daya beli kebutuhan pokok keluarga, yang dalam kondisi ini para ibu adalah kelompok rentan. Mereka tidak hanya harus memikirkan bagaimana asap dapur di rumah tetap mengepul, namun juga kebutuhan seluruh anggota keluarga tercukupi setiap harinya.
Maraknya pemutusan hubungan kerja ( PHK) di tengah pandemi semakin menyulitkan posisi para ibu ketika mereka tidak memiliki skill tertentu untuk mencari sumber-sumber pendapatan lain.
Berangkat dari itu, Muti sapaan akrab Muthmainnah, bersama keempat kawannya kemudian berinisiatif membuat gerakan “support our sister” melalui komunitas Kolab Perempuan. Gerakan ini membekali para ibu rumah tangga terdampak dengan memberikan modal awal dan sejumlah skill baru yang dapat membantu para ibu menciptakan usahanya sendiri.
“Kami berpikir jangka panjangnya. Kalau hanya diberikan sembako itu kan cepat habis, beda kalau para ibu ini diberikan bekal skill di mana suatu hari mereka bisa mandiri dengan usaha mereka,” terangnya saat dihubungi readtimes.id.
Tidak berhenti di situ, Muti dan para relawan lainnya juga mencarikan pasar untuk produk para ibu agar dapat dijual. Mengingat selain keterampilan dan modal awal, memastikan bahwa produk rumah tangga itu mendapatkan pasar yang tepat adalah hal yang tidak kalah penting dalam gerakan pemberdayaan di tengah pandemi.
Untuk mempromosikan produk para ibu, biasanya mereka bekerja sama dengan berbagai platform, influencer, dan komunitas kemanusiaan lainnya.
“Jadi misalnya ada ibu yang jual nasi bungkus, kami carikan teman komunitas yang kebetulan tengah ada kegiatan bagi-bagi makanan di saat pandemi, untuk kami arahkan bisa membeli langsung di ibu ini,” tambanya.
Sejak dimulai pada awal pandemi 2020 lalu, kini sudah ada seratus orang lebih ibu rumah tangga yang mereka bantu.
Di tempat yang berbeda ada juga Fadli Ananda Iskandar Idy, seorang dokter kandungan di Makassar yang juga memberikan waktunya melayani para ibu yang tengah mengandung di saat pandemi.
Sebagai seorang dokter kandungan, menurut Fadli tidak jarang karena himpitan ekonomi di tengah pandemi para ibu tidak tidak melakukan pemeriksaan secara rutin dikarenakan adanya tambahan beban biaya.
“Padahal kita tahu masa depan manusia itu sangat ditentukan di seribu hari pertama ia hidup, yakni 9 bulan di kandungan dan 2 tahun pasca lahiran,” terang Fadli.
Jika para ibu kemudian acuh tak acuh dengan kandungannya, maka ini akan berdampak buruk pada generasi-generasi yang akan hadir ke depannya.
Dalam praktiknya, Fadli tidak memungut biaya apapun baik dari pemeriksaan atau pun saat para ibu melakukan USG kandungan. Ia mengaku telah memasang jadwal khusus yakni setiap hari Jumat mulai pukul 15.30-18.00 Wita untuk melayani para ibu.
“Biasanya sampai lewat jam 18.00 juga kalau banyak pasiennya,” tukasnya.
Dalam keterangannya dalam sepekan ia bisa memeriksa lima puluh orang ibu hamil. Dan tidak sampai disitu saja, selain memberikan pelayanan kesehatan gratis, dokter yang piawai memainkan alat musik drum ini juga tak jarang membantu masyarakat, khususnya anak muda yang ingin mempromosikan UMKM milik mereka di akun instagramnya.
“Iya saya pikir apa susahnya sisa posting kan. Ya Alhamdulillah jika itu kemudian dapat membantu mereka, ” tambahnya.
Menanti Kehadiran Negara
Muthmainnah dan Fadli Ananda adalah sekian dari contoh masyarakat yang telah bergerak hari ini dengan kemampuan mereka masing-masing dalam membangun solidaritas untuk membantu sesama melewati situasi krisis. Di mana dalam langkah awalnya mereka tidak pernah menunggu instruksi resmi dari negara terlebih dahulu.
Adapun yang mereka lakukan di atas tak lain adalah sebuah sikap empati sosial di tengah krisis seperti yang dijelaskan sosiolog Universitas Hasanuddin Iqbal Latief kepada readtimes.id.
Sikap empati yang selalu saja muncul ketika situasi-situasi tertentu oleh masyarakat Indonesia, seperti saat terjadi bencana alam, tragedi kemanusiaan dan sebagainya.
Sikap empati yang tidak disadari telah berulangkali menempatkan negara ini sebagai negara paling dermawan di dunia. Seperti yang disampaikan Charities Aid Foundation (CAF) dalam Laporan Indeks Kedermawanan Dunia atau World Giving Index (WGI). Perolehan skornya pun naik signifikan dari 58 persen di tahun 2018 menjadi 69 persen di tahun ini.
Ini menjadi bukti sejatinya Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk keluar dari krisis dengan mengoptimalkan dan mewadahi secara baik aksi-aksi solidaritas masyarakat.
Kendati demikian, mengingat solidaritas yang hadir dari sikap empati sosial di tengah krisis ini sifatnya masih sporadis atau belum merata. Artinya, masih membutuhkan negara untuk mengatur dan memfasilitasi nya dengan baik agar segala sumber daya yang ada mempunyai dampak lebih besar.
“Solidaritas dalam menghadirkan bantuan alat kesehatan misalnya, ini butuh peran negara untuk mengatur itu agar terdistribusi dengan baik dan merata,” terang Iqbal.
Lebih jauh, sudah saatnya negara sadar bukan berarti karena alasan kedaruratan lantas demokrasi atau peran partisipasi publik dalam krisis layak untuk dikesampingkan.
1 Komentar