Readtimes.id- Saat ini perbincangan mengenai impor beras di Tanah Air. Menjadi kebiasaan impor selama rezim Jokowi. Ketika impor terjadi berarti permintaan dalam negeri lebih besar dari hasil, artinya mengalami kekurangan. Persoalan itulah yang ditutupi dengan impor. Karena ketika terjadi kekurangan dan tidak ada impor negara akan menjadi bingung.
Sementara impor beras saat ini menjadi perdebatan, kenapa harus impor sedangkan data Bulog menyebutkan bahwa stok dan persediaan ada. Ketika persediaan ada dan stok mencukupi berarti tidak perlu melakukan impor. Karena ketika impor maka pasti harga turun, dan terbukti petani sekarang menjerit karena harga sudah dibawa dari biaya produksi.
Permasalahan lainnya adalah adanya perbedaan masing-masing departemen pemerintahan. Penjelasan menteri pertanian bahwa stok pangan banyak tersedia. Jadi tidak ada alasan untuk melakukan impor. Namun menteri perdagangan menginginkan hal tersebut. Inilah menjadi penilaian bahwa dari dulu data kurang bagus. Sehingga data mana yang menjadi acuan.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Hasanuddin, Dr. Anas Iswanto Anwar mengatakan impor terjadi akibat adanya politik dagang. Dimana ketika negara buka keran impor, berarti ada juga tujuan ke negara lain untuk kita ekspor. Bisa saja ada nego hal-hal sepeti itu, dan bisa saja ada kaitannya dengan hutang negara. Banyak hal yang diluar seperti faktor ekonomi yang bisa mempengaruhi sehingga mendorong impor.
Dengan adanya impor, tentu ada persaingan atau perbedaan harga antara produk lokal dan produk impor. Masyarakat pasti mencari barang dan membeli dengan harga murah. Selama ini kita juga lihat barang impor itu murah dan kualitas bagus. Jadi mesti produk lokal kita dijaga kualitasnya dan menambah jumlah produknya.
Impor selama ini, produk yang didatangkan memiliki kualitas lebih baik. Tapi anehnya, biasanya itu barang yang kita impor, sudah murah dan juga lebih bagus kualitasnya. Akhirnya tentu masyarakat lebih tertarik, namanya juga masyarakat akan mencari yang murah. Maka dampaknya akan terjadi pada peternak, petani, pedagang, dan sebagainya dan kemungkinan tidak laku barangnya.
Tetapi, kembali lagi pemerintah keberpihakannya kemana, kalau dia berpihak kepada ekonomi kerakyatan, berpihak kepada UMKM, mestinya bagaimana memberdayakan produk UMKM tanpa harus melakukan impor. Petani yang dirugikan dan kalau memang murah harganya masyarakat akan untung, tapi kembali lagi petaninya. Ketika impor masuk tentu harganya menjadi lebih murah. Maka harga akan turun.
“Ketika stok pangan berkurang, negara merasa takut. Bagaimana kalau tidak ada beras, kan persoalan juga. Makanya hitungannya harus jelas. Dan setiap panen, apakah mencukupi hingga panen berikutnya. Ini kita bicara normal tidak ada hama dan bencana. Dimana-mana penjelasannya bahwa cukup, kalau cukup ngapain impor. Kalau berbicara impor, pasti lagi ada orang yang menunggu untuk mendapatkan keuntungan. mungkin hanya 50 perak atau 100 perak tapi kalau di kali banyak dikali berapa kilo dan berapa ton,” ujarnya kepada readtimes.id Selasa, 30 Maret 2021.
Menjadi aneh karena selama ini, pertanian yang menolong perekonomian Indonesia. Dengan demikian, pertanian sangat menjanjikan. Selama ini hanya sektor pertanian yang positif. Menjadi aneh ketika terjadi impor utamanya impor beras. Supaya tidak menjadi kontroversi seperti inilah, memang mestinya. Masing-masing kementerian seharusnya menurunkan ego. Kemudian duduk bersama dengan data yang benar. Jangan selalu dibikin kisruh-kisruh seperti ini. Kelihatan bahwa kordinasi antara kementrian juga tidak ketemu.
Kembali kepersoalan apakah memang benar harus melakukan impor? Data harus jelas terlebih dahulu. Karena kita juga mengerti persoalan ketika suatu saat tiba-tiba habis beras. Makanya ada bulog yang menampung. Kemudian kita bisa hitung kebutuhan satu bulan berapa lalu melihat stoknya sampai panen berikutnya. Kalau tidak cukup, sehingga tidak ribut lagi mengenai impor. Karena ada kejelasan data.
Baca juga: https://readtimes.id/dibalik-kebijakan-impor-beras/
https://readtimes.id/impor-beras-petani-diperas/
1 Komentar