
Readtimes.id– Duka pemilu kembali terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Dua orang petugas KPPS meninggal dunia. Kelompok masyarakat sipil dan Pemantau Pemilu meminta penyelenggara melakukan evaluasi sungguh-sungguh agar pemilu tidak menjadi momentum 5 tahunan yang selalu merenggut nyawa.
Untuk diketahui KPPS yang meninggal tersebut adalah Wiliam Tandi Paelongan (24) dan Daliyah Salsabilah (23) yang masing-masing bertugas di Manggala dan Rappocini.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Makassar Hambaliie mengungkapkan , Wilyam Sandi Pailongang diduga jatuh sakit karena kelelahan saat mengantarkan surat undangan memilih kepada warga.
“Almarhum ini mengeluh sakit sehari sebelum pencoblosan. Jadi malam pencoblosan dia sudah di rumah sakit,” ujarnya kepada wartawan di rumah duka, Kamis 15 Februari 2024.
“Mungkin karena kelelahan mengantar undangan,” imbuhnya.
Adapun Dahlia yang bertugas di Rappocini kondisi meninggalnya tidak berbeda jauh dengan Wiliam. Dahlia juga meninggal karena jatuh sakit sehari sebelum pemungutan suara.
“Sama kondisinya. Belum perhitungan suara sudah sakit,” kata Hambaliie.
Keduanya, ungkap Hambaliie akan mendapatkan santunan dari KPU Makassar yang telah bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun untuk mereka yang meninggal, bila sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-647/MK.02/2022 tanggal 5 Agustus 2022 hal Satuan Biaya Masukan Lainnya (SBML) Tahapan Pemilihan Umum dan Tahapan Pemilihan, akan mendapatkan sebanyak Rp36 juta ditambah bantuan biaya pemakaman Rp10 juta.
Perketat Seleksi KPPS
Koordinator Pemantau Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), Muhammad Kafrawi Saenong mengungkapkan bahwa penyelenggara dalam hal ini KPU perlu memberikan perhatian lebih saat proses seleksi KPPS.
“KPU perlu betul-betul teliti soal syarat kesehatan itu. Surat sehat itu harusnya keluar dari rumah sakit pemerintah yang benar-benar ditunjuk resmi oleh penyelenggara, buka hanya klinik-klinik kesehatan biasa yang proses pemeriksaan sederhana,” ujar Kafrawi saat dihubungi Readtimes pada Jumat 16 Februari 2024.
Selain itu, ke depan KPU juga bisa membuka peluang untuk penambahan anggota KPPS dalam satu TPS jika dirasa pekerjaanya sangat banyak.
“Kalau anggaran ada, kenapa tidak membuka peluang agar ada penambahan jumlah KPPS jika dirasa pekerjaannya sangat banyak dan berat. Supaya pekerjaan mereka jauh lebih ringan,” imbuhnya.
Sementara itu Samsang Syamsir, Anggota Koalisi OMS Kawal Pemilu 2024 Sulsel dari lembaga Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah (FIK ORNOP) Sulsel mengungkapkan bahwa KPU sejatinya belum benar-benar belajar dari pemilu sebelumnya.
“Jika masih ada korban tahun ini ya berarti KPU sebagai penyelenggara belum benar-benar belajar dari pemilu sebelumnya untuk mengantisipasi kondisi tersebut berulang,” ujar Samsang pada Readtimes, Jumat 16 Februari 2024.
Pihak berharap ke depan KPU tidak hanya berpatokan pada usia saja dalam mencegah adanya korban jiwa dalam penyelenggaraan pemilu, melainkan pada beban kerja.
Seperti yang diketahui pemilu tahun ini, KPU memberikan batasan usia minimal dan maksimal bagi penyelenggara ad hoc, menjadi 17 tahun dan maksimal 55 tahun untuk mencegah kembali terjadinya korban jiwa seperti tahun 2019.
“Biarpun muda, tapi kalau kerjanya over ya drop juga. Kita kan tahu mereka tidak hanya kerja di saat hari H, tapi sebelum itu sudah jalan tahapan. Belum lagi kerja sampai tembus pagi menjelang hari H inilah yang kemudian memicu menurunnya daya tahan tubuh, ” ujarnya.
Kata Samsang, pihaknya berharap agar kejadian tahun ini menjadi momen evaluasi besar-besaran bagi KPU di semua teknis tahapan agar pemilu tidak lagi menjadi momentum 5 tahunan yang selalu merenggut nyawa.
Tak hanya di Makassar, data sementara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) periode 10-15 Februari 2024 menyebutkan bahwa ada laporan 27 kasus kematian yang dialami KPPS. Mereka dinyatakan meninggal sebelum, saat berlangsung, hingga sesudah hari pemungutan suara.
Editor: Ramdha Mawadha
Tambahkan Komentar