RT - readtimes.id

Sistem Tunjuk PJ Kepala Daerah, Konsolidasi 2024?

Readtimes.id– Penunjukan Penjabat (PJ ) kepala daerah oleh Presiden sebagai imbas tidak diselenggarakannya pemilihan kepala daerah (Pilkada)  2022 atau 2023 sarat akan adanya konsolidasi politik yang tengah dibangun untuk menuju  2024. 

Adalah pakar politik Universitas Airlangga, Aribowo, pada readtimes.id mengungkapkan bahwa mundurnya Pilkada tahun 2024 adalah sebuah kebijakan dari pemerintah yang tidak bisa dibaca hanya sebatas sebagai bentuk penghematan anggaran atau waktu saja,  melainkan adanya implikasi politik yang ditimbulkan setelahnya. 

Baca Juga : Di Balik Wacana Pengunduran Jadwal Pemilu 2024

“Ngotot untuk diundur 2024, implikasi yang diharapkan adalah akan adanya PJ kepala daerah yang ditunjuk oleh pusat atau Presiden yang dapat menguntungkan rezim atau partai-partai yang tengah berkuasa untuk kepentingan di 2024, ” terangnya. 

Hal ini bisa juga dilihat dari sikap mayoritas fraksi partai di DPR pada awal Februari lalu yang pada menit-menit terakhir justru balik bersepakat dengan partai PDIP untuk menyelenggarakan Pilkada 2024, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan hanya menyisakan Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) dan Demokrat yang menolak. 

Seperti yang diketahui sebelumnya ada sejumlah partai besar seperti Golkar dan Nasdem yang awalnya menolak Pilkada digelar pada 2024 namun belakangan akhirnya setuju.

“Logikanya sederhana saja, tentu Pusat tidak akan menunjuk pihak-pihak yang berseberangan untuk mengisi kekosongan di 2022 -2023 karena alasan kestabilan. Jikalaupun diambil dari kalangan birokrat tentu pasti juga harus sejalan agar seluruh agenda di daerah lancar,” tambahnya. 

Menjadi sarat akan kepentingan lagi ketika dalam melaksanakan tugas nanti PJ Kepala Daerah akan dimungkinkan untuk mendapatkan wewenang penuh. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik saat konferensi pers di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pertengahan Februari lalu. 

“Kami ingin sampaikan, Pj itu kewenangannya full,” ujar Akmal. 

Dalam kesempatan yang sama, pihaknya bahkan juga meminta agar publik tidak menyamakan terminologi penjabat (Pj), penjabat sementara (Pjs), pelaksana tugas (Plt), dan pelaksana harian (Plh).

Sebab, Pj memiliki kewenangan penuh selayaknya kepala daerah terpilih. Berbeda dengan Plt, Plh, dan Pjs yang kewenangannya cenderung terbatas .

Ancang-ancang 2024 

Meskipun penunjukannya sesuai dengan  aturan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 201 point 9, yang menyebutkan bahwa  kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota akan diisi oleh penjabat (Pj) sampai terpilihnya kepala daerah dalam Pemilihan Serentak nasional 2024, namun kewenangan yang penuh seorang PJ tidak menutup kemungkinan akan berpotensi menimbulkan  penyimpangan atau abuse of power. 

”PJ Kepala daerah yang bisa saja datang dari birokrat pendukung bisa menjadi suport system untuk mengarahkan dukungan pada pihak- pihak tertentu yang akan berkontestasi 2024,” terang Aribowo. 

Ini penting untuk dicermati mengingat jumlah daerah yang tahun 2022 dan 2023 mengalami kekosongan jabatan akibat kepala daerah purna tugas tidak sedikit. 

Tercatat setidaknya ada sekitar 271 daerah yang akan dipimpin oleh Pj kepala daerah. Sebanyak 101 kepala daerah hasil Pilkada 2017 habis masa jabatannya pada 2022, dan 170 kepala daerah hasil Pilkada 2018 yang masa jabatannya habis pada 2023. Khusus gubernur, bakal ada 27 orang yang akan habis masa jabatannya, tujuh gubernur di tahun 2022 dan 17 gubernur di 2023. 

Adapun Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat yang selama ini menjadi lumbung suara potensial juga merupakan daerah yang  pada 2022 dan 2023 harus diisi oleh PJ Kepala Daerah. 

Butuh Kontrol 

Kendati dalam pelaksanaan  penunjukan kepala daerah menurut Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Jokowi bisa saja membentuk Tim Penilai Akhir (TPA), yang bertujuan menilai para birokrat yang akan diangkat, namun bukan berarti publik lantas dapat abai dan lepas tangan untuk melakukan kontrol sebagaimana yang disinggung oleh Mardani Ali Sera, Politisi Partai Keadilan Sejahtera belum lama ini dalam unggahan akun sosial medianya. 

Baca Juga : Konsolidasi Kekuasaan Ala Jokowi

Menurutnya, publik harus mengetahui argumentasi dan informasi penunjukkan sosok PJ Kepala Daerah yang akan menjabat selama hasil pemilu 2024 belum ditetapkan agar menghindari adanya penyimpangan kekuasaan.

Selain itu, pengawasan dan evaluasi kinerja dan pelaksanaan pemerintahan yang baik perlu untuk dilakukan secara intensif mengingat 1 atau 2 tahun itu bukanlah  waktu yang singkat untuk seseorang menjabat. 

“Lalu pengawasan dan evaluasi kinerja dan pelaksanaan good governance perlu dilaksanakan dengan intensif. Jika ditemukan penyimpangan bisa segera diganti,” tulis Mardani pada akun twitter miliknya, Rabu (22/9/2021).

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: