Redaksi Readtimes.Id baru saja menerima pesan WhatsApp berisi surat terbuka dari anggota komisi II DPR-RI, sekaligus ketua DPD Partai Demokrat Sulteng, Anwar Hafid .
Berikut isi suratnya:
Oleh : Anwar Hafid
Jendral TNI (Purn) Dr. H. Moeldoko, S.I.P yang saya hormati, perkenalkan saya Anwar Hafid ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Tengah sekaligus anggota komisi II DPR-RI. Mungkin Jenderal Moeldoko yang katanya telah terpilih sebagai Ketua Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, belum mengenal baik.
Karena itu, surat ini saya mulai dari perkenalan. Karena ibarat kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Tak sayang maka tak cinta.
Begitu pula saya sebagai ketua DPD Demokrat Sulawesi Tengah, bersama pemilik suara pimpinan 13 DPC se-Sulawesi Tengah, kami mungkin tidak mengenal dengan baik pak Jenderal sebagai kader Partai Demokrat, bagaimana mungkin kami akan sayang dan cinta kepada bapak Jenderal?
Apalagi memilih saudara Jenderal, sebagai ketua umum partai kami ?
Bapak Moeldoko yang saya hormati, sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) apalagi dari profil yang saya baca, selain Jendral (purn) militer saudara juga punya latar belakang pendidikan bahkan menjadi doktor administrasi.
Dengan segala hormat, saya ingin mengingatkan tentang dasar administrasi negara dan konstitusi kita sebagai ‘negara hukum’. Yang berarti, segala aspek dan pranata kehidupan bernegara, berdiri di atas aturan hukum yang konstitusional.
Salah satu dasar konstitusi kita menyangkut Partai Politik yakni Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011, tentang partai politik yang mengatur secara tegas dan jelas bagaimana kelembagaan partai politik berjalan. Pada undang-undang parpol tersebut, begitu jelas tercantum menyangkut AD/ART sebagai peraturan dasar sekaligus ‘hasil keputusan forum tertinggi partai politik’.
Sudah terang benderang, sejak kongres ke-V Partai Demokrat pada bulan Maret tahun 2020 yang lalu, kami semua sebagai pemilik suara yang sah berdasarkan AD/ART telah memilih saudara Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum.
Termasuk mendukung pengesahan AD/ART Partai Demokrat utamanya pasal 81 ayat 4 Anggaran Dasar (AD) tentang pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) hanya bisa terlaksana; atas permintaan Majelis Tinggi Partai atau sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan 1/2 (satu per dua) dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang (DPC) serta disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi Partai.
Pertanyaan saya, sebagai kader Partai Demokrat apakah ketentuan itu sudah terpenuhi? Kami sebagai pemilik suara sah dalam dasar konstitusi partai tidak pernah mengusulkan, menyepakati, apalagi mendukung pelaksanaan KLB Deli Serdang ?
Lantas, apa dasar dari pelaksanaan KLB dan penunjukan bapak Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat ?
Rasa-rasanya, sebagai anggota DPRRI apalagi membidangi komisi II pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah, serta kepemiluan, saya sulit menerima dengan nalar sehat apa yang bapak Moeldoko dan peserta KLB illegal lakukan terhadap Partai Demokrat.
Karena, apa yang saudara-saudara lakukan bukan sekedar menyerang ‘institusi Partai Demokrat namun lebih jauh menyerang konstitusi republik ini’, serta melakukan tindakan illegal dalam sistim kehidupan demokrasi dari negara yang sama-sama kita cintai.
Saya yakin, seorang Jendral TNI (Purn) Dr. H. Moeldoko adalah orang yang cinta akan negeri ini. Termasuk sebagai kepala KSP aktif, tentu paham dengan baik, bagaimana pentingnya menempatkan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.
Kepentingan untuk menempatkan konstitusi sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam kehidupan berpartai dan berpolitik. Selain tentu saja, pentingnya menjaga etika politik sebagai landasan tertinggi sebagai seorang politisi.
Terakhir saya ingin mengutip pesan proklamator negara kita, Bung Karno untuk Jenderal (purn) Moeldoko dan para peserta KLB; Politik bukanlah perebutan kekuasaan bagi partainya masing-masing, bukan persaingan untuk menonjolkan ideologinya sendiri-sendiri, tetapi politik untuk menyelamatkan dan menyelesaikan revolusi Indonesia.
Karena memang, masih banyak persoalan penting dari cita-cita revolusi Indonesia yang harus kita selesaikan yakni mewujudkan kesejahteraan umum, kemerdekaan, perdamaian dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara yang mesti kita laksanakan. Apalagi kini kita masih dalam situasi krisis akibat pandemi, lebih baik Jendral TNI (Purn) Dr. H. Moeldoko sebagai kepala KSP berfokus pada urusan tersebut dibandingkan terjebak pada permainan KLB illegal.
Karena, KLB itu Ilegal Jenderal !
6 Komentar