RT - readtimes.id

Tak Sekadar Fisik, Jadi Atlet Butuh Mental!

Readtimes.id– Bermain dengan label unggulan pertama, Anthony Sinisuka Ginting malah tampil melempem kala menghadapi pebulutangkis Prancis, Lucas Claerbout, di putaran pertama Korea Open. Ia takluk dua set langsung, 16-21 dan 13-21. Hal ini memperpanjang durasi puasa gelar Ginting, setelah berada di puncak podium Indonesia Masters 2020.

Berkenaan dengan hal tersebut, pelatih tunggal putra, Irwansyah berkomentar, “Di latihan pun, kalau ada pukulan yang tidak enak, langsung dia kepikiran terus. Dan itu yang membuatnya tidak percaya terhadap kemampuan yang dia miliki. Jatuhnya menjadi beban”.

Sebagai seorang atlet, ada hal lain yang harus diperkuat selain kondisi fisik, yaitu mental. Saat pemain sudah berada di titik meragukan diri sendiri, penampilannya bisa saja menjadi yang paling terdampak.

Menurut Emily Pluhar dalam Journal of Sports Science and Medicine, atlet yang bermain di nomor individu bisa menderita kecemasan atau depresi lebih tinggi daripada mereka yang turun di nomor beregu.

Dampak kecemasan atau depresi yang melanda bisa mempengaruhi performa seorang pemain secara signifikan. Faktor depresi yang tidak terkontrol tersebut sendiri bisa beragam. Mulai dari konflik pribadi sang pemain, frustasi terhadap cedera, atau frustasi terhadap kemampuan diri sendiri, seperti yang dikhawatirkan mengganggu performa Ginting.

Menurut penelitian yang dilakukan Maureeen A. Weston dari Pepperdine University, tim pelatih memegang peranan sangat vital dalam penanganan mental pemain. Idealnya, seorang pelatih dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemain untuk bisa menceritakan masalahnya dan mengatur situasi perasaan sang atlet.

Meski lebih berdampak terhadap atlet di nomor individu, perasaan depresi bisa juga terjadi kepada pemain yang bermain di sebuah tim, namun tidak memiliki keterikatan dengan tim yang dibelanya. Baik itu karena minimnya waktu bersama skuad atau ketiadaan sosok yang dapat menjembatani setiap individu dalam sebuah tim. Hal ini terjadi pada Irvin Museng.

Ia sempat dianggap calon bintang masa depan Indonesia mengingat gelar yang ia raih sebagai top skor piala dunia junior. Seiring waktu, ia masuk ke dunia sepak bola profesional dan memulai karier di PSM Makassar. Sayangnya, ia terkendala administrasi dan akhirnya terpaksa bergabung dengan Pro Duta.

Sialnya, cedera mulai membunuh karier sang pemain dan membuatnya tidak lama di Pro Duta dan berganti-ganti jersey hingga memutuskan pensiun pada 2014. Ia sendiri mengaku bahwa faktor cedera lah yang membuatnya undur diri dari lapangan hijau. Minimnya dukungan saat ia berada dalam pemulihan tentu juga mempengaruhi keputusan sang pemain dalam mengambil langkah gantung sepatu.

Melihat kasus yang melanda Anthony Sinisuka Ginting, sudah sepatutnya PBSI mengambil langkah penanganan kondisi mental sang atlet sebelum semakin memperburuk kondisinya.

Cukup Irvin Museng lah talenta olahraga Indonesia yang menjadi korban dari kurang optimalnya penanganan kondisi mental dalam menghadapi masalah pemain. Sebelum kondisinya semakin memburuk, melibatkan psikolog olahraga dengan kualitas terbaik tentunya bisa ditempuh untuk menyelamatkan potensi besar Ginting dan atlet muda Indonesia lain.

Editor: Ramdha Mawaddha

Jabal Rachmat Hidayatullah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: