RT - readtimes.id

Telaah Di Balik Pasal Kontroversial UU ITE

Readtimes.id–Lagi. Sinyal revisi undang-undang yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum atau dikenal oleh publik sebagai UU ITE mencuat. Kali ini di  rapat TNI-Polri di Istana Negara pada Senin, 15 Februari.

Hal ini muncul saat Jokowi meminta agar implementasi UU tersebut menjunjung prinsip keadilan. Bahkan pada sambutannya orang nomor 1 di Indonesia itu bahkan mengatakan, ia akan meminta DPR menghapus pasal-pasal karet yang ada di UU ITE karena pasal-pasal itu menjadi hulu dari persoalan hukum UU tersebut.

Seperti yang diketahui setidaknya ada 9 pasal yang menimbulkan polemik di publik  menurut Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto. Namun diantara 9 pasal adalah pasal 27-29 yang kemudian banyak  menyita perhatian publik karena melalui pasal ini banyak masyarakat yang kemudian dipenjara

Adalah Maskun, pakar hukum dari Universitas Hasanuddin mengatakan bahwa pada sebenarnya pasal- pasal yang sering dipermasalahkan seperti 27 ayat 3 menyoal pencemaran nama baik, 28 ayat 2 menyoal  ujaran kebencian pada dasarnya tidak berdiri sendiri 

” iya seperti pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian yang selama ini dipersoalkan itu perlu dipahami adalah pasal-pasal yang sejatinya tidak berdiri sendiri ”  ujar Maskun

Pihaknya menjelaskan pasal- pasal tersebut pada dasarnya berkaitan dengan pasal 310 dan 311 KUHP. Jadi sepanjang kasus itu memenuhi apa yang kemudian dipersyaratkan dalam KUHP maka itu dinyatakan sah.

” jadi dilihat dulu penjelasannya di KUHP, apakah itu memenuhi persyaratan atau tidak ” tambahnya 

Ketika disinggung mengenai tafsiran yang beragam yang muncul dikalangan penegak hukum ketika menangani persoalan kasus yang menyangkut  beberapa pasal kontroversial dalam UU ITE menurut Maskun, itu memang akan bermasalah ketika penegak hukum hanya melihat dari sisi gramatikal, namun berbeda ketika dengan menggunakan metode yang lain

” kalau satu kasus hanya ditafsirkan secara gramatikal jelas itu salah , tapi ketika menggunakan metode lainnya bisa jadi benar. Namun sekali lagi untuk ujaran kebencian, pencemaran nama baik silakan kembali ke KUHP” terangnya.

Lebih jauh mengomentari terkait wacana revisi yang dilontarkan oleh pemerintah menurut maskun pihaknya setuju, namun tidak untuk sekarang karena masih ada  undang-undang yang lebih urgen untuk segera diselesaikan seperti UU perlindungan data pribadi, karena ini menyoal hak warga negara.

Namun bukankah menjamin rasa aman di diri warga negara  ketika menyampaikan pendapat di dunia maya yang kini telah berubah menjadi ruang publik itu, adalah juga salah satu langkah untuk menjamin hak warga negara?  

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: