Readtimes.id– ” Kita tentu berharap pejabat daerah terpilih adalah seseorang yang akuntabel, dan dapat mengutamakan kepentingan publik dalam setiap keputusan yang diambilnya. Bukan seseorang yang diutus untuk mempertahankan status quo ” tukas Hasrullah pakar komunikasi politik Universitas Hasanuddin kepada readtimes.id
Hal ini tak lain menanggapi imbas dari keputusan Pemerintah bersama DPR jika nantinya Pilkada serentak benar akan dilaksanakan pada tahun 2024, dimana menyebabkan adanya kekosongan jabatan pada sejumlah daerah di Indonesia yang melaksanakan Pilkada pada tahun 2018, sehingga perlu adanya pejabat sementara atau pelaksana tugas untuk memimpin daerah tersebut.
” Belajar dari pengalaman beberapa daerah yang harus dipimpin oleh pelaksana tugas karena terjadinya kekosongan kursi kekuasaan, pada dasarnya nampak sangat rentan dengan praktik makelar politik atau komprador politik yang tujuannya tidak lain adalah mempertahankan kekuasaan rezim lama ” terang Hasrullah
Bagi dosen Fisip Unhas tersebut, komprador politik sejatinya adalah sosok perantara yang ditempatkan oleh elit tertentu untuk mempertahankan pengaruh kekuasaannya melalui jabatan tertentu.
Melalui komprador politik seorang elit dapat mengontrol kebijakan sebuah daerah yang dapat menguntungkannya dari sisi ekonomi maupun politik meskipun secara regulasi masa jabatannya telah usai. Dan apa yang kemudian disebut sebagai lelang jabatan bisa menjadi hal yang sangat lumrah terjadi dalam proses ini.
” Kesan mempertahankan status quo ini lah yang kemudian akan membuat para pejabat transisi ini tidak independen dalam memutuskan sebuah kebijakan publik. Karena kebijakan yang lahir dari mereka tak lain hanyalah sebuah “instruksi politik” semata dari rezim yang berkuasa, bukan benar-benar berangkat dari kepentingan publik” tambahnya
Jika sudah seperti ini tentunya jangan berharap akan adanya tempat untuk kata demokrasi dalam pergantian pejabat publik dalam masa transisi, yang mana di dalam praktiknya niscaya jelas mensyaratkan adanya proses komunikasi atau dialog antar pejabat publik.
” Bila komunikasi dan dialog saja sudah tidak terbangun sejak awal antar pejabat lama dengan para pelaksana tugas yang ada minimal mengenai regulasi untuk daerah yang memasuki masa transisi kepemimpinan, maka hampir bisa dipastikan nila-nilai demokrasi itu akan kabur. Selain tak adanya kepentingan publik terwadahi, juga takkan ada adanya penghargaan atau penghormatan antar sesama pejabat publik yang sama-sama memiliki wewenang” tutup Hasrullah
Tambahkan Komentar