RT - readtimes.id

Waktu yang Tepat untuk Penghargaan Pemain Bertahan Terbaik

Readtimes.id- Ada sebelas orang yang bermain sebagai satu tim dalam sebuah pertandingan sepak bola. Setiap dari mereka memiliki tugasnya masing-masing, ada yang bertugas untuk melindungi gawang sendiri, penghubung antarlini, dan sebagai juru jebol pertahanan lawan. Sebagai olahraga terpopuler di dunia, menjadi seorang pesepak bola handal bisa membuat kita menjadi sangat terkenal. Hal yang sama berlaku untuk seorang Karim Benzema.

Sebagai seorang keluarga imigran, Benzema tumbuh di sebuah negara Eropa, Prancis. Perlahan, pertumbuhannya bersama sepak bola membuat dirinya mendapatkan kepopuleran dan puncaknya saat ia menjadi pemenang Ballon D’or, penghargaan untuk pemain terbaik dunia yang sudah sangat terkenal. Selain menjadi orang Prancis pertama yang memenangkan gelar itu sejak 1998, Benzema juga kembali lagi menegaskan dominasi para penyerang dalam penghargaan pemain sepak bola terbaik.

Sejarah mencatat, penghargaan untuk pemain terbaik dunia senantiasa menjadi milik mereka yang bertugas untuk mencetak gol ke gawang lawan. Terakhir kali seorang pemain bertahan yang memenangkan penghargaan ini adalah Fabio Cannavaro pada 2006. Sebelum pria Italia, pemain spesialis bertahan terakhir yang merengkuh gelar ini adalah Lothar Matthaus dari Jerman pada 1990. Jarangnya pemain bertahan menjadi yang terbaik di dunia menggambarkan harga penting serangan pada sebuah pertandingan sepak bola.

Berkaca pada olahraga dengan aturan waktu yang terbatas seperti bola basket, bola tangan, atau rugbi, sepak bola adalah olahraga dengan peluang tercipta angka terkecil. Skor tanpa gol akan menjadi sebuah pemandangan yang lazim kita temui di sepak bola. Bandingkan dengan bola tangan atau rugbi yang bisa mencetak banyak angka dalam sekali bermain, apalagi bola basket yang total poin dalam sebuah pertandingan bisa mencapai seratus, bahkan lebih.

Terlepas dari krusialnya gol yang dicetak oleh mereka yang menyerang, hal tersebut tidak dapat menjadi alasan dipandang sebelah matanya peran aktif para pemain bertahan. Sebuah tim boleh saja memasukkan 3 gol dalam sebuah pertandingan, tetapi ketika mereka alpa dalam bertahan dan kebobolan 4 gol, mereka akan tetap kalah. Maka kehadiran aspek menyerang dan bertahan yang kuat tetap harus diperhatikan oleh sebuah tim yang ingin juara.

Sayangnya, meski sama-sama memiliki peran yang sama penting dan sama vitalnya untuk tim, sepak bola tidak dapat benar-benar menjadi adil untuk mereka yang bermain bertahan, bahkan, tidak hanya di sepak bola saja, tetapi di olahraga lain seperti basket. Hal ini tidak terlepas dari perhitungan statistik di dalam olahraga.

Kita barangkali akan mengenal elemen seperti gol, umpan gol, atau umpan kunci yang dapat dikuantifikasi untuk mengukur intensitas permainan menyerang seseorang. Namun, aspek-aspek seperti blok, sapuan, atau tekel dalam bertahan sejatinya tidak menggambarkan kualitas bertahan seseorang. Pasalnya, aksi-aksi tersebut hanya akan dilakukan pemain bertahan ketika sebuah pertahanan terancam atau dalam hal ini gagal dalam menetralisir sebuah serangan.

Sederhananya, sebuah sapuan dan blok tidak akan dilakukan jika tidak terjadi aksi menyerang seperti menembak bola ke gawang yang mana itu menandakan bahwa seorang pemain bertahan telah dilewati atau gagal untuk menetralisir serangan lawan.

Hal tersebut juga dipertegas oleh pernyataan Paolo Maldini yang terkenal, “Jika saya harus melakukan tekel, maka saya sudah melakukan kesalahan.”

Berkaca pada situasi yang sulit tersebut, maka kasus jarangnya pemain bertahan yang menjadi pemain terbaik dunia menjadi sedikit terjelaskan dan bisa diterima. Sayangnya, ketidakadilan yang dialami pemain bertahan tidak hanya terjadi pada kertas statistik yang berujung ke sebuah narasi tentang performa permainan, tetapi juga kategori penghargaan yang diberikan dalam anugerah Ballon D’or.

Selain penghargaan seperti pemain lelaki dan perempuan terbaik, pemain muda terbaik, apresiasi terhadap pemain dengan aktivitas kemanusiaan, dan tim terbaik, kita juga mengenal penghargaan untuk kiper terbaik dan penyerang terbaik. Jika melihat pola pemenang pemain terbaik, maka penghargaan untuk penyerang terbaik tahun 2022 ini seharusnya juga menjadi milik Karim Benzema yang notabene berposisi sebagai striker. Namun, lewat kontroversi kehadiran penghargaan penyerang terbaik pada tahun lalu, sudah seharusnya penghargaan untuk pemain bertahan juga dibuat untuk mengapresiasi mereka yang bermain di posisi pertahanan.

Pada akhirnya, dominasi penyerang dalam penghargaan pemain terbaik sudah seharusnya membuat pihak penyelenggara berpikir untuk memberi ruang apresiasi terhadap para pemain bertahan. Sebab, ketimbang memberi gelar hiburan seperti penyerang terbaik yang lagi-lagi ditujukan untuk penyerang, menghadirkan penghargaan pemain bertahan terbaik setidaknya dapat menjadi wadah untuk mengapresiasi para pemain bertahan yang kerap kali diabaikan.

Jabal Rachmat Hidayatullah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: