Readtimes.id– Belum lama ini Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak sawit, olein, hingga minyak goreng. Implementasi kebijakan ini berujung anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit, hingga para petani merasa dirugikan.
Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) merupakan kebijakan untuk memenuhi pasokan kebutuhan minyak kelapa sawit dalam negeri dan domestic price obligation (DPO) merupakan kebijakan harga domestik minyak kelapa sawit.
Pemerintah mengatur harga bahan baku minyak goreng lewat kebijakan DPO agar produsen tak terbebani memproduksi minyak goreng murah di tengah tingginya harga minyak sawit mentah atau CPO ( Crude Palm Oil) global. DPO harga minyak sawit mentah atau CPO dipatok Rp 9.300 per kg dan olein Rp 10.300 per kg.
Pascakebijakan DMO dan DPO tersebut, harga TBS anjlok ke harga Rp 2.550 dari Rp 3.520.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) sejak awal sudah menyampaikan usul dan syarat terkait kebijakan tersebut. Jika syarat tersebut terpenuhi, maka pihaknya mendukung kebijakan Kemendag untuk stabilisasi harga minyak goreng melalui DMO dan DPO.
Syarat-syarat tersebut ialah, pertama harga DPO (Rp.9.300) jangan menjadi patokan pembelian harga TBS Petani. Kedua, menyarankan pemerintah untuk membuat lembaga penampung CPO dari kewajiban DMO 20%.
Ketiga, Pemerintah dalam hal ini Kemendag harus memperbaiki tata kelola industri minyak goreng melalui distribusi pabrik minyak goreng di sentra perkebunan rakyat.
“Jika satu, dua dan tiga terpenuhi dipastikan ke depannya tidak akan kisruh seperti saat ini,” ungkap ketua Apkasindo Kalimantan Barat, Indra Rustandi kepada readtimes.id.
Indra mengatakan sudah memperingatkan Kemendag akan risiko DMO dan DPO. Menurutnya pilihan Kemendag ini tidak buruk, namun antisipasi resikonya tidak siap. Kondisi diperparah dengan perusahaan peserta tender sawit dan pabrik-pabrik kelapa sawit membabi buta membanting harga TBS Petani.
“Ya para spekulan akan bermain ambil untung yang berlebih dan Kemendag kelabakan tanpa kompas untuk menuju rencana semula dan jalan untuk pulang pun sudah berganti arah. Terburu-buru sekali Kemendag menetaskan strategi DMO dan PSO ini,” ungkap Indra.
Menurut Indra, kebijakan subsidi minyak goreng di Permen Kemendag 03/2022 dipertahankan dulu sampai risiko-risiko tersebut terpetakan dan dipersiapkan antisipasi. Jika itu terpenuhi, Indra dan pihaknya mendukung kebijakan Kemendag terkait DMO dan DPO ini.
“Tidak perlu harus sampai 6 bulan berjalannya subsidi, namun sambil dipersiapkan antisipasi yang terukur terkait penerbitan kebijakan DMO dan DPO. Sementara Permendag Nomor 06/2022 sudah terlanjur diterbitkan dan sudah mengamanahkan Permendag Nomor 03/2022 per tanggal 31 Januari sudah tidak berlaku lagi,” ungkap Indra.
Jawaban Mendag
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan kebijakan DMO dan DPO ini tidak bertujuan merugikan petani kelapa sawit. Namun, kebijakan itu untuk memberikan jaminan stok bahan baku minyak goreng agar terjangkau masyarakat.
Harga Rp9.300 per kilogram, kata Mendag adalah harga jual CPO untuk 20 persen kewajiban pasok ke dalam negeri dalam rangka penerapan DMO. Namun, kebijakan DMO dan DPO tersebut disalahartikan oleh beberapa pelaku usaha sawit.
“Seharusnya membeli CPO melalui mekanisme lelang yang dikelola KPBN dengan harga lelang. Namun mereka melakukan penawaran dengan harga DPO,” kata Mendag lewat keterangannya di Jakarta, Senin.
Hal tersebut, lanjut Mendag Lutfi, telah membuat resah petani sawit. Seharusnya pembentukan harga tetap mengikuti mekanisme lelang di Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) tanpa melakukan penawaran harga sebagaimana harga DPO.
Penegasan tersebut sekaligus memberikan klarifikasi atas salah tafsir dari pelaku usaha kelapa sawit yang menerapkan harga lelang di PT KPBN sesuai harga DPO.
Mekanisme kebijakan DMO sebesar 20 persen atau kewajiban pasok ke dalam negeri berlaku wajib untuk seluruh eksportir yang menggunakan bahan baku CPO.
Seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok/mengalokasikan 20 persen dari volume ekspornya dalam bentuk CPO dan RBD Palm Olein ke pasar domestik dengan harga Rp9.300 per kg untuk CPO dan harga RBD Palm Olein Rp10.300 per kg.
“Eksportir harus mengalokasikan 20 persen dari volume ekspor CPO dan RBD Palm Olein dengan harga DPO kepada produsen minyak goreng untuk mencapai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan,” jelas Mendag Lutfi.
Pemerintah akan menindak tegas segala penyimpangan yang terjadi. Ketegasan ini disampaikan Mendag Lutfi sebagai bagian untuk mengawal kebijakan yang telah ditetapkan.
Setelah polemik ini, akhirnya pada senin (31/01) kemarin tim Dewan Pimpinan Pusat Apkasindo melakukan pertemuan dengan Kemendag dan berhasil menyepakati harga KPBN sebesar Rp.15 ribu dan harga TBS kembali normal.
1 Komentar