Readtimes.id– Usai Gatot Nurmantyo, Fakhrul Razi dan sejumlah tokoh lainnya menggugat ambang batas pencalonan Presiden atau presidential threshold dan hasilnya kembali ditolak Mahkamah Konstitusi pada Februari lalu, kini giliran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Partai Bulan Bintang (PBB) mencoba peruntungan.
Pada Jumat (25/3) DPD dan PBB mendaftarkan permohonan pembatalan pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Ini bukan kali pertama DPD dan PBB mengajukan gugatan. Sebelumnya pada 2017 PBB juga pernah mengajukan gugatan yang sama namun tidak dapat diterima MK. Begitu pula dengan DPD yang sebelumnya tidak maju sebagai lembaga melainkan melalui beberapa orang anggotanya yakni Fahira Idris, Edwin Pratama Putra, dan Tamsil Linrung dengan nomor perkara 6/PUU-XX/2022 namun juga ditolak.
Baca Juga : Belum Temukan Alasan Fundamental, MK Konsisten Presidential Threshold 20 Persen
Pada tuntutan kali ini DPD menggunakan dalih bahwa presidential threshold perlu dihapus agar pada pemilu mendatang makin banyak alternatif calon Presiden yang dapat dipilih masyarakat. Dengan kian banyaknya calon, semakin selektif dan sehat pula persaingan yang terjadi sehingga potensi pemimpin terpilih disetir oligarki semakin kecil.
Baca Juga : Gugatan Presidential Threshold dan Tujuan Penguatan Posisi DPD
Adapun PBB memandang bahwa sejatinya presidential threshold telah menghilangkan hak konstitusional partai untuk mengusung calon. Padahal, hak mengusung calon secara jelas dan tegas diberikan kepada seluruh partai politik.
Kuasa hukum para pemohon, Denny Indrayana mengatakan bahwa yang dilakukan para pemohon merupakan sebuah ikhtiar memperjuangkan daulat rakyat. Sebab menurutnya, demokrasi telah dibajak oleh kekuatan modal melalui penerapan syarat ambang batas.
”Ikhtiar yang terus dan berulang ini menunjukkan bahwa demokrasi atau daulat rakyat tidak boleh dikalahkan oleh duitokrasi. Pemilihan langsung oleh rakyat harus diselamatkan agar tidak terus ditelikung kekuatan-kekuatan oligarki yang koruptif, manipulatif, dan destruktif. Demokrasi kita tidak boleh dikangkangi hanya oleh kekuatan modal. Ini adalah Presiden pilihan rakyat, bukan Presiden pilihan uang,” terang mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu.
Dari catatan Kode Inisiatif Mahkamah Konstitusi telah 14 kali menolak judicial review presidential threshold. Pertanyaannya kemudian akankah PBB dan DPD beruntung kali ini? Kita nantikan saja.
Baca Juga : Presidential Threshold, Persoalan Lima Tahunan yang Tiada Akhir
Editor : Ramdha Mawaddha
1 Komentar