Readtimes.id– Kesetaraan upah masih menjadi isu yang kerap didengungkan kaum perempuan ketika peringatan Hari Perempuan Internasional, khususnya di Indonesia.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik, rata-rata laki-laki di Indonesia memperoleh upah sebesar Rp18.261 setiap jamnya pada 2022. Jumlah tersebut jauh lebih besar ketimbang rata-rata upah perempuan yang hanya mencapai Rp16.056 per jam.
Hal ini bukan tanpa alasan, ada 64 persen perempuan yang bekerja di bidang informal dan hanya 35 persen yang bekerja di sektor formal. Di sisi lain, 56 persen laki-laki bekerja di sektor informal, berbanding 44 persen yang bekerja di sektor formal.
“Perempuan masih di dalam lingkar upah murah karena mayoritas perempuan itu menanggung pekerjaan lingkungan sektor itu ya, informal. Seperti pekerja rumah tangga, pekerja rumahan, buruh tani,” jelas Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani kepada Readtimes.
Menurut Tiasri, kecilnya pendapatan di sektor informal ini lantaran tidak adanya pengakuan dan perlindungan. Hal tersebut menyebabkan para pekerja perempuan tidak memiliki posisi tawar dalam penetapan upah.
Hal inilah yang menyebabkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga perlu untuk segera disahkan. Sayangnya, pengesahan tersebut masih belum dilakukan DPR.
“Informasinya sampai saat ini, pimpinan DPR belum menandatangani persetujuan untuk melakukan pembahasan undang-undang ini,” tambah Tiasri.
Besarnya partisipasi perempuan di sektor informal salah satunya disebabkan oleh tujuan bekerja yang dimiliki. Umumnya, perempuan bekerja untuk membantu suami atau perekonomian keluarga.
“Pilihan-pilihan (perempuan) itu terbatas untuk akses lingkungan kerja, mentok-mentok di bilang yang mana saya bisa membantu suami atau yang penting saya bisa membantu pendapatan keluarga,” ujar Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Kalla, Andi Tenri Pada kepada Readtimes.
Hal ini lah yang kemudian menyebabkan perempuan cenderung lebih memilih tempat kerja yang lebih dekat dari rumahnya.
Selain itu, salah satu permasalahan yang umum dihadapi perempuan adalah perhatian perusahaan terhadap hak-hak khusus untuk perempuan. Seperti cuti melahirkan atau membawa bayi ke tempat kerja.
“Maksud saya kualitas lapangan kerja di sini adalah memperhatikan ngga itu perusahaan dengan hak-hak spesial perempuan,” tambah Andi Tenri Pada.
Memang diperlukan perhatian khusus dari pemerintah dalam menetapkan aturan yang bisa memberikan kesempatan kerja yang sama terhadap perempuan.
Di lain sisi, para pelaku usaha juga sudah seharusnya memperhatikan hak-hak khusus perempuan, mengingat bekerja merupakan hak asasi manusia.
“Ketika berbicara tentang pekerjaan, maka kita bicara hak asasinya sebagai warga negara sehingga tidak boleh ada perlakuan diskriminasi,” tambah Tiasri.
Editor: Ramdha Mawaddha
96 Komentar