Penulis : Dr. Rahmad M. Arsyad
Jika ada hal yang paling menggembirakan bagi saya, dari kontestasi pemilihan presiden 2024 tentu saja kemunculan dua figur calon presiden dengan latar belakang aktivis kampus. Anies Rasyid Baswedan dan Ganjar Pranowo adalah angin segar bagi para alumni dunia gerakan mahasiswa yang hampir tidak pernah berada pada posisi puncak kekuasaan.
Jika kita melihat latar belakang Presiden selama ini, Pasca Presiden Soekarno dan Orde lama, baru pada pilpres 2024 yang akan datang kita akan menyaksikan panggung utama kekuasaan negeri ini akan diisi oleh mereka yang punya rekam jejak historis dunia pergerakan mahasiswa.
Memang, kedua figur bakal calon presiden tersebut baik Anies maupun Ganjar punya akar gerakan yang berbeda. Anies tumbuh dan besar dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan pernah menjadi ketua senat Fakultas Ekonomi sedangkan Ganjar memiliki jejak sebagai aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Walau keduanya berasal dari kampus yang sama yakni Universitas Gadjah Mada (UGM).
Terlepas dari perbedaan tersebut, titik persamaan kedua bakal calon presiden tersebut tentu saja mereka tumbuh dari romantika tradisi intelektual kampus, terbiasa dengan benturan diskursus gerakan mahasiswa, perdebatan ideologi dan sedikit banyak memahami arah dan tujuan kehadiran cita-cita politik kenegaraan dan kebangsaan.
Duel Dua Aktivis
Punya latar belakang sebagai alumni aktivis gerakan mahasiswa, memang bukanlah hal yang terlalu istimewa. Karena layaknya kritik Julien Benda, ‘Pengkhianatan Kaum Cendekiawan’ bisa jadi para penghianat itu justru paling banyak dilakukan kaum intelektual dan alumni aktivis gerakan mahasiswa itu sendiri.
Karena terkadang, para cendikiawan ketika berubah menjadi politisi, pikiran dan gagasan mereka akan ditutupi oleh aktivitas politik yang terkadang gelap dan kotor. Argumentasi Julien Benda tentang metamorfosis para cendekiawan yang menjadi politisi dan melupakan tugasnya sebagai penjaga moral bangsa, adalah kritik besar yang mesti dijawab oleh para alumni gerakan mahasiswa yang berada dalam panggung politik.
Namun jika ingin jujur, setidaknya para alumni gerakan mahasiswa dari penilaian subjektif saya selama ini, jauh lebih baik ketika berada pada pentas politik, dibandingkan ‘alumni kupu-kupu’ yakni mereka yang setelah Kuliah- Pulang ke-Rumah, tanpa jejak dan pengalaman batin merasakan pergolakan pemikiran, kegelisahan akan negara dan situasi sosial yang berada disekitarnya.
Para alumni aktivis gerakan mahasiswa dalam kacamata saya, setidaknya jauh lebih terbuka berdialog dengan masyarakat dibandingkan putra dan putri oligarki yang hanya mengandalkan nama besar orang tua mereka, garis keturunan dan berbagai hal yang menjadi privilege mereka yang menjadi sarana terjun ke arena politik.
Begitu pula, mereka yang punya latar belakang aktivis kampus berdasarkan pengalaman saya, ketika terjun ke arena politik lebih memiliki empati kepada rakyat, menghargai platform perjuangan politik dibandingkan kalangan pengusaha yang terkadang hanya melihat politik, pemilu dan suara rakyat, layaknya jual beli dan transaksi di pasar.
Lewat duel dua aktivis Anies dan Ganjar pada pilpres 2024 mendatang, kita berharap panggung politik kita akan diisi oleh narasi dan gagasan yang berkelas, perdebatan fundamental tentang kemana dan bagaimana arah negara kita dalam menghadapi situasi global, serta tentu saja siapa figur yang paling mampu membawa perubahan dan perbaikan bagi negara ini.
Karena esensinya pertarungan politik dan pemilu adalah pertarungan gagasan tentang apa yang hendak dilakukan dengan kekuasaan, bagaimana gagasan itu diimplementasikan dan berwujud sesuai dengan cita-cita negara ini hadir yakni memajukan kesejahteraan umum dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Semoga!!!
40 Komentar