
Judul : Melawan Sistem Perbudakan
Penulis : Nawal El Saadawi
Penerbit : IRCiSoD
Tahun : April 2022
Tebal : 230 halaman
Nampaknya belum ada sosok perempuan semenarik Nawal El Saadawi jika membicarakan dunia Arab dalam konteks pembicaraan tentang wacana feminisme. Dia yang berasal dari Mesir ini memiliki reputasi yang diakui dunia intelektual internasional sebagai perempuan pemberani dan pembangkang. Bagaimana tidak, dia seorang dokter, penulis fiksi, serta aktivis feminis. Isi-isi pikirannya dalam tulisannya membuat dia diancam dibunuh, dipenjara, dan dikucilkan.
Perhatiannya yang besar pada isu perempuan dan hak asasi manusia menghantarkan dia pada karya demi karya yang tajam namun sering sekali dan sekaligus mendorong dia ke pinggir jurang masalah. Contohnya, bukunya “Women and Sex” (1972) membicarakan kaitan erat ekonomi, politik, agama, sejarah, seksualitas, budaya, dengan kaum perempuan. Buku dilarang di Mesir dan dia kehilangan pekerjaannya.
“Melawan Sistem Perbudakan” adalah buku Nawal El Saadawi lainnya yang membuktikan ketajaman pemikirannya atas aspek ekonomi sosial politik lokal dan global yang berdampak kehidupan kaum perempuan. Buku yang diterjemahkan dari bahasa Inggris, The Essential Nawal El Saadawi: A Reader, ini memuat esai-esainya yang bertenaga dan nampak provokatif.
Mengapa judul bahasa Indonesia buku ini berbeda dengan bahasa Inggrisnya? Jika kita telusuri setiap tulisan, memang akan terasa kental pembahasan Nawal atas fenomena perbudakan di era modern. Dia menekankan, dunia memang sudah berubah dan berkembang jauh dari era feodalisme. Namun bukan berarti perbudakan menjadi lenyap. Hanya memang praktik perbudakan ini menjadi runyam dan sumir oleh perkembangan dan masalah yang terjadi pada negara dan pasar, atau konflik politik dan ekonomi.
Dan menariknya lagi, analisis Nawal atas berbagai aspek tersebut, sosial hingga politik, tidak dilandaskan pada hal-hal bersifat teoritis semata, namun seperti komentator politik kontemporer Nawal dengan lincah menyoroti fenomena ekonomi-politik mutakhir saat tulisannya diluncurkan. Maka ingatan kita akan disegarkan kembali oleh peristiwa 9/11 di mana gedung World Trade Centre Amerika itu runtuh oleh aksi pembajakan pesawat yang disebut-sebut teroris oleh pemerintah AS tersebut. Ada banyak lagi peristiwa ekonomi politik global yang pernah menghiasi dunia media arus utama yang dibahas oleh Nawal.
Kekhasan dari tulisan-tulisan Nawal adalah nada dan ritmenya yang tegas dan nyaris menyerupai orasi. Namun demikian, tak bisa disangsikan nuansa narasi fiksinya yang lembut serta ketajaman analisanya atas persoalan ekonomi-sosial-politik atau agama, khususnya jika semua hal itu bersangkut-paut dengan kaum perempuan. Barangkali karena Nawal sendiri adalah perempuan aktivis-feminis dan penulis fiksi.
Ia memulai tulisannya dengan esai yang sangat personal tapi tetap berkaitan dengan persoalan lebih besar seperti dunia sosial politik, “Bagaimana Cara Menulis dan Mengapa Menulis?”. Ada biografi ringkasnya atas namanya sendiri yang menyimpan kisah tersendiri. Rupanya, Nawal tak pernah menyukai nama belakangnya, El Saadawi. Dia dulu selalu menulis namanya dengan Nawal Zaynab, perpaduan namanya sendiri dan ibunya.
Masih dengan tulisan awalnya yang disinggung di atas, Nawal meneguhkan diri dengan tetap menulis. Bagi Nawal, menulis adalah caranya berbicara dan bersikap. Cerita yang nampak ekstrem adalah saat suami keduanya meminta dia memilih antara ‘suaminya’ atau ‘tulisannya’. Dia berkata begini, “aku memilih tulisanku dan meninggalkan suamiku. Kasenangan menulis bagiku lebih dari kesenangan seksual, lebih dari kesenangan apapun. Menulis sangat penting untuk hidupku, seperti bernapas. Aku bisa hidup tanpa suami tetapi tidak bisa hidup tanpa menulis.” (hlm 13).
Ada 17 tulisan. Bunyi judul-judul yang ada sederhana dan to the point, langsung memuat terma-terma yang akan membuat kita bisa menerka-nerka perilah apa yang sedang dibicarakan oleh Nawal sebagai penulisnya. Beberapa kata kunci judul-judul tulisan di buku ini adalah ekonomi-politik baik lokal maupun global, agama, politik, dan kaum perempuan.
Ada 4 tulisan dengan judul yang memuat kata ‘perempuan’ atau ‘wanita’: “Wanita, Kreativitas, dan Pembangkangan”, “Perempuan dan Kaum Miskin: Tantangan Keadilan Global”, “Pelacur dan Penulis Wanita”, dan “Perempuan Muslimah di Pasar”. Dari judul-judul tersebut, kita akan menangkap kesan betapa Nawal melihat kaum perempuan tak lepas dari soal ekonomi (dalam kata ‘pasar’), fenomena berbagai aspek dari sosial, ekonomi, hingga politik di level internasional (dalam frase ‘keadilan global’), serta potensi perempuan sendiri dalam mengekspresikan diri mereka dengan mengoptimalkan kreativitas untuk membangkang.
“Melawan Sistem Perbudakan” adalah buku yang bisa menjadi penghantar yang baik untuk membaca pemikiran utama Nawal El Saadawi. Sebagaimana sub judulnya, “Perempuan dan Kemanusiaan dalam Peradaban Dunia”, memang Nawal akan membawa kita masuk ke dalam persoalan kaum perempuan beserta nasib kemanusiaan di era modern ini.
Nawal El Saadawi telah mangkat pada 21 Maret 2021 lalu, tetap saat Covid-19 masih melanda nyaris seluruh dunia ini. Dia meninggalkan karya-karya hebat dan tajam yang menyoroti nasib kaum perempuan dan kemanusiaan. Rasa-rasanya, buku ini dapat membantu kita memahami praktik perbudakan di era modern serta kaitannya dengan kaum perempuan, sebelum kita melanjutkan analisa kita sendiri atas isu tersebut di era lebih mutakhir saat ini.