Readtimes.id- Setelah klarifikasi polemik PPN sembako yang tidak dipungut untuk pasar tradisional, kini nampaknya Menteri Keuangan Sri Mulyani harus memberikan penjelasan rencana penerapan pajak pendidikan.
Kini sepertinya Menteri keuangan Sri Mulyani harus memberikan penjelasan kembali atas rencana revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), termasuk rencana penerapan pajak terhadap pendidikan.
Kali ini, gugatan atas rencana revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tersebut datang dari Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Abdul Muhaimin Iskandar. Ia mengatakan, rencana pengenaan pajak pendidikan tidak sesuai dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan tugas negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Seperti dikutip oleh Antara (16/6), Muhaimin Iskandar mempertanyakan rencana penerapan pajak pendidikan ini.
“Jika pendidikan dikenai pajak tentu ini akan sangat memberatkan dan tidak sesuai dengan tujuan dasar bernegara, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Muhaimin.
Lebih lanjut Muhaimin Iskandar menegaskan, pada alinea keempat UUD 1945 disebutkan bahwa tujuan negara yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Oleh karena itu, ia secara tegas mengatakan akan menolak rencana pengenaan pajak pendidikan dan sembako karena memberatkan masyarakat. Wacana pajak pendidikan juga dianggap tidak relevan dengan amanat reformasi yang porsi anggaran pendidikan dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) sebesar 20 persen.
Muhaimin Iskandar menambahkan, bahwa hal tersebut di atas dinyatakan dalam amandemen keempat UUD 1945 pasal 31 ayat tiga. Hal tersebut dimaksud untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meringankan beban biaya pendidikan masyarakat.
“Kok ini malah mau dikenai pajak, ya jelas tidak sesuai,” kata Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
PPN Pendidikan Menyedihkan dan Serampangan
Sementara itu, pakar kebijakan publik Universitas Hasanuddin Prof Deddy T Tikson PhD menyebutkan rencana kebijakan pemerintah menyangkut PPN pendidikan merupakan sebuah kebijakan yang menyedihkan dan serampangan.
“Pendidikan itu value added, bukan barang tapi jasa layanan. Jadi sangat aneh jika jasa layanan value service akan dikenakan pajak. Lantas kalaupun akan dikenakan pajak pertambahan nilai pada sisi apa dan bagaimana,” jelas Deddy kepada readtimes.id.
Bagi dosen FISIP ini, rencana penerapan PPN pendidikan yang digagas pemerintah seharusnya dikaji terlebih dahulu. Tujuannya agar tidak menimbulkan polemik di tengah masyarakat, karena jasa layanan pendidikan berbeda dengan jasa layanan barang yang bisa kena pajak.
“Saya berharap pemerintah lebih hati-hati dalam merencanakan kebijakan, tidak sekadar memburu pendapatan secara serampangan, termasuk memberikan PPN bagi pendidikan yang justru membuat kebingungan di tengah masyarakat,” tutupnya.
Tambahkan Komentar