RT - readtimes.id

Awas! Subsidi Minyak Goreng Salah Sasaran

Readtimes.id– Setelah kenaikan harga minyak goreng cukup tinggi sejak beberapa bulan belakangan, akhirnya pemerintah mengambil kebijakan memperluas cakupan minyak goreng kemasan sederhana subsidi harga Rp14.000 per liter. Meski demikian kebijakan ini dinilai masih rawan salah sasaran.

Pemerintah berencana menggandeng 70 produsen dan 225 packer untuk memasok 1,5 miliar liter minyak goreng murah yang menelan anggaran Rp3,6 triliun tersebut.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, untuk tahap awal pemerintah akan menunjuk lima produsen minyak goreng terlebih dahulu. Kemudian produksi akan dimulai paling lambat sebelum awal minggu kedua Januari.

Minyak goreng tersebut akan didistribusikan terlebih dahulu ke pasar-pasar yang dipantau Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ia berharap program ini dapat menyediakan minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

Kebijakan ini merupakan imbas dari melambungnya harga kelapa sawit mewah atau Crude Palm Oil (CPO) akibat fenomena supercycle yang melanda sejak tahun lalu. Produsen CPO memang sedang bergembira, tetapi konsumen minyak goreng malah harus merogoh kocek dalam.

Menurut Lutfi, harga CPO naik dua kali lipat menjadi US$1.250 per metrik ton (MT) dari harga regulernya di kisaran US$500-US$600 per MT. Maka otomatis, kata dia, harga minyak goreng dalam negeri pun melonjak.

Keadaan yang berlarut pun membuat Presiden Joko Widodo memerintahkan anak buahnya untuk menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri. Ia mengingatkan Lutfi untuk memprioritaskan kebutuhan rakyat dengan menyediakan harga minyak goreng terjangkau.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai subsidi ini bisa berisiko dimanfaatkan oleh pelaku usaha makanan minuman skala besar untuk membeli minyak goreng subsidi.

Bhima mengatakan, subsidi dalam minyak goreng kemasan sederhana juga bisa membuat peralihan konsumsi pada rumah tangga menengah atas dari kemasan premium ke kemasan sederhana.

“Meski subsidinya lebih baik di minyak goreng kemasan dibanding minyak goreng curah, tapi ada kekhawatiran tidak tepat sasaran,” katanya.

Bhima juga menyinggung soal pentingnya pengawasan distribusi minyak goreng subdisi. Selain itu, perlu dipastikan pula durasi pemberian subdisi mengingat kemampuan pendanaaan
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga terbatas.

“Ada juga jatah untuk kelompok konsumen menengah ke bawah yang perlu diperhatikan agar mendapatkan hak minyak goreng dengan harga subsidi,” tambahnya.

Dia menilai, masalah utama pada harga minyak goreng yang tinggi adalah harga minyak sawit mentah sebagai bahan baku yang meningkat signifikan dalam setahun terakhir. Oleh karena itu,  kewajiban pemenuhan pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) merupakan solusi yang lebih tepat daripada subsidi.

“Dengan DMO ada kepastian pasokan dan harga bagi produsen minyak goreng, khususnya perusahaan yang tidak terintegrasi dengan perkebunan sawit,” kata dia.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: