Readtimes.id–Berbelanja secara daring sudah menjadi tren yang menunjukkan kenaikan setiap tahunnya di Indonesia. Ada banyak platform yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi ini, termasuk dengan social commerce, atau jual beli yang dilakukan di media sosial.
Selama dua tahun terakhir, social commerce menjadi primadona baru selain e-commerce. Menurut laporan dari Populix, 86 persen masyarakat Indonesia pernah berbelanja melalui platform media sosial. TikTok Shop jadi yang terfavorit dengan 45 persen diikuti Whatsapp di angka 21 persen.
Menurut laporan dari Cube Asia, Indonesia merupakan pasar live shopping terbesar di Asia Tenggara dengan volume barang dagangan kotor mencapai US$5 miliar pada 2022.
Tingginya angka transaksi di social commerce tidak terlepas dari durasi waktu orang Indonesia di sosial media yang mencapai 3 jam 26 menit setiap hari, tertinggi keempat secara global.
Intensitas penggunaan media sosial tersebut membuat pengguna mudah tertarik dengan siaran langsung yang dilakukan penjual.
“Saya sering membuka Facebook sehari-hari. Kadang-kadang ada barang yang menarik perhatian saya, jadi saya beli,” ujar Didi (62) yang sehari-hari berprofesi petani pada Readtimes.id.
Selain dari durasi penggunaan media sosial, interaksi sebagai ciri khas juga menjadi satu hal yang menarik perhatian para calon pembeli.
Interaksi ini membuat pembeli seolah-olah berada di toko, dapat bertanya secara langsung mengenai produk yang ingin dibeli, sekaligus bisa melakukan penawaran.
“Dapat berinteraksi langsung dengan penjual, jadi bisa lihat langsung barangnya dan tahu lokasi penjualnya untuk tahu ongkir (ongkos kirim),” sebut Husnul (29), yang kerap belanja di TikTok Shop pada Readtimes.id.
Kehadiran interaksi di sosial media tidak hanya bisa menjadi wadah penjual dalam memberikan informasi kepada calon pembeli. Namun bisa juga menjadi cara untuk mengetahui kualitas dari barang yang akan dibeli.
“Kualitasnya (barang) bisa dilihat dari reviu orang-orang, jadi lebih meyakinka pembeli sehingga pembeli tertarik dan pencet keranjang kuning,” kata Amel (26), ibu rumah tangga kepada Readtimes.id.
Perpaduan antara pengalaman berbelanja dan interaksi daring jadi daya tarik utama dari berbelanja di social commerce. Transaksi informasi antara penjual dengan penonton yang terjadi secara langsung pada akhirnya bisa terkonversi menjadi transaksi jual beli di antara dua belah pihak.
Editor: Ramdha Mawaddha
374 Komentar