RT - readtimes.id

Dilema Kenaikan UMP

Readtimes.id– Setelah kisruh kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2022 rata-rata 1,09 persen yang dinilai merugikan buruh, kini polemik berlanjut pada keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menaikkan UMP Jakarta 5,1 persen.

Keputusan ini pun menimbulkan berbagai macam gejolak dari kalangan buruh dan pengusaha. Tidak hanya dari DKI Jakarta saja, namun berbagai daerah juga turut merasakan dampak keputusan ini.

Bagaimana tidak, buruh di daerah lain juga ikuti mendesak kepala daerah mereka untuk mengikuti jejak Anies menaikkan UMP demi kesejahteraan buruh.

Diketahui, ratusan buruh yang tergabung dalam FSP LEM SPSI sebelumnya berdemonstrasi di depan Balai Kota DKI Jakarta. Mereka menuntut kenaikan UMP.

Buruh yang terlibat dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terus memperjuangkan kenaikan upah minimum 2022. Said Iqbal, ketua KSPI juga meminta gubernur lain mengikuti keputusan Anies.

“Kami meminta seluruh gubernur di luar Maluku Utara, Yogyakarta, DKI, untuk mengubah SK gubernur terkait penetapan UMP. Usulan kami sesuai rekomendasi Bupati/Wali Kota yang sebesar 4-6% yang sudah diberikan beberapa waktu lalu,” kata Said.

Said meminta kepada para gubernur agar tidak takut merevisi kenaikan UMP. Pasalnya, UU Cipta Kerja yang jadi formula menetapkan upah sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

Utamanya kepada Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil dan Gubernur Banten Wahidin Halim, Said mendesak untuk merevisi Surat Keputusan (SK) gubernur terkait UMK 2022.

“Bilamana tidak dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh, maka di seluruh provinsi itu akan ada aksi besar-besaran 23 Desember di kantor Gubernur. Tanggal 24-2 Januari libur panjang Nataru, maka 5 Januari aksi kembali digelar besar-besaran, terus-menerus di kantor gubernur, bupati/walikota sampai nilai kenaikan UMK 2022 di masing-masing kota direvisi,” tuturnya.

Said menilai kenaikan upah minimum tidak hanya menguntungkan pekerja, tetapi juga pengusaha. Dia mengutip Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa yang menyatakan setiap kenaikan upah minimum sebesar 5% akan meningkatkan daya beli masyarakat sebesar Rp 180 triliun dalam skala nasional.

Di sisi lain, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyatakan keberatan atas kenaikan UMP di Ibu Kota pada 2022 yang terbaru.

“PP No 36 Tahun 2021 itu tidak mengenal perubahan. Kalau sudah diputuskan ya jalan,” ucap Ketua Umum Apindo, Hariyadi.

Keputusan Pemprov DKI Jakarta membuat dunia usaha cemas. Bahkan, menurut Hariyadi, kebijakan UMP DKI Jakarta 2022 itu bisa jadi preseden buruk apabila Anies Baswedan ingin maju dalam persaingan di Pilpres 2024.

“Ini strong message ya dari kita. Bahwa pemerintah DKI Jakarta melanggar aturan. Kalau ada pelanggaran itu nanti akan jadi catatan, apalagi kalau mau nyapres,” tegasnya.

Saat ini, Apindo dan Kadin Jakarta tengah menunggu Peraturan Gubernur terkait revisi UMP Jakarta 2022. Jika Pergubnya keluar, mereka akan langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sebelumnya, Apindo juga mengimbau kepada seluruh perusahaan di DKI Jakarta tidak mengikuti UMP Jakarta 2022 yang ditetapkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, senilai Rp 4,64 juta.

Imbauan ini menyusul adanya revisi kenaikan UMP DKI Jakarta oleh Anies dari yang hanya naik 0,85 persen menjadi 5,1 persen atau sebesar Rp 225.667 dari UMP 2021.

Hariyadi Sukamdani mengatakan, kenaikan upah tersebut melanggar aturan yang berlaku yakni PP Nomor 36 tahun 2021, sehingga pihaknya bakal menggugat Anies ke PTUN.

Hariyadi menuturkan, revisi besaran upah bertentangan dengan Pasal 29 tentang waktu penetapan UMP yang selambatnya ditetapkan pada 21 November 2021.

Baca Juga : Isu Kenaikan Upah Minimum, jadi Berapa?

Apalagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan revisi secara sepihak, tanpa pendapat dunia usaha. Apindo DKI Jakarta yang menjadi bagian dari Dewan Pengupahan Daerah sebagai unsur dunia usaha (pengusaha) merasa tidak diajak berpartisipasi.

Dia mengimbau, pengusaha hanya perlu mengikuti aturan sebelumnya, yakni Keputusan Gubernur DKI Jakarta no. 1395 Tahun 2021 yang ditetapkan tanggal 19 November 2021.

“Jadi kita akan menunggu hasil keputusan PTUN itu dan selama menunggu, maka kami imbau seluruh perusahaan di DKI Jakarta tidak menerapkan revisi tersebut, karena sudah melanggar ketentuan PP,” beber dia.

Sementara, Anies Baswedan mengatakan tudingan menaikkan UMP sepihak tersebut, ia menjelaskan pengusaha bisa lihat sejarah kenaikan UMP di Jakarta. Menurutnya, pengusaha juga sudah terbiasa bahwa di Jakarta itu selama enam tahun terakhir rata-rata kenaikan UMP 8,6 persen.

Tahun lalu terjadi krisis akibat pandemi, Anies meminta semua pihak objektif melihat revisi itu. Keputusan tersebut juga berdasarkan kajian ulang dan pembahasan bersama semua pihak. Kenaikan Rp 225 ribu per bulan, menurut dia, sangat membantu para perkerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Dalam kondisi berat seperti itu saja naiknya 3,3 persen tahun ini kondisi sudah lebih baik jika menggunakan formula dari Kemnaker kondisi keuangan sudah baik tapi kita pakai formula 0,8 persen itu kan mengganggu rasa keadilan, saya sudah mengkaji ini semua melihat dari inflasi dan pertumbuhan,” ujar Anies.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: