RT - readtimes.id

Jokowi dan Nalar Kritis Publik

Readtimes.id– Genap dua tahun sudah Presiden Jokowi memimpin Indonesia di periode keduanya. Melalui sejumlah kebijakannya, mantan Wali Kota Solo itu   turut serta dalam  membentuk nalar kritis publik Tanah Air. 

Hal ini dapat dilihat melalui apresiasi publik terkait produk kebijakan yang dibuatnya, juga sejumlah kebijakan yang tidak sedikit  menuai protes publik karena dinilai tidak pro rakyat. 

Akhir  September 2019 lalu misalnya, Jokowi berhasil membuat sejumlah mahasiswa dan masyarakat sipil di sejumah daerah turun ke jalan karena wacana revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) dan RUU KUHP. 

Begitu pula dengan penanganan pandemi di Indonesia,  setelah Covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional  pada Maret 2020 lalu. Kritik keras kembali muncul dari publik  karena di tengah angka penularan kasus yang tinggi, Jokowi tidak lantas segera menerapkan pembatasan total atau lockdown seperti yang diterapkan negara lain dikarenakan ada  pertimbangan ekonomi. Alhasil kasus Covid melonjak dan Indonesia sempat disebut sebagai episentrum Covid dunia oleh media asing karena selama dua hari berturut-turut, jumlah kasus Covid-19 harian di Indonesia melampaui India dan Brasil dengan lebih dari 50.000 kasus dalam sehari.

Adapun yang tidak kalah mencuri perhatian belum lama ini adalah ketika Jokowi akhirnya memutuskan untuk tidak ikut campur dalam proses pemecatan 57 pegawai KPK hanya karena dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan sebagai syarat menjadi pegawai negeri sipil. 

Hal ini menuai protes kecewa oleh publik karena dalam keputusannya Jokowi tidak mempertimbangkan temuan dari Ombudsman RI dan Komnas HAM yang sebelumnya mengatakan bahwa proses TWK tersebut bermasalah. 

Baca Juga : Suka -Suka Jokowi

Kekecewaan masyarakat pun tidak hanya diekspresikan melalui aksi langsung di depan gedung KPK namun juga kritik melalui sejumlah platform sosial media dengan sejumlah tagar populer seperti #BeraniJujurPecat,  #75PegawaiKPK,  #SaveKPK, #ReformasiDikorupsi dan juga sejumlah petisi yang berisi nada protes. 

Sejumlah akumulasi kekecewaan yang pada akhirnya membentuk nalar kritis publik seperti yang diterangkan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin.

“Dari benturan kekecewaan-kekecewaan yang diakibatkan oleh sejumlah kebijakan Jokowi yang tidak pro rakyat itu akhirnya nalar kritis tersebut muncul,” terangnya pada readtimes.id. 

Nalar kritis yang pada akhirnya membuat publik semakin tertarik dengan pembahasan isu politik, hukum, HAM, ekonomi yang mungkin sebelumnya hanya disoroti oleh ahli, organisasi masyarakat sipil, maupun masyarakat dengan taraf pendidikan yang lebih tinggi. Hal yang pada ujungnya membuat publik semakin getol untuk mengetahui dan memperjuangkan  hak-hak mereka atas negara dalam setiap bentuk protesnya.

Hal ini  semakin tidak bisa dihindari ketika media sosial juga berhasil membuat segala informasi terkait kebijakan pemerintah menjadi mudah untuk diakses, yang tidak jarang berasal dari media massa mainstream yang kemudian membagikan hasil temuan para jurnalis di lapangan yang disajikan dalam bentuk berita dengan berbagai sudut pandang yang mudah direspon langsung oleh publik. 

“Ini juga dampak dari adanya media sosial yang sifatnya lebih interaktif, di mana publik bisa cepat merespon sebuah pemberitaan terkait fenomena tertentu atau kebijakan tertentu yang tidak jarang juga mendapatkan respon dari elit yang bersangkutan,” tambah Ujang. 

Persentase pengguna sosial media  di Indonesia yang kini  menurut laporan “laporan “Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital” oleh Hootsuite bekerja sama dengan We Are Social telah mencapai angka 61, 8 persen dari total penduduk 274,9 juta jiwa itu pada akhirnya telah berhasil menciptakan ruang khusus di mana pertarungan wacana menjadi lebih terbuka untuk diikuti publik. 

Hal yang pada akhirnya membuat setiap warga negara dapat turut serta angkat bicara dalam setiap persoalan yang ada di negara ini sebagai bentuk partisipasi dalam membangun peradaban bangsa ini tanpa lagi mempersoalkan suku, agama, ras, atau bahkan aliran politik tertentu. 

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: