RT - readtimes.id

Kebijakan Subsidi Minyak Goreng Masih Dibayangi Sejumlah Persoalan

Readtimes.id—Setelah Penetapan subsidi satu harga minyak goreng Rp 14 ribu pada 19 Januari lalu, tidak sedikit masyarakat yang mengaku belum mendapatkan minyak goreng murah yang dijual di ritel modern. Hal ini tak lain karena adanya sejumlah persoalan yang terjadi setelah penetapan satu harga tersebut. Mulai dari panic buying, penimbunan minyak goreng,
hingga program yang dianggap gagal.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan mengakui kelangkaan minyak goreng Rp 14.000 per liter di pasar lantaran adanya panic buying dari masyarakat.

Masyarakat yang berpikir program ini hanya berlangsung sebentar membeli minyak dalam jumlah yang banyak untuk stok yang lama. Hal ini yang menyebabkan stok minyak di sejumlah ritel maupun pertokoan cepat habis.

Padahal Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menyiapkan dana sebesar Rp7,6 triliun untuk membiayai penyediaan minyak goreng kemasan bagi masyarakat, yakni sebesar 250 juta liter per bulan atau 1,5 miliar liter selama enam bulan.

PKTN menilai secara hitung-hitungan pihak produsen minyak goreng sudah sangat cukup dalam memproduksi dan mengedarkan minyak goreng. Hanya saja karena adanya panic buying tersebut, stok minyak goreng tetap terasa kurang.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi
Juga menerangkan kelangkaan minyak goreng akibat kebijakan pemerintah ini cukup sulit diimplementasikan karena berbagai faktor salah satunya panic buying.

“ ini gampang diakali oleh konsumen, konsumen bisa membeli lebih banyak dari ketentuan,” jelas tulus kepada Readtimes.id (29/1)

Faktor lainnya menurut Tulus adalah minyak goreng diduga ditimbun oleh pelaku usaha agar mendapatkan keuntungan lebih banyak. Selain itu, adanya potensi untuk mengoplos minyak goreng oleh pelaku usaha lantaran ada barang yg sama tetapi harganya berbeda.

Dari kasus tersebut tulus menilai bahwa program subsidi minyak goreng ini dinilai sia-sia. pemerintah belum mampu memahami kondisi pasar, psikologi konsumen, hingga rantai pasokan minyak goreng dalam negeri.

Lebih lanjut, ia justru mengatakan pemerintah melakukan praktek anti persaingan dengan menetapkan harga minyak goreng kemasan secara sepihak.

“dari sisi persaingan usaha, penetapan satu harga justru bisa dikategorikan melanggar uu antimonopoli. Seharusnya pemerintah cukup menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saja,” ungkapnya.

Untuk itu, Tulus mengatakan solusi dari sisi hilir, selain menetapkan HET, pihak-pihak yang melanggar bisa dikenakan sanksi perdata, pidana dan administratif.

Lebih jauh Tulus yang juga menyinggung dugaan praktik kartel yang juga penting untuk ditindak tegas oleh pemerintah.

“pemerintah harus punya nyali membongkar dugaan praktik kartel oleh pelaku usaha besar, karena ini sejatinya menjadi masalah utamanya,” pungkasnya

I Luh Devi Sania

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: