Judul: Tak Terkatakan Tak Terucapkan
Penulis: Toni Morrison
Penerbit: Pojok Cerpen dan Tanda Baca
Tahun: Mei 2023
Tebal: xvi + 126 halaman
Amerika punya salah satu masalah utama rumah tangga yang sukar terpecahkan dan sering kali kembali memanas hingga kini: rasisme. Orang-orang kulit hitam masih kerap menjadi korban diskriminasi. Meskipun perjuangan melawan sikap rasis kian kuat, pandangan atau stereotype yang melihat mereka dengan sikap merendahkan masih ada. Mengapa harus ada diskriminasi berkepanjangan terhadap kaum kulit hitam di Amerika?
Itulah pertanyaan yang hendak dijawab oleh Toni Morrison (1931—2019), pengarang perempuan penulis Afrika-Amerika, penerima Nobel Sastra 1993, dalam buku esainya “Tak Terkatakan Tak Terucapkan”. Sesungguhnya, ini adalah volume kedua yang berisi esai-esai pilihan Tono Morrison. Volume satu terbit dengan judul, Perempuan, Ras, Ingatan”.
Bagi pembaca sastra kemungkinan besar pasti mengetahui jika persoalan rasisme dan feminisme adalah ‘salah dua’ fokus utama yang diulik dalam karya-karyanya, khususnya karya sastra. Di luar karya sastra, seperti esai, pidato, makalah, dan sebagainya, ia dengan bebas dan tajam menyatakan sikap dan pendapatnya terhadap dua persoalan tersebut. Nampaknya, bagi Toni Morrison, dua masalah ini saling berkelindan dalam perjuangan masyarakat Afrika-Amerika melawan diskriminasi.
Sedikit menyinggung volume pertama sebagai pendahulu “Tak Terkatakan Tak Terucapkan” ini, Toni benar-benar memusatkan perhatiannya pada persoalan perempuan kulit hitam di Amerika. Toni dengan daya analitik yang dalam menggali ingatan atau memori kaum perempuan kulit hitam dalam sejarah Amerika.
Namun demikian, tak seperti volume pertamanya—”Perempuan, Ras, Ingatan”—volume kedua ini menawarkan nuansa intelektualitas yang lebih intens dan lebih tajam. Jika pada buku pertamanya kita seakan diajak ngobrol di tengah taman kota sambil menyeruput minuman dan mengemil penganan, buku keduanya ini menarik kita masuk kelas dan mendengarkan paparan kuliah dengan santai. Setidaknya bagi saya nampak seperti itu.
Namun demikian, antara buku pertama dan kedua ini ada hal-hal yang tetap konsisten dan lebih dipertajam lagi: ras(isme), sastra, dan diskriminasi yang dialami bangsa kulit hitam di Amerika. Persoalan nasib perempuan punya porsi yang sangat sedikit di dalam volume dua ini.
Dalam volume dua ini Toni lebih jauh masuk mengelaborasi persoalan penyingkiran peran karya sastra yang diproduksi oleh penulis kulit hitam. Dalam upaya menelusuri akar persoalan ini, Toni pada akhirnya harus pula secara otomatis mengulik sejarah sosial Amerika itu sendiri—bagaimana mereka meninggalkan Dunia Lama di Eropa sana, lalu tinggal di Dunia Baru mereka yakni di tanah Amerika. Baginya, ketersingkiran peran penulis kulit hitam dalam membentuk imajinasi dan kesadaran sebagai orang Amerika seturut dengan ketersingkiran mereka secara sosial dan politik dalam sejarahnya.
ada lima esai dalam buku ini: “Penghormatan untuk Martin Luther King Jr”, “Rumah Bebas Ras”, “Black Matters”, “Tak terkatakan Tak Terucapkan, Keberadaan Afro-Amerika dalam Literatur Amerika”, Sulit, Benar, dan Abadi”. Kelimanya sebagian besar panjang dan padat serta secara narasi sedikit lebih ‘berat’ namun tetap puitik.
Membaca semua esai dalam buku ini akan membuat kita percaya bahwa sastra adalah senjata ampuh bagi sebuah bangsa untuk bisa mempertahankan identitasnya. Dan Toni Morrison telah membuktikannya lewat karya-karya sastranya yang menggugah kesadaran pembacanya.
Dan di buku volume dua ini kita juga akan diberikan cerita di balik layar bagaimana ia menuliskan novel-novelnya (seperti The Bluest Eyes, Sula, Song of Solomon, Tar Baby, dan lain-lain), bagaimana ia bertarung dengan bahasa, menemukan kata yang tepat untuk menyampaikan maksudnya. Dan ini sangat menarik, kita akan mengetahui betapa besar ambisi Toni Morrison agar suara atau pesan yang ingin dia utarakan dapat sampai ke pembaca.
Buku ini fix akan jadi buku yang akan saya resensi pekan ini. Buku yang sangat direkomendasikan bagi siapa saja yang punya minat pada sastra, wacana ras dan sejarah, dan tentu saja bagi mereka yang ingin belajar menulis esai dengan baik.
577 Komentar