RT - readtimes.id

Kisah Raffles, Si Pendiri ‘Kota sang Singa’ alias Singapura

Kita mengenalnya dengan nama singkat: Raffles. Nama lengkapnya, Thomas Stamford Raffles. Di Indonesia Raffles dikenal sebagai perwakilan kolonialisme Inggris (1811—1816) dan penulis buku super tebal berjudul “The History of Java”, tapi di bagian Semanjung Melayu ia sohor sebagai pendiri ‘Kota sang Singa’, alias Singapura. Bendera Inggris berkibar pertama kali di Singapura, bertepatan dengan hari ini: 29 Januari 1819. 

Siapa si Raffles ini? Dan apa ambisinya selama berada di nusantara?

Raffles lahir di atas geladak kapal Ann, nun jauh di lepas pantai Jamaika, dekat Port Morant, pada 6 Juli 1781. Ayah Raffles, Benjamin Raffles adalah seorang kapten setelah menjadi tukang masak kapal. Ia sudah bekerja sejak usia relatif sangat muda sebagai juru tulis pada sebuah perdagangan Inggris, untuk membantu perekonomian keluarganya.  

Kariernya segera meningkat karena dinilai banyak pihak ia sangat tekun bekerja. Persentuhannya dengan Indonesia dimulai saat ia menjadi Letnan Gubernur dan memulai melakukan ekspedisi militernya untuk mengusir Belanda di nusantara, pada 1811. Selama lima tahun kolonialisme Inggris, Raffles melakukan begitu banyak kebijakan yang pengaruhnya bakal sangat signifikan dalam sejarah Indonesia. 

Raffles-lah yang memberi pondasi pada sistem pajak untuk mengganti sistem penyerahan paksa. Dia juga mulai mengupayakan untuk memperkenalkan sistem ekonomi uang di tengah masyarakat pribumi yang jarang uang. Dia juga mulai menggulirkan isu penghapusan perbudakan, meski manifestasi legalnya pada 1860. Dan yang paling monumental: mempelajari peradaban Jawa yang kemudian dituliskannya dalam buku “The History of Java”, seperti yang disinggung di awal tulisan ini.

Nah, si Raffles ini laki-laki dengan segudang ambisi. Maka ketika nusantara harus diserahkan kembali ke tangan Belanda melalui perjanjian 1814, ia sangat tidak terima. Berbeda dengan direkturnya atau pemimpinnya di Britania, ia berupaya menghalang-halangi dan mengundur-undur penyerahan nusantara ke pelukan Belanda kembali.

Salah satu upaya keras kepalanya adalah dia beralih ke wilayah barat di Sumatera. Ia membangun pos di Bengkulu. Ia kemudian terus mengupayakan secara diam-diam melakukan pencarian wilayah yang tepat untuk mendirikan pusat dagang. Tujuannya: menyaingi perdagangan Belanda, sebagai musuh besarnya .

Dalam upaya ini, tak jarang ia diprotes oleh Belanda karena melanggar perjanjian, dan tak pelak disumpah-serapahi oleh pemimpinnya sendiri di Britania. Namun, usahanya berbuah manis. Ia mendirikan Singapura, pusat dagang di bagian barat dengan sistem perdagangan bebas di laut (mare liberum), yang mampu menyaingi perdagangan merkantilis dan monopoli Belanda.

Belanda ketar-ketir. Pelabuhan dagang Belanda sepi, sementara singapura-nya Raffles ramai oleh para pedagang dari berbagai negeri, saya sebagai emporium abad 19. 

******

Kisah tentang nama Singapura dapat ditemukan dalam kitab Sejarah Melayu yang ditulis pada kisaran abad 15, pada era Kesultanan Malaka. Memang kitab tersebut dibuat sebagai semacam kronik tahun-tahun awal Malaka, sebelum pada akhirnya direbut oleh Portugis pada 1511. 

Nah, dikisahkan dalam kitab Sejarah Melayu tersebut tentang pangeran mistis turun di Bukit Siguntang di Palembang  bernama Sri Tri Buana. Sri Tri Buana kemudian melakukan perjalanan hijrahnya ke Pulau Temasek di Semenanjung Malaya selepas kerajaannya diserang oleh Majapahit. Di Pulau Temasek ini Sri Tri Buana, di tengah perjalanannya, bertemu dengan seekor singa. Karena menganggap ini sebagai pertanda, lantas sang pangeran tersebut menamai Pulau Temasek tersebut dengan Singapura. 

Sri Tri Buana tinggal di Pulau Temasek atau Singapura tersebut hingga ia meninggal dunia, yang kemudian digantikan oleh anaknya. Syahdan, Singapura menjadi kota besar dan mampu menyita perhatian orang asing, tetapi kota ini tak bertahan lama karena kota ini habis dilumat Majapahit.

Namun tentang penyebab hijrahnya Sri Tri Buana dan runtuhnya Singapura ada beberapa versi. Yang dikisahkan di atas adalah versi kitab Sejarah Melayu. Kisah tentang perbandingan versi ini bisa dibaca dalam buku “Selat Malaka, Sejarah Perdagangan dan Etnisitas”, ditulis oleh sejarawan Leonard Y. Andaya.

Sekitar tiga abad kemudian, Singapura ini kembali menjadi perbincangan sejak seorang Inggris, Thomas Stamford Raffles, yang kita ulang-ulang namanya dalam tulisan ini, menancapkan bendera Inggris pada Januari 1819. Raffles, seperti telah kita lihat, ini memang tipe laki-laki yang sangat ambisius dan barangkali agak pendendam. Singapura yang didirikannya itu dengan membelinya dari sultan Johor adalah bukti ambisi dan dendam tersebut.   

Avatar

Dedy Ahmad Hermansyah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: