
Judul : Sepeda Merah (Yahwari #1) & Sepeda Merah (Bunga-Bunga Hollyhock #2)
Penulis : Kim Dong Hwa
Penerbit : Gramedia
Tahun terbit : 2012
Tukang pos pengantar surat: barangkali bagi generasi saat ini terdengar nostalgik dan kuno. Di tengah-tengah canggihnya teknologi media penyampai pesan dan komunikasi saat ini, barangkali gambaran tentang kabar yang mesti diantarkan lewat tukang pos sudah sangat ketinggalan zaman.
Tukang pos saat ini telah terganti dengan jasa pengantar barang baik barang jual beli maupun alat pribadi.
Namun, di tangan Kim Dong Hwa, penulis manhwa (sebutan komik untuk Bahasa Korea) yang sangat berbakat yang dimiliki orang Korea, kisah tentang tukang pos akan membawa kita pada perenungan panjang tentang kehidupan dan hubungan sesama manusia.
Lewat kisah tukang pos, Kim Dong Hwa menawarkan kita dunia yang barangkali terasa akrab, tapi telah lama kita tinggalkan: dunia yang lambat namun sunyi dan damai, dunia di mana kisah kehidupan di sisi lain dunia butuh waktu lama untuk tiba di mata kita.
Setidaknya itulah kesan-kesan yang saya dapatkan seusai membaca dua seri komik-cerita Sepeda Merah yang ditulis oleh Kim Dong Hwa.
Sepengetahuan saya, baru dua karya Kim Dong Hwa yang dua-duanya berbentuk komik yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Buku satunya lagi yang berseri tiga berjudul “Warna Tanah”, “Warna Air”, dan “Warna Langit”. Tiga seri buku ini bisa disebut sebagai novel grafis.
Buku pertama Sepeda Merah ini(139 halaman) berisi enam bagian yang keseluruhan ceritanya berjumlah 30. Buku keduanya (166 halaman) berisi lima bagian dengan jumlah cerita sama dengan buku pertama: 30 cerita.
Masing-masing cerita berkarakter pendek, dua sampai enam halaman. Gambar-gambarnya sangat memanjakan mata karena full colour. Karena latarnya sebagian besar pedesaan Yahwari di Korea, dengan empat musimnya yang khas, kita akan diajak masuk ke dalam suasana ladang dan rumah-rumah Korea, ke warna musim salju dan musim semi, dan sebagainya.
Tapi di luar latar dan karakter ceritanya yang pendek-pendek, isi setiap cerita akan mampu membuat kita tertawa oleh kekonyolan tokoh-tokohnya, terharu oleh nasib masyarakat desa Yahwari, atau kita akan termenung Panjang oleh beberapa cerita yang membuat kita berpikir tentang hidup.
Oiya, yang lebih penting lagi: kisah si tukang pos sendiri yang akan membuat kita kagum oleh ketulusan dan keikhlasan hatinya.
Lalu apa sesungguhnya isi cerita dalam dua seri “Sepeda Merah” Kim Dong Hwa ini? Pertama, kita akan menemukan kisah tentang kota dan desa. Di sini diceritakan bagaimana desa diisi sebagian besar oleh orang-orang tua, sementara anak-anak mereka bekerja atau melanjutkan pendidikan di kota. Lalu kota diisi oleh orang-orang yang berambisi menjadi kaya, beberapa di antara mereka ingin berinvestasi di desa yang tidak disetujui oleh orang-orang desa. Tokoh-tokoh di manhwa ini diisi oleh petani yang bekerja di ladang-ladang menanam berbagai tanaman.
Kisah tentang pertentangan antara cara pandang orang desa dan orang kota bis akita dapatkan beberapa di antaranya di dalam cerita “Petani atau Bos”, dan “Impian Masa kecil”. Pada cerita “Petani atau Bos”, orang kota menyarankan seorang petani untuk menjual tanahnya agar bisa membayar hutang lalu berhenti menjadi petani dan beralih menjadi pengusaha kecil “Ya, tapi jika saya menjual tanah saya, sehingga saya bisa melunasi hutang-hutang saya dan bisa membangun rumah, bagaimanya caranya saya kerja?” kata si petani tersebut.
Kisah tentang masyarakat desa Yahwari ini dipenuhi gambaran kocak tapi kaya makna. Alamat rumah mereka juga unik, dan si tukang pos sudah terbiasa dengan alamat rumah mereka. Tak ada satu pun alamat orang di desa Yahwari yang ‘jelas’ menurut standar orang modern—memiliki nomor rumah, lengkap dengan nama dusun. Tapi si tukang pos akan sibuk mencari alamat “Rumah dengan Semak-Semak Warna Khaki”, “Rumah Bertepi Bunga-Bunga Liar”, Rumah Kuning dalam Kehijauan”, “Rumah yang Bisa Dilihat di Antara Dua Pohon Pinus Siam”, “Rumah Bergenting Merah”, “Rumah Tempat Burung Beristirahat”, “Rumah Tempat Kita Semakin Baik dan Membaik”, dan berbagai alamat rumah dengan nama yang unik.
Kedua, di dalam Sepeda Merah juga kita akan dibawa pada perspektif berbeda antara generasi tua dan generasi muda. Bagi generasi muda, tinggal di kota akan membawa mereka pada rancangan masa depan yang lebih cerah. Sementara orang tua hidup dengan menerima apa adanya, dan menikmati kesepian sambal menunggu si tukang pos membawakan surat buat mereka dari anak atau keluarga di kota. Tapi, di bagian inilah perenungan demi perenungan akan kita dapatkan. Banyak kisah hidup dari tokoh-tokohnya yang akan menghangatkan dada kita.
Ketiga, kisah tentang budaya Korea sendiri. Di sini kita akan mendapatkan tradisi kuliner orang Korea. Misalnya, kita akan tahu bahwa di musim dingin orang-orang desa di Korea akan menyiapkan sebotol Kimchi, penganan tradisional berupa kol yang diasinkan. Atau tradisi keluarga Korea di nama seorang laki-laki ditugaskan menjaga orang tua mereka. Sementara perempuan harus berkorban dengan memprioritaskan keluarga suami mereka setelah pernikahan.
Keempat, ini yang paling penting: tentang tukang pos berhati murni dan tulus. Nampaknya, menjadi tukang pos di daerah Yahwari ini hanya bisa dilakukannya olehnya. Di satu cerita, “Direktur Kantor Pos”, dikisahkan bagaimana si Tukang Pos harus digantikan oleh orang lain di kantornya, karena dia mesti mengikuti pelatihan.
Dan penggantinya tersebut tersesat dan tidak menikmati pekerjaannya tersebut.
Si tukang pos kit aini, dengan sepeda merahnya akan mengantarkan kita melihat orang-orang desa yang polos dan lembut. Dia bukan hanya bertugas mengantar surat-surat, kadang-kadang pula dia harus membantu penduduk yang membutuhkan pertolongan: membawakan bunga, mengantar barang satu warga untuk warga lainnya, atau membantu seorang duda yang jatuh pada seorang janda sampai akhirnya duda-janda tersebut menikah di tahun itu pula.
Si tukang pos kita ini akan membuat kita kagum, betapa tulusnya dia bekerja. Itulah yang membuat dia selalu ditunggu oleh warga Yahwari. Bahkan ada seorang anak kecil yang sering menunggunya hanya untuk mendapatkan permen. Memang tidak selalu cerita berfokus pada si tukang pos, kadang perannya hanya sebagai pengamat, atau tidak hadir sama sekali. Tapi di seluruh cerita kita seolah tetap bisa merasakan kehadiran si tukang pos yang tulus dan murni hatinya itu.
Itu sedikit gambaran cerita yang ada dalam dua seri Sepeda Merah. Kalian harus membaca sendiri untuk menemukan sudut pandang lain yang lebih kaya. Sejujurnya ini sering saya baca ulang, dan belum pernah bosan membacanya. Selalu ada hal-hal baru yang membuat saya merenung dan merenung.