RT - readtimes.id

“Kita pergi Hari Ini”, Dongeng Gelap Dunia Anak-Anak

Judul        : Kita Pergi Hari Ini

Penulis    : Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Penerbit    : Gramedia

Cetakan    : Kedua, November 2021

Halaman    : 182 hlm

Seusai baca novel “Kita Pergi Hari Ini”, perasaan saya campur aduk antara bahagia dan merinding, terpesona sekaligus seram, indah namun juga gelap. Sebagai pecinta film-film Ghibli Jepang, saya merasa ini versi dark-nya. Sebagai pengagum dunia fabel anak yang riang dan fantasi muram novel dewasa, saya kira novel yang ditulis oleh Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie ini gabungan keduanya. Ini memang novel yang imajinatif, fantasi liar, sekaligus penuh petualangan.

“Kita Pergi Hari Ini” kisahnya sederhana, tidak ada pertaruhan pada plot atau karakter tokoh. Namun yang jadi tantangan yang bakal direspon beragam para pembaca adalah narasinya yang nampak eksperimentatif: ada permainan repetisi dalam kalimat (seperti bisa kita lihat pada judul kecilnya, “Tempat-Tempat Indah dalam Mimpi-Mimpi Anak-Anak Baik-Baik”), ada catatan kaki yang sebetulnya fiktif, dan imajinasi yang memadukan sesuatu yang kontradiktif. 

Lalu apa sebetulnya yang diceritakan oleh “Kita Pergi Hari Ini?”

Novel yang tidak tebal-tebal amat ini berkisah tentang petualangan lima orang anak—Mi dan Ma dan Mo dan Fifi dan Fufu—ke beberapa tempat yang indah. Petualangan mereka dibagi ke dalam empat bagian: KOTA SUARA, PERJALANAN, KOTA TERAPUNG KUCING LUAR BIASA, dan JALUR CAHAYA.  Masing-masing bagian berisi beberapa bab. Dan setiap bab penuh dengan petualangan yang menawarkan keindahan juga kesuraman.

Lima orang anak itu berasal dari Kota Suara. Orangtua Mi dan Ma dan Mo sangat sibuk dalam mencari uang. Sehingga mereka mempercayakan Nona Gigi menjadi semacam pengasuh mereka. Nona Gigi adalah seekor kucing yang selalu menenteng keranjang piknik berisi beraneka buah. Nah, bersama Nona Gigi inilah Mi dan Ma dan Mo dan Fifi dan Fufu berpetualang ke berbagai tempat-tempat indah.

Weits, di sinilah bagian perpaduan indah dan gelapnya. Misalnya, mereka berpetualang ke Sirkus Sendu. Biasanya, arena sirkus adalah tempat kita menikmati hiburan lalu berakhir dengan tawa bahagia. Namun Sirkus Sendu ini beda: sirkus yang membuat orang menangis dan pulang dengan sendu. Malah, adegan mengerikan seperti percikan darah di dalam arena sirkus digambarkan dengan mengerikan.

Petualangan lainnya adalah perjalanan yang mereka lakukan sendiri. Misalnya, ada kereta air yang dapat mengantarkan Mi dan Ma dan Mo dan Fifi dan Fufu (dituntun Nona Gigi) ke suatu tempat. Selain itu, masih ada pertemuan dengan Kolonel Jagung, dan mengelilingi Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Intinya, bab-bab di buku ini dipenuhi petualangan yang liar dan mendebarkan.

Alurnya sederhana, namun mampu membawa perasaan berbeda dari awal ke bagian tengah hingga bagian akhir: pada bagian awal kita mungkin masih bisa tertawa dengan kepolosan tingkah kanak-kanak Mi dan Ma dan Mo (dan anak kembar Tetangga Baru mereka: Fifi dan Fufu). Namun memasuki bagian tengah saat Nona Gigi yang bercelemek mulai mengajak mereka berpetualang, perasaan kita mulai bercampur debar. Dan menjelang akhir hingga selesai perasaan lain ikut bermain: lucu, aneh, seram, brutal mulai mengambil tempat. 

Tentu ada konflik dalam novel ini. Namun itu baru terasa di bagian akhir saat Mi dan Ma dan Mo dan Fifi dan Fufu hendak meninggalkan dunia petualangan mereka. “Kita pergi hari ini,” kata salah satu dari mereka. Kalimat seru itulah yang menjadi rujukan judul novel ini. Kita barangkali akan kaget dengan karakter Nona Gigi di bagian akhir—baca sendiri ya biar tidak spoiler.

Apakah “Kita Pergi hari Ini” semata novel berisi petualangan? Saya kira tidak. Saya rasa Zesy—panggilan Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie—menawarkan perspektif lain dalam melihat dunia anak, sekaligus memberi kritik pada dunia orang dewasa. Malah lebih jauh, kritik sosial yang membuat anak-anak terbengkalai juga terselip di beberapa bagian. Sebagai contohnya, mari saya kutipkan satu paragraf panjang di bagian-bagian awal buku:

“Di masa lain, uang selalu bisa ditemukan di dasar laut, bawah tanah, dan ranting pohon. Sayangnya, ketika Kota Suara telah melupakan namanya, semua uang yang tersedia di dasar laut sudah diambil oleh para perompak, uang di bawah tanah diambil oleh para perampok, dan uang di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu yang jahat. Jadi, satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang adalah dengan bekerja cukup keras dan berharap perompak, perampok, atau pengusaha kayu yang jahat menjadi kasihan padamu dan memberikanmu uang yang mereka rompak, rampok, atau usahakan dengan jahat. Ini bukan hal yang mudah dilakukan, dan akan membutuhkan Waktu”.

Saya rasa kutipan itu dengan telak merangkum dunia kita saat ini. Di sana ada kritik pada kerja, kerusakan lingkungan, dan hubungan di antara keduanya. Dan, kutipan inilah yang menjadi tiket saya melanjutkan petualangan saya menyelesaikan novel ini.

Dedy Ahmad Hermansyah

598 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: