RT - readtimes.id

Literasi hingga Dukungan Kebijakan jadi Sebab Keuangan Syariah Stagnan

Readtimes.id– Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan keresahannya terkait stagnasi keuangan sosial syariah di Indonesia, terkhusus pada potensi zakat dan wakaf. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan populasi umat Islam terbanyak di dunia, namun hanya menjadi negara pasar bagi ekonomi dan keuangan syariah.

“Padahal per tahun potensinya bisa mencapai Rp 370 triliun. Namun yang saat ini baru tergali hanya Rp 70 triliun. Yang resmi digarap pemerintah baru Rp 10 triliun sedangkan yang Rp 60 triliun ini digarap masyarakat,” ungkap Ma’ruf Amin.

Ia pun menilai jika potensi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dikembangkan, maka populasi masyarakat miskin di Indonesia akan sangat minim.

Apalagi dari pengelolaan wakaf yang per tahunnya bisa mencapai Rp 180 triliun. Sebagaimana diketahui, penggunaan wakaf tidak dibagikan habis, melainkan dimanfaatkan untuk dikembangkan. Sehingga, nilainya akan lebih besar dan bisa menjadi dana abadi umat.

Pengamat Ekonomi Syariah IPB, Irfan Syauqi Beik menilai sebenarnya bukan terjadi stagnasi, tapi memang pertumbuhan pengumpulan wakaf, khususnya wakaf uang masih perlu ditingkatkan.

Data Badan Wakaf Indonesia (BWI) menunjukkan bahwa pengumpulan wakaf uang selama periode 2011-2018 mencapai angka Rp255 miliar. Lalu pada periode 2018-2021 naik menjadi Rp855 miliar, artinya naik 235 persen.

“Tapi angka Rp855 miliar ini baru setengah persen dari total potensi wakaf uang yang mencapai angka Rp180 triliun. Sementara itu, pengumpulan wakaf uang oleh Lembaga Kenadziran BWI, naik 17.18 persen di tahun 2021 bila dibandingkan dengan tahun 2020,” jelasnya.

Menurut Irfan, penyebab rendahnya pengumpulan wakaf uang ini ada tiga. Yaitu masih rendahnya tingkat literasi wakaf masyarakat, dalam artian masih banyak warga yang belum memahami secara utuh mengenai wakaf uang.

“Sehingga, dengan pemahaman yang tidak utuh ini masyarakat yang berwakaf uang belum terlalu banyak, bila dibandingkan dengan potensinya,” jelasnya.

Kedua, perlunya peningkatan kualitas kelembagaan Nazhir sebagai pengelola wakaf, termasuk kualitas sumber daya manusia dan teknologinya. Irawan menilai Ini perlu sejumlah penguatan agar BWI gencar mendorong transformasi digital dan sertifikasi profesi Nazhir wakaf.

Ketiga, perlunya dukungan kebijakan yang lebih kuat terhadap pengelolaan wakaf. Sebagai contoh, gerakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Berwakaf bisa menjadi opsi yang baik untuk mendongkrak pengumpulan wakaf uang.

“Ke depan, kebijakan wakaf ini perlu untuk terus kita kembangkan. Apalagi saat ini kita sudah memiliki Indeks Wakaf Nasional (IWN) sebagai alat ukur resmi pengelolaan wakaf di Indonesia, dan pertama di dunia,” jelasnya.

Dalam laporan perdana IWN tahun 2021 terungkap bahwa nilai IWN masih berada pada kategori kurang, yaitu 0,139, meskipun angka ini naik dari 0,123 di tahun 2020.

I Luh Devi Sania

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: