
Judul : Dollagoot: Toko Penjual Mimpi
Penulis : Lee Mi Ye
Penerbit : baca
Cetakan : Juli 2021
Halaman : vi+290 hlm
Dunia mimpi itu ‘ada’ dan ‘nyata’, memiliki kehidupan sendiri yang tetap terkait dengan dunia alam sadar. Di dalam dunia mimpi, orang-orang bisa membeli mimpi yang mereka inginkan yang dibuat oleh produser-produser terkenal, mimpi-mimpi diberikan penghargaan setiap tahun, dan toko-toko penjual mimpi berderet-deret di kotanya. Premis inilah yang nampaknya hendak disajikan dalam novel indah berjudul “Dollagoot: Toko Penjual Mimpi”.
Ya, sebagaimana namanya, Dollagoot adalah toko yang menjual beraneka mimpi. Pelanggan bisa memesan mimpi mana saja kepada pegawainya. Mimpi-mimpi itu tersimpan dalam kotak yang disusun rapi dalam rak mimpi. Akan tetapi, Dollagoot ini hanya bisa didatangi dalam tidur kita. Nah, loh. Aroma fantasinya mulai terbayang, kan?
Benar sekali. Pada dasarnya novel yang tidak terlalu tebal ini, 290 halaman, adalah murni fantasi. Pembaca akan diajak melihat noctiluca yang memasang jubah tidur kepada para pelanggan yang yang sedang bermimpi agar mereka tidak telanjang, menyaksikan pegawai toko penjual mimpi membawa botol-botol berisi ‘perasaan’ untuk ditabung di bank, melihat timbangan kelopak mata para pelanggan, dan sebagainya.
Novel ini ringan dan menghibur. Bisa dibaca oleh pembaca remaja sampai yang tua. Di luar dari kekurangannya, secara umum novel yang ditulis oleh Lee Mi Ye, kelahiran Busan Korea dan bekerja sebagai insinyur semikonduktor, ini bisa meluruhkan rasa Lelah seseorang saat selesai bekerja dan sedang ada waktu luang untuk bertualang ke dalam buku cerita yang riang.
Baiklah, mari kita telusuri alur, cerita, dan konflik novel ini. Sesungguhnya, alur novel ini sederhana belaka: beralur maju dengan bab-bab yang mudah diikuti. Setiap bab berisi cerita tentang aneka mimpi itu sendiri—mimpi apa yang laris, mimpi yang juara, mimpi yang jarang dipesan, dan sebagainya, berbagai jenis pelanggan, bagaimana mimpi diproduksi, penyelenggaraan penghargaan mimpi setiap tahun, dan sebagainya.
Secara konflik, ya memang minim. Tak ada konflik berarti dalam novel ini. Dia hanya menceritakan bagaimana Dollagoot menjalankan tokonya lengkap dengan interaksi menarik antar pegawainya, bagaimana mimpi diuji coba, apa respons pelanggan terhadap mimpi tertentu, dan tentu saja apa yang dialami para pelanggan ketika mereka sedang bermimpi. Paling konfliknya misalnya protes beberapa pelanggan ketika mengkonsumsi mimpi buruk tertentu yang diuji coba oleh Tuan Dollagoot. Jadi hal-hal keseharian yang diceritakan dalam novel ini.
Cerita novel ini dibuka dengan si Penny, tokoh perempuan yang sebelum diterima menjadi pegawai baru Dollagoot berdebar menghadapi wawancara kerja. Lalu cerita perlahan mengalir saat Penny akhirnya diterima karena dirasakan cocok bekerja di toko Dollagoot, dan mulailah kita diperkenalkan dengan tokoh lainnya berupa pegawai Dollagoot lainnya: Vigo Myers sang manajer lantai dua, Bibi Weather yang bijak, si Speedo, dan lain-lain. Kita juga diperkenalkan dengan tokoh lainnya seperti para produser mimpi—contohnya yang paling legendaris adalah Aganef Coco.
Konflik pertama novel ini muncul pertama kali saat mimpi yang paling mahal dicuri saat Penny ditugaskan untuk mengantar mimpi tersebut ke bank—ini sekaligus menguatkan karakter si Penny yang dikenal ceroboh tapi penuh dengan rasa ingin tahu.
Agar pembaca memahami jalannya cerita, narator mengisahkan kita tentang asal-usul dunia mimpi. Diceritakan bahwa dulunya ada Dewa Waktu yang mengendalikan waktu di dunia. Dia punya tiga murid. Nantinya ketika Dewa Waktu merasa waktunya tinggal sebentar lagi, dia mewariskan waktu yang sudah dipotong menjadi tiga bagian: Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan. Murid pertama mengambil Masa Depan. Murid Kedua mengambil Masa Lalu. Dan murid ketiga yang dikenal bijak mendapatkan jatah Masa Kini (setelah melewati drama penolakan oleh murid ketiga ini).
Namun rupanya masalah segera muncul setelah tiga Waktu ini selesai dibagi-bagi. Murid pertama bersama pengikutnya yang memilih Masa Depan melupakan masa lalu, sehingga mereka tidak lagi mengetahui mengapa mereka menginginkan Masa Depan. Mereka tidak lagi mengenal teman atau keluarga sendiri. Sementara murid kedua bersama pengikutnya yang memilih Masa Lalu terjebak dalam kenangan, tidak bisa menerima waktu yang terus mengalir.
Nah, si Dewa Waktu menjadi sedih: lalu memotong bayangan di langit yang berasal dari campuran masa lalu yang dilupakan oleh murid pertama dan pengikutnya dengan air mata kesedihan murid kedua dan pengikutnya. Lalu potongan itu dicampurkan ke dalam botol dan diserahkan kepada murid ketiga yang bijak. “Tolonglah agar bayangan orang-orang bisa terbangun saat mereka sedang terlelap,” itu pesan terakhir Dewa Waktu kepada murid ketiganya tersebut.
Dan, ya, Dollagoot ini sebetulnya adalah toko warisan si murid ketiga itu. Dia ditugaskan agar mimpi bisa menjembatani masa lalu dan masa depan seseorang.
Yah, seperti itulah novel ini mengalir dan mendedahkan kita berbagai macam mimpi yang namanya unik dan menarik: “Mimpi Liburan Empat Hari Tiga Malam di Maladewa”, “Kehidupan Orang Lain”, “Mimpi Perjalanan Pendek di Keseharian”, dan beraneka mimpi lainnya. Mimpi-mimpi ini bisa dibayar menggunakan sistem prabayar atau pascabayar mimpi. Unik, bukan?
Tapi di luar hal menarik itu, kekurangan buku ini terletak pada detail yang masih kurang. Misalnya, kita tidak begitu diperlihatkan bagaimana mimpi itu dikonsumsi—apakah sama seperti kita makan dan minum tablet atau sirup obat. Dan kekurangan lainnya berupa tidak adanya konflik utama.
Tapi sebagian besar buku ini menarik sekali secara gagasan dan latar cerita yakni dunia mimpi. Bagi mereka—remaja maupun dewasa—yang sedang menginginkan bacaan ringan tapi menghibur sekaligus menawarkan fantasi, “Dollagoot Toko Penjual Mimpi” bisa jadi bacaan yang tepat. Buku ini ada kelanjutannya, jika senang dengan buku pertama bisa lanjut ke buku kedua.
Selamat membaca!
Tambahkan Komentar