Readtimes.id- Politik balas budi masih kerap mewarnai sejumlah posisi penting di perusahaan pelat merah. Meskipun secara politis, keputusan presiden atau kepala daerah menunjuk tim sukses sebagai komisaris atau direkasi merupakan hal wajar. Namun, adanya sejumlah BUMN dan BUMD yang terbelit hutang membuat publik mempertnyakan kredibilitas orang-orang di balik perusahaan pelat merah ini.
Pakar Ekonomi dari Unversitas Hasanuddin Prof Dr Indrianty Sudirman mengatakan, saat ini sejumlah BUMN maupun BUMD mengalami kesulitan hingga mengalami kerugian. Menurutnya, fungsi dan peran BUMN dan BUMD belum sepenuhnya dijalankan, sesuai ekspektasi masyarakat dan pemerintah sebagai pemegang saham. Oleh karena itu, perusahaan pelat merah ini diharapkan menjadi pelopor atau perintis dalam sektor usaha yang belum diminati swasta. Tak hanya itu, manajemen dan pengelolaan perusahaan juga harus lincah, seperti perusahaan swasta.
Namun di sisi lain, BUMD maupun BUMN dibelenggu dengan aturan-aturan yang membatasi arena inovasi mereka. BUMN harus persaingan head to head dengan swasta, namun ruang geraknya terbatas.
Baca juga: BUMN dan BUMD Kursi Tim Sukses ?
“Tuntutan berdaya saing tidak diikuti dengan kebijakan yang afirmatif untuk mengambil tindakan korporasi,” ujar Prof Indriaty.
Secara operasional, ada beberapa aspek yang menjadi penyebab mengapa BUMN atau BUMD didera problematika korporasi yang serius. Beberapa hal yang menjadi pemicu adalah beberapa BUMN belum mampu melakukan transformasi. Sejak dulu terbiasa dengan ‘monopoli’ menjadi gamang ketika harus berkompetisi di pasar bebas. Sementara itu, kompetitor-kompetitor baru dari perusahaan swasta nasional maupun multinasional yang memiliki jenis produk yang sama dan masuk di pasar yang sama sulit untuk diungguli.
Selain itu, beberapa BUMN juga kehilangan relevansi akibat transformasi digital saat ini. Manajemen BUMN yang bersangkutan kesulitan menemukan model bisnis yang tepat. Tak hanya itu, tekanan finansial yang cukup berat juga berimplikasi pada kas perseroan yang terus tergerus. Beberapa BUMN malah telah terbelit hutang sejak lama.
Selain itu, harga pokok produksi yang tinggi akibat inefisiensi juga membuat BUMN tidak mampu mempertahankan keseimbangan antara harga murah yang diinginkan pasar serta harapan pemasok yang tak ingin margin rendah.
Aset produksi yang dimiliki sebagian BUMN yang sudah usang dan memerlukan peremajaan juga menjadi faktor. Namun, kemampuan finansial membuat peremajaan sulit terealisasi. Terkadang problem ini diperparah akibat ketidakcermatan manajemen BUMN dalam pengambilan keputusan-keputusan manajerial berkaitan dengan investasi baru yang dilakukan secara tidak professional.
Tambahkan Komentar