RT - readtimes.id

Masa Depan Kita Bergantung pada Perpustakaan, Membaca, dan Melamun

Judul        : Kenapa Masa Depan Kita Bergantung pada Perpustakaan, Membaca, dan  Melamun?

Penulis        : Neil Gaiman, Julian Baggini, Maggie Gram

Penerbit    : tanda baca

Tahun        : Februari 2022

Halaman    : 58 hlm

“Jika Anda ingin anak Anda cerdas, bacaan dongeng untuk mereka. Jika Anda ingin mereka menjadi lebih cerdas, bacakan mereka lebih banyak dongeng.”—Albert Einstein.

Kutipan Einstein sang pemikir besar yang pernah dimiliki dunia kita di atas dipinjam oleh Neil Gaiman, penulis Inggris, dalam pidatonya: “Kenapa Masa Depan Kita Bergantung pada Perpustakaan, Membaca, dan Melamun”. Pidato pendek ini dibacakan dalam Reading Agency di London 2013 silam. Kutipan itu dimaksudkan Gaiman untuk menekankan betapa pentingnya imajinasi bagi pembangunan masa depan kita. Dan perpustakaan, katanya, adalah penopang maha penting bagi imajinasi.

Pidato Neil Gaiman lantas tayang di Guardian dan beredar dari pembaca ke pembaca lainnya. Nah, sekarang pidato ringkas tersebut dapat kita baca dalam Bahasa Indonesia bersama dua pidato lainnya yang sama-sama menyinggung tentang pentingnya dunia literasi di masa depan. Dua pidato yang dimaksud: “Ebook vs Kertas”, Julian Baggini; dan “Mendengarkan Buku”, Maggie Gram. Julian Baggini adalah seorang editor, dan Maggie Gram seorang design lead di Google dengan fokus utama pada keamanan dan privasi. Sedangkan Neil Gaiman sendiri seorang penulis yang terkenal dengan karyanya “American Gods”.

Gabungan ketiga pidato mereka terangkum dalam 50an halaman yang bisa dibaca sekali rebahan. Dan terpenting, kendati ketiganya membahas tema berbeda—Gaiman membahas perpustakaan, Julian tentang buku digital atau ebook, dan Maggie soal audio book—namun memberi kesimpulan yang padu dan apik: literasi adalah soal konten, apapun medianya. Dan dengan keragaman bentuk tersebut, semuanya patut dirayakan.

 Mari kita singgung sedikit perihal apa saja yang ngendon di dalam ketiga pidato tersebut. Neil Gaiman menekankan betapa pentingnya peran perpustakaan di masa depan. Misalnya, dia membahas tentang peran dunia fiksi bagi imajinasi anak-anak sejak dini. Kata Gaiman, peran pertama fiksi adalah menjadi pintu masuk pertama seorang anak pada dunia membaca. Melalui dunia fiksi, anak-anak akan dilatih untuk memiliki rasa penasaran tentang apa yang akan terjadi, membalik halaman demi halaman untuk mengejar peristiwa apa yang akan terjadi berikutnya. Peran kedua fiksi berikutnya, kata Gaiman, adalah membangun empati bagi anak. Anak-anak akan diajarkan melihat nasib orang lain, mencoba memahami sesuatu dari mata orang lain, dan sebagainya.

Ada contoh menarik yang disajikan Gaiman dalam pidatonya. Ia bercerita, pernah ia ke China dalam acara kongres fiksi ilmiah dan fantasi yang sebelumnya dilarang oleh partai di sana. Ia penasaran dan bertanya kepada pejabat di sana, kenapa acaranya ini menjadi penting. Rupanya, jawaban yang ia terima adalah: orang China pintar membuat sesuatu jika orang lain membawakan rancangannya. Tapi mereka sendiri tidak berinovasi dan tidak menciptakan. Orang-orang China tidak berimajinasi. Betapa pentingnya peran imajinasi bagi dunia di masa depan.

Julian Baggini sendiri mengajak kita menyelami perubahan pola konsumsi bacaan saat ini, dalam hal ini ebook. Di dalam pidatonya, Julian menyitir hasil penelitian ahli syaraf tentang efek baik dan buruk membaca ebook bagi adaptasi otak kita, dan kelebihan serta kekurangan membaca teks dalam media tradisional yakni buku fisik. Julian tidak hendak membuat kita terjebak pada debat hitam putih mana lebih bagus, buku fisik atau buku digital (ebook dan ereaders). Menurutnya, yang terpenting adalah membaca itu sendiri, baik “membaca secara mendalam” atau “membaca secara aktif”. 

Pidato terakhir dari Maggie Gram tidak kalah menariknya: tentang audio book. Di awal pidatonya Maggie sempat menyinggung bagaimana ia dianggap aneh karena punya kebiasaan mendengarkan audio book. Dari pidato ini kita disajikan dengan data-data yang barangkali asing dan baru bagi kita, bagaimana ternyata rupanya bisnis dunia audio book itu sangat menjanjikan. Dia memberikan senarai contoh para pembuat audio book di gudang bawah  tanah rumahnya segera meraup keuntungan besar.

Dia juga meyakinkan kita melalui pengalamannya sendiri sesungguhnya ada banyak kesenangan yang bisa kita dapatkan dari mendengarkan buku. Dan juga audiobook itu sangat bermanfaat bagi kaum disabilitas yang bermasalah pada penglihatan mereka. Memang dia tetap mengakui, kadang ada buku-buku yang seharusnya tidak cocok dibuatkan audio book karena menyangkut aspek teknis seperti narasi teks yang kurang cocok jika dibacakan.

Ketiga pidato di dalam buku tipis ini membawa kita kepada kesimpulan penting: BUKU, APAPUN BENTUKNYA, MEMANG PANTAS DIRAYAKAN. Mari kita renungi kalimat Gaiman dalam pidatonya, “Saya tidak peduli—dan tak merasa penting apakah buku-buku berupa kertas atau digital, apakah kalian membaca dari gulungan atau menggulung layar dengan jari. Kontenlah yang penting”.

Sungguh  buku ini ringan tapi berbobot. Bacalah.

Dedy Ahmad Hermansyah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: